CILEGON, BANPOS – Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Kota Cilegon, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan, Pendapatan dan Aset Daerah (BPKPAD) hingga Walikota Cilegon digugat salah satu pengusaha kontraktor sebesar Rp1,8 miliar.
Hal itu lantaran mereka diduga melakukan perbuatan ingkar janji (wanprestasi). Gugatan tersebut telah di daftarkan ke Pengadilan Negeri (PN) Serang dan akan disidangkan pada Kamis 23 November 2023 mendatang.
Penggugat bernama Rio Pratama Wadiyanto yang juga kontraktor melalui kuasa hukumnya berjumlah tiga orang. Ketiganya yakni Wahyudi, Erif Fahmi dan Nanao Suratno.
Wahyudi yang mewakili tiga advokat dari kantor hukum Wahyudi and Partners memaparkan, penggugat mengajukan gugatan Ingkar Janji (Wanprestasi) terhadap Kepala DPUPR Kota Cilegon sebagai tergugat I, Kepala BPKPAD Kota Cilegon sebagai tergugat II, Walikota Cilegon sebagai tergugat III.
Kemudian PT Asa Prima Abadi sebagai turut tergugat I dan PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten turut tergugat II.
Adapun yang menjadi sebab dan dasar gugatan Ingkar Janji ini yaitu penggugat yang merupakan Direktur CV Pratama Jaya pada bulan Agustus 2021, mengakses website lpse.cilegon.go.id dan melihat paket pekerjaan Jalan KH. Ishak dengan nomor Tender: 8572318 dengan nilai total HPS Rp3.133.250.902 dengan metode evaluasi harga terendah sistem gugur yang di tayangkan pada LPSE Kota Cilegon.
Kemudian pada 28 Agustus 2021, penggugat mengikuti paket pekerjaan tersebut, dan kemudian mengikuti serangkaian proses tender, hingga pada tahapan pengumuman CV. Pratama Jaya dinyatakan sebagai pemenang tender melalui Berita Acara Hasil pemilihan Nomor 027/07/BAHP-8572318/DPUTR/Pokja Pemilihan 1 tertanggal 24 September 2021.
Setelah dinyatakan sebagai pemenang, selanjutnya penggugat ditunjuk sebagai penyedia barang lewat surat Nomor: 620/1300/SPBBJ/BM/DPUTR tentang Surat penunjukan Penyedia Barang/Jasa (SPPBJ) untuk pelaksanaan paket pekerjaan rekonstruksi Jalan KH. Ishak tertanggal 13 Oktober 2021.
Setelah mendapatkan surat penunjukan tersebut, penggugat kemudian menandatangani surat perjanjian/kontrak kerja nomor 620/1326/SP/BM/DPUPR tertanggal 15 Oktober 2021, yang ditandatangani oleh Penggugat dan Tergugat I.
“Pada 28 Oktober 2021 Penggugat kemudian mendapatkan surat perintah mulai kerja dari Tergugat 1 dengan nomor 620/1397/SPMK/BM/DPUTR tentang Surat Perintah Mulai kerja [SPMK] dengan Paket Pekerjaan Rekontruksi Jalan KH. Ishak,” kata Wahyudi kepada BANPOS, Rabu (22/11).
Pelaksanaan pekerjaan yang diberikan oleh tergugat I, mempunyai target 60 hari Kalender, terhitung mulai dari 28 Oktober 2021 sampai 26 Desember 2021.
“Untuk melaksanakan proyek pekerjaan tersebut, penggugat menggunakan fasilitas kredit stand by loan dan atas penggunaan dana tersebut, Turut Tergugat II mengkonfirmasi Tergugat I sebagai syarat pencairan kredit,” ujarnya.
Pada 5 November 2021, atas konfirmasi tersebut, Penggugat mencairkan Fasilitas Kredit (Stand By Loan) dari Turut Tergugat II sebesar Rp850.000.000.
“Dimana dana tersebut di gunakan sebagai modal pembangunan proyek pekerjaan Aquo,” ucapnya.
Kemudian pada tanggal 25 November 2021, Penggugat kembali mencairkan fasilitas kredit Turut Tergugat II sebesar Rp589.765.000 yang digunakan untuk mengerjakan dan menyelesaikan pekerjaan tersebut.
“Setelah pencairan modal pengerjaan proyek Aquo, penggugat kemudian mengerjakan pekerjaan tersebut yang kemudian dalam pengerjaanya penggugat melakukan pembelian Readymix kepada PT. Asa Prima Abadi (Turut Tergugat I), dan membeli serta melengkapi seluruh kebutuhan pengerjaan proyek dan melakukan segala upaya untuk menyelesaikan pekerjaan yang telah diterimanya dari Tergugat I,” paparnya.
Setelah melakukan serangkaian kewajibannya dalam menyelesaikan pekerjaan yang diberikan oleh Tergugat I, maka pada 18 Desember 2021, Penggugat telah menyelesaikan pekerjaannya sesuai dengan target 60 hari kalender yang di tetapkan dalam kontrak dan mengkonfirmasi kepada Tergugat I.
“Sebagaimana pekerjaannya telah diselesaikan dan mengkonfirmasi ke tergugat I, pada 24 Desember 2021 penggugat kemudian mengajukan Permohonan Pemeriksaan Hasil Pekerjaan (Provisional Hand Over-PHO), kepada tergugat I,” katanya.
Atas permohonan pemeriksaan hasil pekerjaan tersebut (Provisional Hand Over) ditindaklanjuti pada tanggal 29 Desember 2021 Pukul 22.00 WIB. Tergugat I melakukan Pemeriksaan/Visit ke lokasi pekerjaan.
“Bahwa pada tanggal 30 Desember 2021, Tergugat I membuat Berita Acara Serah Terima hasil pekerjaan nomor 620/3146/BAST.I/PPK-BM/DPUTR, dimana berita acara tersebut menandakan telah diserah terimakannya seluruh pekerjaan yang dilakukan secara resmi dari penyedia jasa kepada pemberi kerja setelah dianalisa oleh panitia penilai hasil pekerjaan,” imbuhnya.
Bahwa pada 31 Desember 2021,Tergugat I menyatakan kepada penggugat bahwa Surat Tagihan Pembayaran yang diajukan oleh Penggugat dinyatakan gagal bayar dengan alasan Tergugat I terlambat menyerahkan dokumen Permohonan Pembayaran kepada Tergugat II.
“Akibat gagal bayar yang dilakukan oleh Tergugat I dan Tergugat II, pada tanggal 31 Desember 2021 penggugat ditagih oleh Turut Tergugat I untuk melunasi Pembelian Readymix, namun akibat kegagalan tersebut Penggugat tidak dapat melunasi kewajibannya pada Turut Tergugat I,” tuturnya.
Bahwa selain mendapatkan tagihan Pembayaran oleh Turut Tergugat I, Turut Tergugat II kemudian menanyakan mengenai batas waktu pengembalian fasilitas kredit yang sudah jatuh tempo kepada Penggugat, sebagaimana ketentuan dalam pelaksanaan fasilitas kredit Stand By Loan, batas akhir pembayaran yaitu 31 Desember 2021.
“Bahwa atas gagal bayar dan jatuh tempo pengembalian fasilitas kredit Penggugat, pada 3 Januari tahun 2022, Turut Tergugat II dengan Penggugat mengadakan pertemuan di kantor Tergugat I, untuk mengklarifikasi mengenai gagal bayar pekerjaan dan menginformasikan denda bunga atas fasilitas kredit yang digunakan oleh Penggugat,” ungkapnya.
Bahwa dalam pertemuan tersebut, Tergugat I menjelaskan kepada Penggugat dan turut tergugat II bahwa pembayaran tidak bisa dilakukan pada anggaran 2021, karena terjadi keterlambatan dan pembayaran akan di lakukan pada anggaran tahun 2022.
Atas kegagalan pembayaran serta ketidakpastian kapan akan dibayarkan oleh Tergugat I, Tergugat II, sementara waktu terus berjalan, maka penggugat harus menanggung kerugian atas bunga fasilitas kredit Turut tergugat II, dan bunga keterlambatan pembayaran readymix oleh Turut Tergugat I.
“Atas Gagal bayar yang dilakukan oleh tergugat I dan tergugat II, penggugat harus menanggung denda keterlambatan pelunasan Kredit Turut Tergugat II sebesar 3 persen per tahun atau 0,25 persen per bulan terhadap tunggakan pokok dan 3 persen per tahun atau 0,25 persen perbulan terhadap tunggakan atas bunga,” ujarnya.
“Bahwa denda-denda sebagaimana tersebut diatas, mulai berlaku saat jatuh tempo pembayaran yaitu 31 Desember desember 2021, yang seharusnya apabila tergugat I melaksanakan pembayaran sesuai dengan kontrak perjanjian yang ditentukan, maka penggugat tidak akan dibebankan sebagaimana bunga-bunga atas keterlambatan sebagaimana dijelaskan diatas,” sambungnya.
Atas keterlambatan pembayaran oleh penggugat, pada tanggal 07 februari 2022, Turut Tergugat I memberikan teguran kepada Penggugat lewat surat Nomor: 003/II/2022.- SP Perihal Surat Peringatan (SP) yang meminta Penggugat untuk melunasi Pembayaran Pemesanan Readymix sebesar Rp482.945.000.
Bahwa atas adanya surat peringatan oleh Turut Tergugat I, dan belum di bayarannya hasil pekerjaan oleh Tergugat I, maka penggugat tidak bisa melaksanakan pembayaran atas tagihan tersebut dan menanggung kerugian atas bunga yang di terapkan.
Bahwa atas denda bunga yang terus berjalan, yang diakibatkan keterlambatan kewajiban Pengembalian Fasilitas kredit pada Turut Tergugat II, Penggugat kembali berupaya menanyakan kepada Tergugat I mengenai realisasi pembayaran pekerjaan tersebut.
Namun Tergugat I tidak bisa memastikan kapan dan tanggal berapa dilakukanya pembayaran, hanya menyampaikan akan dibayarkan pada anggaran tahun 2022.
“Upaya penggugat untuk meminta kepastian pembayaran, pada 27 Januari 2022 Tergugat I menyampaikan informasi lewat surat Nomor :620/234/BM-DPUPR tentang informasi pembayaran termin, namun dalam surat
tersebut tidak dapat memastikan kapan dilaksanakannya pembayaran, hanya menyampaikan akan dibayarkan pada anggaran tahun 2022,” terangnya.
Bahwa atas ketidakpastian pembayaran oleh tergugat I, dimana Penggugat terus ditagih oleh Turut Tergugat II mengenai kepastian pembayaran fasilitas kredit yang telah di gunakan dan bunga kredit yang terus berjalan, maka pada tanggal 02 Juni 2022 Penggugat memohonkan surat Nomor 01/PJ/VI/2022 tentang dukungan keringanan bunga Bank BJB, kepada Tergugat I.
Atas surat permohonan tersebut, Tergugat I membalas dengan surat Nomor 900/623/DPUTR tentang konfirmasi pembayaran termin dan permohonan keringanan pembayaran kredit CV.Paratama Jaya, namun dalam surat tersebut tergugat I hanya menjawab akan mengupayakan pembayaran pada bulan Juni 2023, namun sampai lewat bulan belum juga terealisasi.
Bahwa pada 6 Juni 2022, Turut Tergugat II kembali mengirimkan surat Nomor :0158/RAN-KOM/M/2022 kepada Tergugat I perihal konfirmasi Pembayaran Termin Proyek CV. Pratama Jaya, namun pihak tergugat I tidak bisa memberikan kepastian kapan dibayarnya hasil pekerjaan penggugat, sehingga bunga kredit terus berjalan.
“Atas gagal bayar oleh tergugat I, pada tanggal 16 November 2022 Turut Tergugat I melaporkan Penggugat lewat Laporan Polisi Nomor :LP/B/552/XI/2022/SPKT III. DITRESKRIMUM/POLDA BANTEN atas dugaan tindak pidana Penipuan dan penggelapan sebagaimana dimaksud pasal 372 dan pasal 378 KUHPidana di Polda Banten,” ungkapnya.
Kemudian, pada 6 Desember 2022, Tergugat I dan Tergugat II, membayarkan uang sejumlah Rp2.136.449.306 kepada penggugat sebagai pembayaran pekerjaan proyek tersebut.
“Pembayaran pekerjaan tersebut, memakan waktu sampai dengan sekurang-kurangnya 1 tahun,
dimana keterlambatan pembayaran tersebut mengakibatkan penggugat membayar bunga keterlambatan dan denda pembayaran fasilitas kredit standby loan,” tuturnya.
Adapun pembayaran pekerjaan oleh Tergugat I dan Tergugat II, Penggugat tetap harus membayar denda akibat keterlambatan pembayaran Turut Tergugat I dan Turut Tergugat II.
“Tergugat III (Walikota Cilegon) sebagai pimpinan dan penanggungjawab penyelenggaraan pemerintahan daerah, seharusnya membuat suatu kebijakan anggaran yang solutif sehingga dapat menyelesaikan perkara ini tanpa menimbulkan kerugian kepada penggugat,” ungkapnya.
Denda keterlambatan yang ditanggung oleh Penggugat dari Turut tergugat I, ialah 0,1 persen per hari dari total sisa tagihan sebesar Rp480.945.000 pada saat jatuh tempo.
“Jika di hitung pertanggal 7 November 2023 sudah 676 hari di kali denda 0,1 persen atau Rp482.945 per hari, maka denda yang harus dibayar oleh penggugat ialah Rp.324.814.620,” ungkapnya.
Bahwa akibat gagal bayar proyek pekerjaan tersebut, penggugat harus menanggung denda berupa bunga keterlambatan dari Turut Tergugat II sebesar Rp259.331.928 sebagaimana surat dari Turut tergugat II Nomor: 0501/RAN-KOM/2022 tentang Informasi Fasilitas kredit KMKK-Stand By Loan CV. Pratama Jaya Tertanggal 14 November 2022.
Selain kerugian materil, Penggugat juga menderita kerugian immateril atas pikiran, waktu, tenaga serta manfaat yang mungkin diterima, yang jika di materialisasikan sejumlah Rp1.257.500.000.
“Total kerugian materil dan immateril yang diderita oleh klien kami iyalah sebesar Rp.1.841.646.548. Bahwa selain kerugian materil dan kerugian immateril klien kami juga mengalami kerugian Moratoir sebesar 6 persen Per tahun dari Nilai Kontrak setelah PPn yaitu sebesar Rp2.136.449.306 yaitu sebesar Rp128.186.958. Dari uraian ini, Tergugat I, Tergugat II dan Tergugat III, telah nyata dan terbukti melakukan perbuatan ingkar janji (wanprestasi),” ungkapnya.
Dengan tidak dilaksanakannya prestasi atas kewajibannya sesuai dengan perjanjian/kontrak yang disepakati, maka Tergugat 1, Tergugat II dan Tergugat III, telah layak dan patut secara hukum untuk dinyatakan telah melakukan Perbuatan Wanprestasi.
“Akibat dari perbuatan wanprestasi atau ingkar janji pihak yang lalai harus memberikan penggantian berupa biaya kerugian dan bunga, akibat atau sanksi dari perbuatan wanprestasi termuat dalam pasal 1239 KUHPerdata yang menerangkan bahwa tiap perikatan untuk berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu, wajib diselesaikan dengan memberikan pergantian biaya, kerugian dan bunga,” tandasnya. (LUK)
Tinggalkan Balasan