CILEGON, BANPOS – Warga Medaksa Sebrang, Kelurahan Tamansari, Kecamatan Pulomerak, Kota Cilegon terlibat cekcok dengan anggota DPRD Kota Cilegon, Rabu (27/12).
Aksi cekcok itu terjadi saat warga Medaksa bersama Komisi I dan Komisi III sedang melakukan rapat dengar pendapat (RDP) persoalan sengketa lahan di lingkungan Medaksa Sebrang.
Perwakilan Tokoh Masyarakat Medaksa Sebrang, Ali Rusdin mengatakan bahwa warga sempat bersitegang dengan anggota dewan hingga mereka diminta untuk keluar dari ruang rapat.
“Kita disuruh keluar, mereka (anggota dprd-red) pengennya mereka saja yang berbicara, masyarakatnya selalu dipotong pembicaraannya, tidak dianggap, makanya disuruh keluar,” ungkapnya saat ditemui di DPRD Cilegon, Rabu (27/12).
Kemudian Ali Rusdin menyampaikan pada saat pembahasan terkait sengketa lahan yang ada di Medaksa. Perwakilan dari bidang aset Pemkot Cilegon menerangkan bahwa tanah yang ditempati warga Medaksa sudah masuk dalam daftar aset Pemkot. “Sedangkan di notulen lahan itu HPL (hak pengelolaan atas tanah-red) sudah diserahkan kepada pusat,” terangnya.
Pihak Pemkot, kata Ali, mengaku bahwa tanah yang ditempati oleh warga Medaksa dari puluhan tahun itu sudah menjadi aset Pemkot Cilegon. “Mereka mengatakan bahwa tanah itu sudah menjadi aset milik pemkot berdasarkan HPL 1992, sedangkan HPL nomor 9 tahun 2019 atas nama Pelindo 2 belum atas nama pemkot,” tuturnya.
Secara tegas, warga Medaksa menolak dilakukan pengukuran lahan oleh Pemkot Kota Cilegon. Menurut mereka apabila lahan tersebut diukur, maka warga setempat berpotensi terusir dari lahan yang telah mereka gunakan sejak puluhan tahun. “Kita menolak, saya tidak setuju. Kalo diukur nanti jadi sertifikat pemda, mau jadi apa kita, mau tinggal dimana kita,” katanya.
Sementara itu, Ketua Komisi I DPRD Cilegon, Masduki mengatakan insiden yang terjadi merupakan hal wajar. “Yah inilah demokrasi, hebatnya masyarakat hari ini kan begitu, jadi tidak terbungkam lagi untuk mengemukakan pendapat, maka menjadi suatu kewajaran ketika misalkan apa yang posisioningnya apa yang diharapkan itu tidak sesuai dengan harapannya,” ungkapnya.
Menurut Masduki, apa yang dilakukan oleh anggota DPRD yaitu bagaimana mengurai persoalan yang terjadi di masyarakat. “Bagi saya ini wajar-wajar saja, kami di DPRD dalam konteks ini adalah bagaimana mampu mengurai persoalan benang kusut ini supaya memang menjadi terang-benderang,” ungkapnya.
Setelah bersitegang, kemudian sejumlah perwakilan dari masyarakat diajak mediasi di ruang Komisi I DPRD Cilegon. Dalam mediasi itu, kata dia, ada beberapa kesimpulan yang bisa dicerna dari apa yang disampaikan oleh perwakilan masyarakat. “Mereka menyimpulkan kalau diukur selesai dong, perjuangan kita bicara selesai itu dalam arti kata mana bicaranya yang mereka tuntutkan proses pengelolaan hak dari warga ke Pelindo, karena awalnya bukan lahan kosong,” katanya.
Berdasarkan pernyataan warga, kata dia, lahan yang ditempati warga Medaksa dulunya lahan kosong. Kemudian ditempati oleh warga dari puluhan tahun hingga saat ini.
Diketahui lahan tersebut merupakan lahan milik Pelindo 2, yang kabarnya telah dijual ke Pemkot Cilegon. Namun ternyata sampai saat ini, lahan tersebut masih milik PT. Pelindo 2 dan bukan aset milik Pemkot Cilegon. Warga meminta ganti rugi apabila lahan tersebut dilakukan proses jual beli dari Pelindo ke Pemkot Cilegon. (LUK)
Tinggalkan Balasan