Pesan dari Garda Depan

TENAGA kesehatan (Nakes) menjadi garda terdepan dalam peperangan melawan Covid-19. Banyak dari mereka berguguran, sakit, ikut terpapar virus, hingga meninggal dunia. Di sisi lain mereka terkesan berjuang sendirian, karena protokol kesehatan banyak tak diindahkan.

Ketua Pelaksana Harian Mitigasi Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Dr. Mahesa Paranadipa mengungkapkan, hingga akhir pekan lalu, sebanyak 545 orang dokter di Indonesia meninggal dunia akibat covid-19. Bahkan, sampai pertengahan Juli ini, jumlah nakes yang wafat telah menyamai jumlah total nakes yang meninggal di bulan sebelumnya.

“Kalau melihat data kematian dokter saja sebaran per bulan, untuk bulan Juli ini angkanya sudah melebihi 100 persen dari jumlah kematian bulan Juni lalu. Total kematian dokter saat ini 545 sejawat dokter (per 17 Juli 2021),” ungkap dia dalam Diskusi Media via daring bertajuk “Update kondisi Dokter dan Strategi Upaya Mitigasi Resiko mencegah Kolapsnya Fasilitas Kesehatan”, Minggu.

Dari angka ini berdasarkan wilayah, dokter di wilayah Jawa Timur yang menempati posisi tertinggi dengan total 110 orang, DKI Jakarta (83), Jawa Tengah (81), Jawa Barat (76) dan Sumatera Utara (38).

Berdasarkan jenis kelamin, dokter laki-laki yang paling banyak meregang nyawa dengan total 84 persen atau 453 orang. Menurut Mahesa, hal ini mengingat tugas-tugas yang banyak dikerjakan sejawat dokter laki-laki di area isolasi COVID-19 walaupun memang banyak juga dokter perempuan yang bertugas.

Sementara dari sisi spesialisasi, dokter umum menempati urutan tertinggi dari total kematian yakni 292 orang, lalu spesialis (241 dokter) yang meliputi spesialis kandungan dan kebidanan, spesialis penyakit dalam, spesialis anak, bedah, anestesi dan THT-KL.

Di sisi lain, data dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) per 18 Juli 2021 menunjukkan sekitar 7.392 perawat yang terkonfirmasi positif, suspek sebanyak 309, dan mereka yang gugur sebanyak 445 teman perawat.

Mahesa lalu menyoroti kondisi melonjaknya pasien COVID-19 beberapa waktu terakhir sehingga menyebabkan tenaga kesehatan mendapatkan beban kerja berlebihan. Hal ini dia khawatirkan memunculkan potensi kelelahan pada tenaga kesehatan, yang berimbas pada menurunnya imunitas mereka.

“Kami, Tim Mitigasi PB IDI sudah memberikan pedoman terkait perlindungan dokter. Hanya memang, walaupun sudah sebagian besar tenaga dokter divaksinasi sampai suntikan kedua, namun karena lonjakan pasien yang cukup tinggi menyebabkan overload beban kerja,” kata dia.

Oleh karena itu, untuk mengantisipasi kondisi ini, menurut dia, harus tetap ada edukasi pada masyarakat untuk patuh menerapkan protokol kesehatan (menggunakan masker, mencuci tangan, menjaga jarak, membatasi mobilisasi dan menghindari kerumunan).

Di sisi lain, Tim Mitigasi IDI percaya pemerintah mengambil kebijakan untuk tetap melindungi dan menyelamatkan seluruh rakyat.

“Kami mohon kerja sama seluruh pihak untuk sama-sama menjadikan pertarungan melawan pandemi ini pertarungan bersama agar kasus-kasus bisa kita tekan,” demikian tutur Mahesa.

Ketika pandemi melanda, kabar duka memang menyedihkan ketika datang dari mereka para nakes. Karena mereka adalah perisai pertama yang menyelamatkan kehidupan ketika ancaman Covid-19 datang. Profesi mereka sebagai nakes, tak bisa menghindarkan mereka dari kontak dengan pasien-pasien yang terkonfirmasi mengidap virus Covid-19 di tubuhnya.

Semakin banyak yang gugur, semakin berkurang juga ‘pasukan’ yang bertempur di garda terdepan. Musuh pun lebih leluasa ‘menyerang’.

Pekan lalu, tepatnya Rabu 14 Juli 2021, tepatnya pukul 05.34 WIB. Kepala Bidang Penunjang Medis pada RSUD Berkah Pandeglang, dr. Edwin Afrian meninggal dunia. Dia wafat setelah menjalani perawatan intensif selama kurang lebih dua hari di Rumah Sakit Persahabatan, Jakarta.

Kabar tersebut dikonfirmasi oleh Ketua Humas RSUD Berkah Pandeglang dr. Achmad Chubaesy Y, dalam release yang disampaikan kepada wartawan.

“Kami keluarga besar RSUD Berkah Pandeglang sangat berduka, dan sangat kehilangan, Dokter Edwin orang baik. Beliau (dr. Edwin-red) meninggal setelah berjuang melawan Covid-19”, ungkap Hubes, Rabu lalu.

Hubes menambahkan, sebelum menghembuskan napas terakhir, dokter Edwin yang juga sebagai pengurus IDI Kabupaten Pandeglang itu, sempat mendapat penanganan intensif selama 3 hari di RSUD Berkah.

“Penanganan intensif telah kami lakukan semaksimal mungkin, sebelum selanjutnya di rujuk ke RS Persahabatan Jakarta. Namun Allah berkehendak lain, salah satu dokter terbaik kita telah meninggal dunia,” tutupnya.

Masih di pekan lalu, Plt Kepala Dinkes Kota Cilegon Dana Sujaksani juga mengungkapkan ada dua nakes di Kota Cilegon yang wafat karena Covid-19. Disamping itu, ada sekitar 20 nakes yang ikut terpapar virus yang pertama ditemukan di Cina itu.

Meski banyak nakes yang terpapar, Dana berkeyakinan, nakes di Kota Cilegon akan terus mengupayakan pelayan kesehatan terhadap masyarakat semaksimal mungkin. “Kita atur, kita manajerial, jangan sampai tugas kita jadi terbengkalai karena kekurangan nakes. Jadi yang ada tetep kita atur tugas pokoknya nanti,” tuturnya.

Sementara, Pelaksana tugas (Plt) Direktur RSUD Cilegon, Ujang Iing mengungkapkan kondisi terkini di RS yang dipimpinnya. Mnurutnya, ada 29 orang, terdiri dari tiga orang dokter dan perawat, bidan hingga fisiotherapis sampai saat ini mereka masih menjalani isolasi mandiri, sebagian lainnya menjalani perawatan.

“Saat ini kami membutuhkan sukarelawan tenaga kesehatan,” jelas Pelaksana tugas (Plt) Direktur RSUD Cilegon, Ujang Iing.

Ditambahkan Ujang Iing, relawan nakes nantinya diharapkan bisa membantu menangani perawatan Covid-19 di rumah sakit, dia pun berharap nakes sukarela berasal dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan perawat.

Di Kabupaten Lebak, sepanjang Juni lalu saja ada ratusan nakes yang ikut terpapar Covid-19. Bahkan, Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Kabupaten Lebak, pada pekan terakhir Juni tercatat 181 nakes positif ikut terkonfirmasi Covid-19. Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Lebak, Triatno Supiyono mengatakan, nakes yang tertular Covid-19 tersebut tersebar di sejumlah puskesmas.

“Paling banyak seperti di Puskesmas Maja dan Rangkasbitung masing-masing 32 orang, Cihara 31 orang dan Mandala 10 orang,” kata Triatno awal Juli lalu.

Opidemiologi Kemeterian Kesehatan (Kemenkes) RI, Masdalina Pane menyatakan, kebanyakan nakes terinfeksi vaksin bukan karena mereka abai protokol kesehatan atau kelelahan. Menurutnya, mayoritas tenaga kesehatan telah dilindungi alat perlindungan diri (APD) terbaik.

“Justru banyak nakes terpapar karena berhadapan dengan pasien covid-19 yang tidak jujur. Mereka tidak mengakui terkena covid-19 sehingga nakes mudah terpapar,” kata Masdalina dalam Diskusi Virtual Polemik Ketimpangan Vaksin yang digelar Disasterchannel.co, akhir pekan lalu.

Untuk mengantisipasi terus bertumbangannya nakes, Masdalina menekankan pentingnya program vaksinasi yang tengah digencarkan pemerintah. Menurutnya, meski nakes yang divaksin jumlahnya sudah lebih dari 95 persen, bukan berarti resiko terpapar Covid-19 hilang. Karena, di luar masih banyak masyarakat yang belum tersentuh vaksin.

“Secara total, di Indonesia pemberian vaksin baru mencapai 40 persen dari jumlah yang ditargetkan. Memang dilematis, karena jumlah vaksinnya sendiri memang terbatas,” kata Masdalina.

Dalam diskusi virtual yang sama, terungkap juga kesadaran masyarakat untuk mendapatkan vaksin juga tergolong masih rendah. Bukan hanya nakes, para relawan yang mendorong pemberian vaksin juga kerap menghadapi kendala ketidakpercayaan masyarakat terhadap vaksin.

Seperti disampaikan anggota Forum Perempuan Pandeglang, Isun Suntiah. Dia kerap mendapatkan penolakan warga ketika berbicara soal vaksin. Bahkan, dia seolah bekerja sendiri saat mensosialisasikan vaksin karena kurang mendapat dukungan dari tokoh masyarakat maupun tokoh agama.

“Seringkali saya dimarahi, dibilang saya kaya menteri kesehatan, seperti bidan atau kepala puskesmas, padahal saya hanya masyarakat kecil yang ingin masyarakat sehat terhindar dari virus,” kata Isun dalam diskusi.

Isun menyayangkan penerimaan warga, karena saat mensosialisasikan soal vaksin, dirinya merasa mengorbankan keselamatan, karena juga terancam terkena virus. Apalagi, dia tinggal di sebuah kawasan wisata yang cukup popiler, yaitu Taman Nasional Ujung Kulon, dimana banyak wisatawan datang tanpa mengindahlan protokol kesehatan.(DZH/MUF/LUK/DHE/ENK)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *