Aroma Upeti di DPRD Lebak

LEBAK, BANPOS – Sebagai lembaga legislatif yang merupakan representasi demokrasi, Dewan Perwakilan Daerah (DPRD) dituntut dapat mewakili rakyat untuk mengontrol pemerintahan dalam membuat kebijakan maupun menjalankan pembangunan. Pada praktiknya, banyak oknum anggota DPRD yang justru memanfaatkan jabatannya demi meraih keuntungan pribadi.

Seperti yang terjadi di DPRD Kabupaten Lebak, sejumlah oknum anggotanya disinyalir memanfaatkan jabatannya untuk ‘memetik upeti’ kepada organisasi perangkat daerah (OPD) yang ada di wilayah itu. Beragam modus pun disinyalir jadi alat untuk meraih keuntungan dari Lembaga eksekutif.

Seorang sumber BANPOS dari salah satu OPD, mengakui harus menyetor upeti kepada sejumlah oknum anggota DPRD Lebak saat melakukan rapat dengan DPRD Lebak. Rapat yang dilakukan pun beragam, mulai dari rapat paripurna, rapat pembahasan anggaran hingga pembahasan peraturan daerah (Perda).

Sumber itu menjelaskan, anggota dewan yang terlibat dalam momen-momen tersebut senantiasa meminta ‘jatah’ terhadap dinas-dinas yang terkait dengan rapat yang diagendakan. Besarannya tergantung dari skala isu yang dirapatkan maupun seberapa ‘gemuk” dinas yang diundang rapat.

“Ya begitulah (minta jatah), di momen-momen tertentu dan tergantung dinasnya (Besaran permintaannya, red),” kata dia kepada BANPOS.

Sumber itu juga mengungkapkan, secara pribadi dia pernah mengalami sendiri kena upeti dari oknum anggota dewan. Upeti diminta dalam rangka memperlancar pembahasan sebuah perda yang dalam prosesnya membutuhkan banyak sekali rapat, dari mulai perncanaan hingga pengesahan perda.

“Pengalaman kemarin begitu, yang gila lagi kalo ngebahas perda, padahal itu kan untuk masyarakat,” sesalnya.

Ia menerangkan, jumlah yang dimintapun tidak sedikit. Meski tidak merinci jumlah pastinya, namun dia membenarkan Ketika BANPOS menyebut angka diatas Rp10 juta.

“Ya sekita sekitar segitulah (Rp10 juta lebih). Tadi juga diminta lagi iuran untuk dewan (DPRD). Iuran dari setiap bidang-bidang,” tandasnya.

Sumber lain dari OPD lain di Pemkab Lebak, juga membenarkan fenomena upeeti itu. Menurut pengakuannya, hal itu kerap terjadi dalam setiap momen yang melibatkan instansi daerah dengan DPRD Lebak.

“Iya biasa begitu. Bosen saya mah,” singkatnya.

Pejabat lain juga menyebutkan kini kebanyakan OPD di Kabupaten Lebak enggan Menyusun perda. Karena, penyusunan regulasi daerah itu kerap menyulitkan OPD itu sendiri karena harus memenuhi permintaan oknum anggota dewan yang sebenarnya tidak ada dalam ketentuan.

“Iya ini seolah membuat kita kesulitan, makanya kami jarang sekali menerbitkan peraturan daerah,” terangnya.

Sementara itu, BANPOS mencoba melakukan upaya konfirmasi kepada Ketua DPRD Lebak, M Agil Zulfikar. Sejak Senin (29/4) hingga Selasa (7/5) dirinya tidak memberikan respon. Bahkan, saat BANPOS mencoba menemuinya langsung di Kantor DPRD Lebak, ia sedang tidak ada di ruangannya.

“Lagi kunjungan keluar, enggak tahu kemananya,” kata salah seorang staf di ruang kerja Agil.

Selain itu, BANPOS juga menghubungi Ketua Bapemperda DPRD Lebak, Peri Purnama. Sejak 30 April lalu hingga berita ini ditulis, ia tidak memberikan jawaban.(MYU/DZH)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *