Akademisi Dorong Pemerintah Keluarkan Regulasi Keselamatan Ketenagalistirikan di Banten

SERANG, BANPOS – Akademisi Universitas Setia Budhi Rangkasbitung mendorong pemerintah daerah untuk membuat regulasi terkait keselamatan ketenagalistrikan di Provinsi Banten. Hal itu lantaran masih minimnya kepatuhan stakeholder dalam mematuhi Undang-undang Keselamatan Ketenagalistrikan (K2) saat ini.

Dekan Fakultas Teknik dan Pertanian Universitas Setia Budhi Rangkasbitung, Iman Sampurna, melihat bahwa UU K2 tersebut saat ini masih belum sepenuhnya diimplementasikan secara efektif oleh masyarakat.

“Aturan tersebut sebenarnya dibuat untuk masyarakat agar mengetahui bagaimana cara pengunaan listrik yang aman serta bahayanya listrik, bukan hanya cara bagaimana cara hemat listrik,” ujarnya, Sabtu (14/10).

Di sisi lain, banyak hal yang masih belum masyarakat ketahui seperti bagaimana pemanfaatan listrik secara produktif, efektif, efesien agar kebermanfaatan bagi kehidupan ekonomi masyarakat semakin baik.

“Contoh kecil, dalam bidang industri rumah tangga atau UMK, dengan memanfaatkan listrik maka masyarakat dapat mengembangkan usaha baik dalam proses produksi maupun pemasaran,” tuturnya.

Pentingnya sosialisasikan secara massif UU K2 tersebut menurutnya, agar setiap usaha kegiatan usaha ketenagalistrikan wajib memenuhi ketentuan K2.

Namun sayangnya, lanjut Iman, aturan tersebut belum direspon baik dari pihak pemerintah daerah kabupaten/kota dan jajaran perangkat kecamatan dan desa, terkait pentingnya keselamatan ketenagalistrikan.

Menurutnya, masih banyak masyarakat belum menyadari pentingnya keselamatan dan kesehatan listrik, apalagi pemanfaatan listrik. Bahkan, masih banyak masyarakat yang belum mengetahui dan memahami akan pentingnya keselamatan ketenagalistrikan.

“Contoh kecil dalam musim kemarau seperti ini banyak masyarakat yang bermain layang-layang dalam jangkauan jalur jaringan listrik. Mereka tidak menyadari dampak besar bila layang-layang tersangkut dalam kabel jaringan listrik, kemudian terbakar. Maka akan berdampak secara luas,” katanya.

“Dampaknya tidak hanya merugikan masyarakat, namun hal tersebut pasti akan berdampak secara luas, mulai dari pemadaman hingga terjadinya kebakaran jaringan,” lanjutnya.

Diketahui bahwa instalasi jaringan listrik yang kerap tersangkut layangan yakni Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 150.000 Volt dan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) 500.000 Volt.

Ia mengatakan, apabila layang-layang yang mengandung bahan kawat yang dapat menghantarkan listrik dan menempel pada jaringan SUTT/SUTET, akan menyebabkan hubung singkat atau korsleting yang dapat membahayakan nyawa serta berakibat terganggunya pasokan listrik.

Salah satu data juga menjelaskan, akibat banyaknya layanga-layang yang tersangkut dalam jaringan SUTT/SUTET, telah terjadi gangguan transmisi di wilayah kerja PLN Unit Induk Transmisi Jawa Bagian Tengah (PLN UIT JBT) sebanyak 138 kali gangguan.

Selain itu, dampak lain akibat kurang kesadaran masyarakat tentang K2, bisa menyebabkan ekonomi akan terganggu.

“Misal, akibat pemadaman listrik berjam-jam, berapa banyak aktifitas usaha masyarakat yang harus terhenti,” tegasnya.

Untuk itu, ia menuturkan bahwa perlu dukungan kuat dari pemerintah, untuk menyusunsebuah regulasi sebagai turunan dari UU K2, serta demi efektifnya pelaksanaan UU K2.

“Perlu langkah inovatif yakni menciptakan kesadaran bersama akan pentingnya K2, yakni melalui Forum Kolaboratif Pentahelix terdiri dari Akademisi, DU/DI, Pemerintah, Komunitas dan Media,” tandasnya. (DZH)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *