JAKARTA, BANPOS – Jaringan Tenaga Kesehatan (Jarnakes) mengkritisi penanganan Covid-19 yang dilakukan oleh pemerintah. Dalam rangkuman data RS pemerintah yang menangani COVID-19, misalnya di RSDC Wisma Atlet, laporan nakes yang terinfeksi berjumlah 4-5 dalam sehari. Rasio perawat dan jumlah pasien juga sudah melebihi kewajaran yaitu 2:70. Artinya, 1 perawat harus merawat 70 pasien. Disisi lain, rasio tenaga dokter dengan pasien 1:300, yang berarti seorang dokter harus melayani 300 pasien.
Dalam beberapa hari terakhir, Jarnakes menerima laporan kematian setiap harinya baik dari tenaga kesehatan maupun pasien. Sementara, bagi para tenaga kesehatan yang bekerja saat ini, mengalami tunggakan insentif yang berlapis-lapis sejak september 2020-Juni 2021. Negara terus menyisakan tunggakan insentif para nakes dari pusat hingga daerah.
“Sejumlah ketimpangan ini terjadi akibat pengabaian negara terhadap kesehatan publik dan hak-hak tenaga kesehatan,” ujar Ns. Fentia Budiman yang juga merupakan Jubir Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA) melalui rilis yang didapat oleh BANPOS.
Jarnakes menyatakan sikap kepada pemerintah untuk, menseriusi penanganan pandemik, dengan memberlakukan testing-tracing-treatment-isolasi. Selain itu, harus menentukan kebijakan yang berlandaskan pada pendapat, hasil riset ahli dan praktisi kesehatan seperti dokter, epidemiolog dan tenaga kesehatan lainnya.
“Kebijakan pemberlakuan PPKM harus disinergikan dengan kebutuhan ekonomi warga negara akibat situasi pandemik, seperti pemberlakuan dapur darurat bagi warga yang isoman, sembako gratis selama masa pandemi,” ujar Fentia.
Ia juga menyatakan, harus ada ketegasan untuk menghentikan semua kerumunan publik tanpa terkecuali.
“Selain itu, negara harus membayar semua tunggakan insentif nakes sejak tahun 2020 sampai saat ini, tanpa terkecuali,” lanjutnya.
Terkait alat perlindungan diri (APD), ia menegaskan bahwa negara harus menyediakan APD, akomodasi, bagi nakes hingga shelter isolasi/RS rawatan yang gratis bagi nakes yang terinfeksi Covid-19.
“Negara juga harus mempercepat proses vaksinasi dari pusat hingga ke daerah, dengan tanpa birokrasi yang berbelit-belit,” paparnya.
Menurutnya, berdasarkan hasil penelusuran tim LaporCovid19 di media sosial Twitter, berita online, dan laporan langsung warga ke LaporCovid-19, sedikitnya 269 korban jiwa meninggal dunia positif COVID-19 di saat isolasi mandiri (isoman).
Penambahan jumlah kasus COVID-19 tidak serta merta terjadi. Terdapat sejumlah faktor yang menjadi penyebabnya, salah duanya adalah kelemahan dalam penanganan pandemi dan ketidakdisiplinan masyarakat.
“Keterangan pejabat Pemerintah yang saling bertentangan dan simpang siurnya informasi turut menyumbang menurunnya kepercayaan masyarakat yang berujung pada tindak pengabaian dan tidak disiplin,” ujarnya.
Ia menyatakan, ketidakseriusan negara dalam penanganan pandemi juga mengakibatkan sejumlah fasilitas kesehatan kolaps. Jumlah keterisian tempat tidur rumah sakit penuh. Sementara jumlah tenaga kesehatan tidak berimbang dengan banyaknya pasien, sehingga mengalami kelelahan dan terinfeksi.
“Pasien-pasien kesulitan mengakses rumah sakit dan meninggal tanpa penanganan. Sejumlah fasilitas kesehatan di Indonesia kolaps menghadapi pandemi,” tandasnya.(PBN)
Tinggalkan Balasan