Polisi RW Bukan Alat Politik Pemilu

JAKARTA, BANPOS – Ketua Presidium JARI 98 Willy Prakarsa menyebut, kehadiran Polisi RW merupakan Polri Presisi penting di era milenial dengan kemasan lebih humanis, dekat dan melekat kepada masyarakat.

“Polisi RW lebih dekat rakyat. Polisi RW itu memelihara ketertiban dan deteksi dini. Jadi sesat berpikir jika ada yang menuding Polisi RW jadi alat politik Pemilu 2024,” tegas Willy dalam diskusi publik JARI 98 di Serasa Kuphie Selatan, H Nawi Jakarta Selatan, Selasa (18/7).

Diketahui, sejumlah aktivis 98 dan pengamat yang hadir di acara diskusi publik Jaringan Aktivis Reformasi Indonesia (JARI 98) bertajuk Polisi RW Jaga Pemilu Damai.

Kembali ke Willy, dia memastikan Polisi RW tak ada kaitannya dengan politik. Keberadaan Polisi RW justru untuk menyelesaikan berbagai persoalan di lingkungan.

“Adanya Polisi RW tidak ada kaitannya dengan politik dan lebih diprioritaskan untuk keamanan,” katanya.

Pihaknya memberikan semangat untuk program dan kebijakan Polri Presisi yang digaungkan oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
“Kami bagian dari masyarakat kecil memberikan apresiasi, tetap mengabdi, setia UUD 45 dan Pancasila. Saya yakin Polri Presisi menjadi yang terbaik ke depan dan Polri bisa menjaga NKRI,” sebutnya.

Di tempat yang sama, Sekretaris Jenderal Presidium Jaringan Aktivis Reformasi Indonesia 98 (JARI 98) Arwandi mengungkapkan, Polisi RW di tengah masyarakat menjadi pengayom sekaligus pendidik juga jembatan komunikasi yang maksimal dalam menciptakan kondusivitas.

“Keberadaan Polisi RW adalah bentuk konkret untuk mendeteksi segala bentuk ancaman dan gangguan di masyarakat seperti terorisme, peredaran narkoba hingga memburu para koruptor,” tegas Arwandi.

Ditegaskan dia, Polisi RW juga melakukan pendekatan dengan masyarakat. Sehingga masyarakat dapat memahami pentingnya keamanan dan ketertiban terutama dalam turut serta bersama-sama menciptakan Pemilu damai.

Direktur Rumah Politik Indonesia (RPI) Fernando Emas menegaskan, dalam menciptakan Pemilu damai, perlu dorongan dan keterlibatan di luar unsur TNI-Polri.

“Harus semua elemen yang punya tujuan pemilu damai. Polisi mau ditaruh sampai level RT kalau keinginan tidak ada agar pemilu damai maka pemilu tidak akan berlangsung damai,” kata Fernando.

Kemudian, menurut dia, aktor politik juga harus berperan aktif dan punya kesamaan tujuan Pemilu damai. Dia yakin, netralitas kepolisian, TNI, ASN, penyelenggara pemilu akan terjaga sehingga Pemilu berjalan fair dan stabilitas keamanan di masyarakat terjaga.

Pada pemilu kemarin, pengamatan Fernando, justru ketidaknetralan tersebut diduga banyak terjadi di kalangan ASN. Kemudian tentang isu SARA, ditegaskannya, dapat menjadi pemicu Pemilu penuh konflik.

“Hoaks, SARA, isu agama itu yang sangat riskan untuk membuat konflik di masyarakat. Sehingga capaian yang diwujudkan dengan polisi yang ditempatkan sebagai Polisi RW, membuat kondisi damai,” harapnya.

Direktur eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR) Hari Purwanto menilai, peran fungsi Polisi RW adalah menjaga keamanan dan ketertiban. Terutama menjelang Pemilu 2024.

Mestinya, kata Hari, Pemilu kudu berlangsung riang gembira. Siapapun pemenangnya, kata dia, tujuannya adalah untuk seluruh masyarakat Indonesia.

“Polisi RW ini juga bisa jadi kekuatan rakyat juga. Mari para polisi bersama libatkan publik agar menghindari pecah belah, hoaks, politik identitas, dan polarisasi dalam Pemilu,” harapnya.

Sementara itu, aktivis 98 Yogyakarta, Roy Ferdinan Martin Sitorus mengapresiasi langkah Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo bikin program Polisi RW. Ditegaskannya, model Polisi RW tersebut banyak diterapkan di banyak negara.

Memang, program ini langsung masuk ke tengah-tengah masyarakat sehingga kerjanya efisien. “Polisi RW ini harus didukung dari sisi anggaran dan teknologi. Namun harus diimbangi kompetensi dan integritas anggota polisi di bawah,” sarannya. (AZM/RMID)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *