JAKARTA, BANPOS – Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menilai Indonesia dapat menjadi pemimpin ekonomi digital di Asia Tenggara. Namun, diperlukan kolaborasi yang baik antara pemangku kebijakan dan pemangku kepentingan, yang perlu segera dibahas.
Hal itu disampaikan oleh peneliti muda CIPS, Muhammad Nidhal, dalam rilis yang diterima BANPOS pada Selasa (2/7). Ia mengatakan, percepatan pertumbuhan ekonomi digital Indonesia akan bergantung pada adanya rangkaian kebijakan yang efektif dan berorientasi masa depan.
Selain itu, dibutuhkan pendekatan kolaboratif yang memanfaatkan keahlian pemangku kepentingan dari berbagai latar belakang untuk menghadapi lanskap digital yang berubah cepat.
“Dalam kurun waktu 10 tahun, ekonomi digital Indonesia mengalami peningkatan sangat signifikan sekaligus yang paling cepat di Asia Tenggara. Untuk dapat memanfaatkan seluruh potensinya, diperlukan strategi multisektoral yang terarah di tingkat nasional,” ujarnya.
Agar dapat memuluskan adopsi teknologi digital, mutlak diperlukan pembangunan infrastruktur pendukung yang kuat. Diperlukan juga investasi strategis untuk menumbuhkan inovasi serta mendorong pengembangan ekosistem digital.
Selain itu juga penting untuk memastikan adanya rangkaian kebijakan yang berorientasi masa depan, yang dapat menciptakan lingkungan yang kondusif bagi inovasi serta kewirausahaan.
“Keberhasilan strategi ini akan sangat bergantung pada kolaborasi antara para pembuat kebijakan, bisnis dan masyarakat sipil. Dialog multiperspektif yang mengikutsertakan berbagai pemangku kepentingan juga krusial dalam menyiapkan sekaligus memitigasi berbagai resiko dari kebaruan bisnis dan teknologi baru,” tuturnya.
Digiweek 2024 yang akan dilangsungkan pada 15-19 Juli 2024 merupakan salah satu ruang yang mempertemukan berbagai pemangku kepentingan di bidang digital dalam diskusi yang didedikasikan untuk membentuk ekosistem digital Indonesia yang bertanggung jawab dan inklusif.
Para pembuat kebijakan di Indonesia pun menurutnya, harus mampu bekerja tidak saja dengan menggunakan instrumen tradisional, tetapi juga perlu mengadopsi pendekatan inovatif dalam pembuatan kebijakan.
“Diperlukan adanya pendekatan yang melibatkan proses penelitian, teknologi, tata kelola, dan pengembangan kebijakan di seluruh sektor digital Indonesia yang sedang berkembang sedemikian pesat,” katanya.
Menurutnya, diperlukan juga pembahasan mengenai contoh-contoh praktis dari praktik-praktik terbaik internasional mengenai strategi pembuatan kebijakan yang inovatif dan berkelanjutan.
“Di antaranya adalah pendekatan koregulasi atau pengaturan bersama yang melibatkan baik pemerintah maupun pemangku kepentingan dari industri, serta penggunaan pendekatan regulatory sandbox dimana teknologi baru dan kebaruan model bisnis dapat diuji dalam lingkungan yang terkendali dan aman,” jelasnya.
Selain itu, diperlukan juga pusat-pusat inovasi, ruang yang didedikasikan bagi kolaborasi dan percepatan inovasi, serta penggunaan teknologi pendukung untuk menyederhanakan proses pembuatan regulasi.
“Dengan menjajaki strategi-strategi ini dan dengan mendorong tumbuhnya budaya kebijakan inovatif, Indonesia akan dapat sepenuhnya mengoptimalkan potensi ekonomi digitalnya dan memperkuat posisinya sebagai pemimpin digital di Asia Tenggara,” tandasnya. (DZH)
Tinggalkan Balasan