SERANG, BANPOS – Polemik Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2023 di Provinsi Banten masih terus bermunculan. Dugaan demi dugaan pun bermunculan terkait berbagai pihak yang ikut andil dalam praktik ilegal PPDB, mulai dari pihak internal sekolah hingga pejabat publik yang memanfaatkan posisi dan kekuasaannya.
Akibat hal tersebut, sejumlah warga Kabupaten Tangerang menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor Dindikbud Provinsi Banten, Senin (31/7).
Mereka memprotes terkait dugaan kecurangan, yang terjadi dalam pelaksanaan PPDB tingkat SMK di wilayah Sepatan, Kabupaten Tangerang.
Dalam aksinya, para warga membawa mobil komando dan membentangkan sejumlah banner dan karton tuntutan, terkait dengan pelaksanaan PPDB.
Salah satu tuntutan yang dibawa yakni memeriksa Plt Kepala SMKN 2 Kabupaten Tangerang, yang dituding telah meloloskan peserta PPDB hasil titipan dan pungutan liar (pungli).
Dalam orasinya, salah satu orator mengatakan bahwa kondisi pendidikan yang seperti ini, sangat menyedihkan.
Menurutnya, pendidikan yang sejatinya bertujuan untuk mencerdaskan anak bangsa, justru malah dinodai oleh praktik-praktik buruk.
“Pendidikan yang seharusnya mencerdaskan, malah dirusak oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, dengan melakukan praktik titip menitip dan pungli,” tegasnya.
Bahkan menurutnya, apabila Ki Hajar Dewantara, tokoh pendidikan di Indonesia, masih hidup dan mengetahui kelakuan para oknum itu, maka akan sangat marah.
“Jika Ki Hajar Dewantara masih hidup dan melihat kelakuan mereka (oknum) dan kondisi dunia pendidikan seperti saat ini, pasti akan marah,” tuturnya lagi.
Sementara itu aktivis senior, Muhammad Jembar yang juga hadir dalam aksi tersebut mengungkapkan, dugaan pungli yang terjadi dalam pelaksanaan PPDB di SMKN 2 Kabupaten Tangerang, mencapai angka Rp8 juta.
Nominal tersebut diduga untuk mengamankan satu kursi di SMK Negeri yang menjadi incaran 7 kecamatan itu.
Akibatnya, banyak calon peserta didik yang kurang mampu, terpaksa tak bisa masuk SMKN 2 Kabupaten Tangerang karena tidak bisa menyiapkan ‘mahar’.
“Yang miskin, yang yatim tidak bisa masuk. Tapi tetangganya bisa, karena titipan, pakai orang dalam, bayar duit. Ada yang Rp4 juta, ada yang Rp8 juta, luar biasa ini. Banyak sekali itu. Dan kami sudah sampling, bawaan-bawaan siapa saja itu mereka,” ungkapnya.
Dia menegaskan bahwa apa yang dirinya sampaikan, dapat dipertanggungjawabkan. Bahkan, ia berani mengadu data apabila memang diperlukan.
“Kami siap bawa data. Kami juga siap kalau memang harus uji forensik data, karena data ini kami real dapati. Kalau mau dengan keterbukaan informasi, silakan dibuka data sekolahnya,” tutur dia.
Di sisi lain, ia mengaku bahwa persoalan itu dapat dibawa ke ranah pidana, apabila tidak ada tindakan tegas dari Dindikbud Provinsi Banten sebagai atasan para Kepala Sekolah.
Pihaknya bahkan telah menyiapkan sebanyak 7 pengacara, yang siap membela para orang tua siswa yang merasa dizolimi oleh sistem pungli dan titip menitip itu.
“Ada potensi ke arah pidana. Kalau tidak diselesaikan sekarang, padahal ada pengakuan dari Plt Kepsek, ini bisa kami bawa ke sana. Kami juga sudah ada 7 pengacara yang siap mendampingi warga yang terzalimi,”
Tidak hanya pungli, Jembar juga mengatakan bahwa pihaknya telah mendapatkan bukti kecurangan lain yang terjadi selama pelaksanaan PPDB berlangsung.
Menurutnya, pihaknya telah mendapatkan sejumlah data dan pengakuan dari Plt Kepala SMKN 2 Kabupaten Tangerang, yang mengakui bahwa PPDB di tempatnya penuh dengan titipan.
“Begitu banyak titipan dari oknum wakil rakyat, pejabat-pejabat. Kita itu mau ada kejelasan, ini maksudnya titipan apa? Lalu kalau tes, itu seperti apa penilaiannya? Karena Plt Kepala Sekolah mengakui itu kemarin di berita (ada titipan),” ujarnya usai audiensi dengan Dindikbud Provinsi Banten, Senin (31/7).
Ia mengatakan, sejumlah titipan itu berasal dari kalangan berada, mulai dari anak TNI, anak anggota Polri, hingga Aparatur Sipil Negara (ASN). Sementara yang ditendang justru anak-anak dari kalangan kurang mampu.
“Jangan sampai yang dikorbankan ini anak-anak miskin, anak-anak yatim. Ini anak-anak tentara, anak-anak polisi, anak-anak PNS diprioritaskan. Harusnya skala prioritas, bagaimana caranya mereka (anak miskin dan yatim) itu bisa bersekolah,” ungkapnya.
Oleh karena itu, pihaknya menegaskan bahwa aksi yang dilakukan oleh pihaknya, semata-mata untuk memperjuangkan hak anak-anak kurang mampu yang tidak dapat sekolah, akibat proses penerimaan yang dituding telah direkayasa.
“Kami menuntut supaya mereka anak-anak yatim, anak-anak miskin, yang memang tidak punya kemampuan keuangan namun berprestasi, nilai-nilainya bagus, supaya bisa mengenyam sekolah. Jangan sampai anak yatim, anak miskin, buat masuk ke sekolah negeri itu susah karena adanya proses-proses yang direkayasa,” tegasnya.
Berdasarkan data yang pihaknya miliki, bahkan anak-anak titipan itu mencapai ratusan orang. Maka dari itu, pihaknya mengancam apabila Dindikbud tidak segera mengambil tindakan, akan membawa persoalan tersebut ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI.
“Apabila tidak ada keputusan dari Dinas Pendidikan Provinsi Banten, maka kami akan bawa permasalahan ini ke Kementerian Pendidikan, dengan massa yang lebih besar serta data-data yang telah kami kumpulkan,” tandasnya.
Sementara, Pelajar Islam Indonesia (PII) Provinsi Banten pun menyoroti hak tersebut. Melalui Ketua Umumnya, Ihsanudin mengaku miris melihat proses PPDB yang hingga saat ini masih menimbulkan kontroversi di tengah masyarakat.
“Tentu sangat miris melihat kondisi pendidikan di Provinsi Banten, apalagi ini dimulai dari proses PPDB yang mana ialah tahap penyeleksian generasi bangsa,” ujar Ihsan.
Ihsan mengatakan, di salah satu daerah yang ada di Banten terdapat oknum dari pihak sekolah dan pemangku kebijakan yang ‘bermain’ pada PPDB ini. Namun sayangnya, pemerintah tidak serius dalam menanggapi kasus tersebut.
“Bahkan dari awal-awal saja berbagai pihak bahkan orang tua sudah mengadukan kepada inspektorat, tapi sampai saat ini belum ada langkah konkret yang dilakukan,” kata Ihsan.
Ia menjelaskan, saat ini masyarakat dibuat kebingungan harus mengadu kepada siapa yang bahkan wakilnya (DPRD) pun ikut andil dalam kecurangan tersebut.
Bahkan, Aparat Penegak Hukum (APH) pun tidak tanggap dengan cepat dalam setiap pengaduan pada kasus ini. Hal ini yang membuat kemajuan SDM Banten tidak meningkat karena sektor pendidikan masih tidak terbenahi.
Ia memaparkan, seharusnya pihak-pihak terkait merespon dengan cepat dan melakukan langkah konkret untuk menciptakan ketenangan bagi masyarakat.
Menurutnya, Pemerintah Provinsi Banten bertanggung jawab penuh atas kejadian ini, serta terhadap masa depan anak bangsa yang menjadi korban dalam praktik kotor di PPDB.
“Kami akan terus mengawal permasalahan ini, segera akan kami layangkan surat,” tandasnya.(MG-01/MYU/DZH)
Tinggalkan Balasan