Korban Isoman Melejit, RS Darurat Sulit

MELONJAKNYA jumlah pasien Covid-19 dalam sebulan terakhir, membuat rumah sakit kewalahan karena kapasitasnya sudah tak memungkinkan untuk menambah pasien. Usulan untuk membangun rumah sakit darurat kemudian digulirkan untuk mengantisipasi tingginya angka pasien meninggal dunia saat menjalani isolasi mandiri (Isoman). Namun, masih banyak kendala untuk merealisasikan ide itu.

Untuk menekan angka Bed Occupation Rate (BOR) alias tingkat keterisian tempat tidur di rumah sakit, pemerintah menganjurkan untuk pasien Covid-19 yang belum memerlukan penanganan medis, agar melakukan Isoman di rumahnya masing-masing. Namun, pada kenyataannya, banyak pasien yang meninggal dunia saat menjalani Isoman.

Di Kota Cilegon, dari 314 orang yang meninggal dunia karena Covid-19, ada 43 orang yang menjadi korban virus ketika sedang menjalani isoman. Mayoritas korban adalah warga yang belum menjalani vaksinasi covid-19.

Hal itu disampaikan Walikota Cilegon, Helldy Agustian melalui media sosialnya. Helldy mengungkapkan, data itu ia peroleh berdasarkan analisa pusat pengendalian operasional Covid-19 Kota Cilegon.

“Dari mereka yang meninggal saat menjalani isoman, yang sudah mendapatkan vaksin hanya 3,18 persen. Sementara kematian akibat Covid-19 yang belum divaksin sangat drastis yakni 96,82 persen,” tuturnya.

Sementara berdasarkan tempat atau rujukan, lanjut Helldy, warga yang meninggal di rumah sakit sebanyak 271 orang, sementara orang yang meninggal akibat Covid-19 saat melakukan isolasi mandiri ada sebanyak 43 orang.

“Perkembangan Covid-19 di Kota Cilegon, bahwa tren kesembuhan meningkat 85,52 persen, sementara tren kematiannya 3,18 persen, turun menjadi 2,97 persen, tentunya hal ini menjadi perhatian buat kita semuanya,” terangnya.

Dengan melihat data kematian akibat Covid-19 mayoritas belum divaksin, kata dia, Pemerintah Kota (Pemkot) Cilegon mengimbau kepada masyarakat Kota Cilegon agar ikut vaksinasi Covid-19.

“Bila melihat jumlah yang meninggal yang belum divaksin itu tinggi sekali, kami menganjurkan kepada masyarakat Kota Cilegon untuk datang ke Puskesmas terdekat untuk vaksinasi Covid-19,” katanya.

“Kami juga bekerjasama dengan Forkorpimda dibantu dengan Polres dan Kodim serta Kejaksaan Cilegon untuk melakukan vaksinasi. Bila kami mengadakan kembali mengajak masyarakat Cilegon untuk bersama-sama datang untuk vaksinasi Covid-19,” sambungnya.

Dia juga mengimbau kepada masyarakat agar selalu mematuhi protokol kesehatan jika melakukan aktivitas diluar rumah.

Pihaknya juga mengakui kondisi RS di Cilegon penuh akibat membeludaknya pasien COVID-19. Data 3 hari belakangan, kasus positif COVID-19 tak kurang dari 150 orang. Akibat penuhnya RS oleh pasien Covid-19, RSUD Cilegon mendirikan tenda darurat yang dipergunakan untuk merawat pasien yang belum bisa masuk ruangan.

“Ada 1 tenda darurat yang kami dirikan, karena di ruangan IGD (Instalasi Gawat Darurat) penuh oleh pasien status positif (Covid-19). Untuk pasien tidak positif justru masuk dalam jalur pasien positif. Jadi, kita dirikan tenda tersebut untuk pasien noncovid-19,” kata Faruk, Kamis (22/7).

Kata Faruk didirikannya tenda darurat tersebut merupakan arahan Walikota Cilegon Helldy Agustian dalam percepatan penanganan Covid-19 di Kota Cilegon.

Tenda darurat dapat menampung 6 orang pasien. Sejauh ini, pihaknya masih mencari solusi terkait tenaga kesehatan yang melayani pasien Non Covid-19 di tenda tersebut. Karena puluhan nakes di RSUD terpapar Covid-19.

“Kebutuhan tim medis untuk tenda darurat ini 17 orang perawat, sampai saat ini kan 48 nakes dan dokter di rumah sakit menjalani isolasi mandiri (isoman) akibat terserang Covid-19. Nah itu yang sedang kami (RSUD) pikirkan sekarang. Bagaimana bisa menempatkan para nakes dan dokter di tenda darurat ini. Karena, kita buka pendaftaran relawan nakes,” tuturnya.

Berdasarkan catatan relawan LaporCovid-19 secara nasional, angka kematian pasien isoman dan di luar rumah sakit ada 2.313 orang. Jika merunut pada data LaporCovid-19, kematian warga Cilegon positif COVID-19 saat isoman merupakan yang tertinggi di Banten.

Bukan hanya di Kota Cilegon, lonjakan kasus positif Covid-19 juga terjadi di Kabupaten Serang. Keterbatasan sarana dan prasarana dalam penanganan Covid-19 yang semakin meluas, membuat Pemkab Serang kewalahan. Karenanya, Pemkab meminta kepada Gubernur Banten untuk segera membuka rumah sakit darurat.

“Satu hal yang penting, saya mohon ke Gubernur Banten segera bangun rumah sakit lapangan bukan rumah singgah,” ujar Wakil Bupati (Wabup) Serang, Pandji Tirtayasa, Kamis (15/7).

Wakil ketua Satgas Covid-19 Kabupaten Serang ini mengatakan, usulan dibangunnya rumah sakit darurat karena sekarang warga terpapar Covid-19 yang terdata dengan yang tidak terdata lebih besar yang tidak terdata di lapangan. Dia merinci, jika satu desa kisarannya antara 10 sampai 40 warga, diambil rata-rata 20 warga dan dikalikan 326 desa, maka sebanyak 6.000 warga terpapar Covid-19 yang melakukan Isolasi mandiri (Isoman).

“Isoman untuk yang kadar ringan ke bawah, kalau seandainya tingkat penyakit sudah menengah keatas, sudah bukan Isoman, harus dirawat. Makanya ketika dia Isoman kemudian terjadi tren penurunan kesehatan, harus dirawat ke RS apabila saturasi tubuh sudah dibawah 90 dalam kondisi berat membutuhkan oksigen,” jelasnya.

Oleh karena itu, ia memohon pada Gubernur Banten Wahidin Halim, agar segera dibuka RS darurat. Sehingga ribuan warganya yang Isoman di desa, ketika kondisi kesehatannya semakin menurun, masih bisa dilayani oleh RS darurat.

“Karena apa, dibawa ke puskesmas tidak bisa, dibawa ke RS overload. RS kita untuk persalinan poli bersalin sudah ditutup karena 32 nakes bersalin diantaranya 29 sedang Isoman, sisa 3 orang,” ungkapnya.

Pandji merinci, untuk Poli lainnya pun para dokter sudah terpapar, diantaranya 200 tenaga kesehatan (nakes) di Rumah Sakit dr Drajat Prawiranegara (RSDP) menjalani isoman. Ia menyebut pasien semakin deras dari yang sebelumnya melakukan Isoman, derajat kesehatan semakin menurun dan terpaksa ketika diukur saturasi hanya 60 sampai 70.

“Dalam kondisi parah, RS sudah tidak bisa menampung. Puskesmas juga sama, satu Puskesmas yang isoman 15 sampai 20 kalau ditata rata-rata 15 kali 3 sebanyak 1.500 nakes yang isoman,” tuturnya.

Dengan dibangunnya RS darurat yang bisa menampung 1.000 sampai 2.000 kasus berat itu, perlu diadakan. Kata dia, apabila sampai dengan akhir masa PPKM darurat yaitu tanggal 20 Juli tidak ada tren penurunan angka, harus ada RS darurat.

“Harus dibuat, makanya saya minta ke Gubernur, kalau sampai tanggal 20 Juli tidak ada tren penurunan angka kesakitan Covid-19, Gubernur harus segera ambil langkah dengan membangun RS darurat,” tandasnya.

Senada disampaikan juru bicara Satgas Covid-19 Kabupaten Serang, drg Agus Sukmayadi. Ia mengatakan bahwa urgensi dibentuknya RS darurat ini dirasa sangat penting dan perlu.

“Sangat penting dan perlu disampaikan ke Provinsi Banten. Karena Fasilitas kesehatan di wilayah Serang, Kota Serang dan Cilegon sudah overload. Tidak bisa lagi menampung pasien positif Covid-19 dengan gejala berat,” ucapnya.

Ia berharap pihak Pemprov Banten dapat sesegera mungkin menyiapkan sejumlah lokasi baik lapangan atau gedung untuk digunakan sebagai RS darurat. Diperlukan peran dari Provinsi Banten untuk menanggulangi pasien Covid-19 dengan gejala berat.

“Penentunya oleh Provinsi Banten, kami menunggu hasil dari Pemprov Banten (untuk RS darurat),” tandasnya.

Ketika dikonfirmasi, Gubernur Banten Wahidin Halim (WH) mengungkapkan rencana pembangunan rumah sakit darurat Covid-19 masih sulit direaliasikan. Menurutunya, untuk mendirikan RS darurat pihaknya masih terkendala keterbatasan tenaga kesehatan, khususnya dokter spesialis paru.

“Untuk rumah sakit darurat, kita sudah berulangkali ungkapkan permasalahan kita adalah terbentur pada persoalan tenaga kesehatan, khususnya dokter paru,” kata WH Jumat pekan lalu.

Pernyataan WH tersebut menjawab usulan sejumlah pihak kepadanya untuk mendirikan rumah sakit darurat Covid-19 di Provinsi Banten.

“Mendirikan rumah sakit termasuk rumah sakit darurat Covid-19 terbentur ketersediaan tenaga kesehatan khususnya dokter spesialis karena ini faktor penting,” terangnya.

Menurut dia, mendirikan rumah sakit tidak semudah seperti mendirikan sebuah klinik kesehatan.

Untuk itu, Ia mengatakan dalam upaya membantu masyarakat yang terkena Covid-19, saat ini pemerintah daerah didukung TNI dan Polri melaksanakan program bantuan sembako dan obat gratis dari pemerintah pusat untuk masyarakat yang sedang melakukan isolasi mandiri.

“Tiga macam paket obat Covid-19 itu didistribusikan oleh Babinsa, Bhabinkamtibmas, dan puskemas kepada warga yang melakukan isolasi mandiri sesuai dengan gejalanya,” katanya.

“Ini salah satu upaya kita untuk mencegah masyarakat berbondong-bondong datang ke rumah sakit,” katanya.

WH juga mengatakan untuk mengurangi tekanan terhadap keterisian tempat tidur rumah sakit serta mencegah warga terkonfirmasi Covid-19 dengan gejala ringan, maka bupati dan walikota mendirikan rumah singgah untuk mencegah penularan dan penyebaran virus corona.(RUS/LUK/ENK)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *