SERANG, BANPOS – Cabai dianggap menjadi salah satu komoditas penyumbang meningkatnya laju inflasi di Provinsi Banten. Hal itu disebabkan karena, ketersediaan stok cabai di pasaran dinilai belum mampu memenuhi kebutuhan masyarakat.
Oleh karenanya, Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Banten bersama dengan Badan Pangan Nasional (Bapanas) membuat suatu rencana aksi yang salah satunya adalah gerakan menanam dan memanen cabai di Desa Kadubeureum, Kecamatan Padarincang, Kabupaten Serang.
Gerakan tersebut juga merupakan program Tim Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) yang dilaksanakan pada Jumat (1/9).
Penjabat (Pj) Gubernur Banten Al Muktabar mengatakan bahwa gerakan ini merupakan ikhtiar pemerintah dalam upaya mengatasi masalah inflasi pangan di Provinsi Banten.
“Kita terus mengikhtiarkannya untuk sedapat mungkin terkendali dengan baik,” ucapnya.
Sementara itu Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan (Distanak) Provinsi Banten, Agus Tauchid menjelaskan penyebab tingginya harga cabai di pasaran adalah karena jumlah pasokan cabai di pasaran yang masih terbatas.
Ia menyampaikan pada tahun 2022 jumlah produksi cabai di Provinsi Banten mencapai sebesar 6.738 ton, sementara jumlah kebutuhan cabai masyarakat mencapai 45.822 ton per tahun.
“Tahun 2022 produksi komoditas cabai di Provinsi Banten sebesar 6.738 ton, sedangkan kebutuhan konsumsi cabai penduduk Provinsi Banten per tahun 45.822 ton,” jelas Agus.
Kemudian disampaikan juga bahwa di tahun ini hingga bulan Agustus, produksi cabai di Provinsi Banten baru mencapai 2.310 ton dengan luas panen sebesar 471 hektar.
Melihat keadaan tersebut Pemprov Banten melalui Distanak akan menggalakan sejumlah program guna meningkatkan jumlah produksi cabai di Banten, salah satunya adalah dengan membentuk kawasan atau kampung cabai dengan memanfaatkan lahan seluas 40 hektar yang berada di Kabupaten Pandeglang dan juga Kabupaten Serang.
Melalui pembiayaan dari APBN Tahun Anggaran 2023, diharapkan program tersebut dapat berjalan dan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap cabai.
Selanjutnya, upaya lain yang akan dilakukan oleh Pemprov Banten adalah dengan mengupayakan panen cabai di empat bulan strategis.
Empat bulan yang dimaksud adalah Ramadhan, Idul Fitri, Idul Adha, dan juga Tahun Baru. Keempat bulan itu dinilai tingkat konsumsi masyarakat terhadap cabai terbilang cukup signifikan.
Oleh sebab itu Pemprov Banten melalui Distanak akan mengupayakan dengan berbagai macam cara, agar panen raya cabai dapat bertepatan di bulan yang dimaksud.
“Empat bulan ini tingkat konsumsi tinggi. Nah, kami upayakan pada empat bulan itulah Banten harus panen raya cabe nya sehingga pada angka defisit tidak terlalu kentara,” tuturnya.
Di sisi lain, Bupati Kabupaten Serang Ratu Tatu Chasanah yang juga hadir dalam acara tersebut merasa aneh jika stok ketersediaan cabai di Provinsi Banten disebut belum mampu mencukupi kebutuhan masyarakat.
Padahal luas lahan pertanian di Provinsi Banten terbilang masih cukup luas. Bahkan menurutnya dari luas lahan sebesar 146.000 hektar di Kabupaten Serang, sekitar 60 hektarnya di peruntukan untuk pertanian.
Belum lagi lahan pertanian di wilayah lainnya seperti Kabupaten Lebak dan Pandeglang yang menurutnya, pasti jauh lebih luas daripada itu.
“Cabai di kita ini kekurangan dipasok dari luar rasanya aneh, karena lahan untuk Lebak, Pandeglang, Kabupaten Serang untuk andalan tiga kabupaten ini saja bisa,” katanya.
Hanya saja memang, menurut Tatu, pemerintah daerah tidak bisa bergerak sendiri. Perlu adanya kolaborasi antar pihak untuk dapat mengelola lahan tersebut agar masalah ketersediaan pasokan bahan pangan di Provinsi Banten bisa teratasi.
“Hanya memang ini butuh keroyokan bersama,” tandasnya. (CR-02/AZM)
Tinggalkan Balasan