Kasih Foto Ati Pramudji Hastuti Ati Muncul dalam Dakwaan, Sidang Tipikor Masker Dinkes Banten

SERANG, BANPOS – Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinkes Provinsi Banten, Lia Susanti, didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah melakukan manipulasi data harga satuan masker KN-95 pada Rencana Anggaran Biaya (RAB). Hal itu menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp1,680 miliar. Dalam dakwaan tersebut, Kepala Dinkes Provinsi Banten, Ati Pramudji Hastuti, disebut berkali-kali sebagai pihak yang menandatangani dokumen-dokumen.

JPU dalam dakwaannya mengatakan bahwa Lia selaku PPK melakukan manipulasi data harga satuan masker KN-95 pada RAB Belanja Tak Terduga (BTT) Dinkes Provinsi Banten, pada pos pengadaan masker KN-95.

“Khusus untuk item anggaran pengadaan masker KN-95 sebanyak 15.000 buah, dari harga satuan Rp70 ribu per buah menjadi Rp220 ribu per buah,” ujar JPU Herlambang dalam persidangan, Rabu (28/7).

Selanjutnya, JPU menuturkan bahwa Lia memberikan persetujuan atas harga penawaran pengadaan masker KN-95 dengan merk 3M yang ditawarkan oleh PT RAM, tanpa bukti pendukung kewajaran harga berupa dokumen struktur harga penawaran yang relevan.

“(Bukti pendukung kewajaran harga berupa) bukti pembelian dari pabrikan/distributor, kontrak yang pernah dilakukan, harga yang sudah dipublikasikan atau dokumen lain yang dapat dipertanggungjawabkan,” tuturnya.

Selain itu, Lia pun didakwa telah menunjuk dan membuat Surat Perintah Kerja (SPK) kepada PT RAM, padahal PT RAM diketahui tidak mempunyai kualifikasi sebagai penyedia masker KN-95, lantaran bukan pemegang sertifikat distribusi alat kesehatan dari Kemenkes.

“PT RAM bukan penyedia barang yang pernah melaksanakan pekerjaan sejenis dengan pemerintah, PT RAM bukan penyedia dalam e-katalog, PT RAM bukan termasuk pelaku usaha dengan rantai pasokan terdekat serta PT RAM bukan penyedia yang mampu yang sedang bekerja dengan lokasi terdekat atau pelaku usaha lokal,” terangnya.

JPU juga menyampaikan bahwa Lia selaku PPK tidak melaksanakan tugas monitoring pelaksanaan pekerjaan, untuk memastikan kebenaran kewajaran harga dari PT Berkah Mandiri Manunggal (BMM) selaku distributor PT RAM, sehingga terjadi pembayaran harga hasil rekayasa sebesar Rp3 miliar di luar pajak.

“Sedangkan harga yang sebenarnya yaitu Rp1,320 miliar, atau sengaja membuat item harga satuan masker KN-95 lebih mahal daripada harga sebenarnya, sehingga mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp1,680 miliar,” jelasnya.

Di sisi lain, dalam pembacaan terdakwa Lia, JPU pun beberapa kali menyebutkan nama Kepala Dinkes Provinsi Banten, Ati Pramudji Hastuti, sebagai pihak yang menandatangani beberapa dokumen, yang dinilai telah dimanipulasi oleh Lia.

Dokumen tersebut seperti permohonan pengajuan BTT pada 16 Maret 2020 dan dokumen pengajuan BTT tahap 2 dengan dilampirkan RAB yang ditandatangani oleh Ati pada 26 Maret 2020.

Kuasa hukum Lia Susanti, Basuki Utomo, mengatakan bahwa terdapat beberapa hal yang tidak wajar dalam dakwaan tersebut. Maka dari itu, pada sidang selanjutnya pihaknya akan membacakan eksepsi atas dakwaan tersebut.

“Ada hal-hal yang menurut kami tidak wajar dalam dakwaan itu, maka perlu kami kritisi. Kalau ini kan belum masuk ke pokok materi, maka yang akan kami sampaikan adalah formil yang tidak terpenuhi dalam dakwaan,” tandasnya.

Sebelumnya, Rabu (21/7) lalu, Pengadilan Tipikor Serang mulai menyidangkan kasus tindak pidana korupsi pengadaan masker di Dinkes Banten. Ada tiga terdakwa yang dihadapkan kepada majelis khakim, yaitu LS selaku PPK Dinkes, WF dan AS selaku pihak swasta didakwa telah merugikan keuangan negara sebesar Rp1,680 miliar dalam pengadaan masker KN-95 yang bersumber dari Belanja Tak Terduga (BTT) Pemprov Banten.

Dalam dakwaannya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Wahyudin selaku pemilik PT RAM telah melakukan mark up harga pengadaan masker KN-95. Wahyudin pun dalam pelaksanaan pengadaan masker melakukan sub-kontrak dengan PT Berkah Mandiri Manunggal (BMM) senilai Rp1,3 miliar, namun dengan kuitansi sebesar Rp3 miliar.

Selain itu, Wahyudin juga didakwa telah memperkaya diri lantaran adanya pemberian fee dari Agus sebesar Rp200 juta, sebagai imbalan atas pinjam bendera dalam pengambilan proyek pengadaan masker tersebut. Sementara Agus didakwa memperkaya diri dengan mendapatkan keuntungan atas pengadaan masker sebesar Rp1,4 miliar.

Pada situs SIPP Pengadilan Negeri Serang, diketahui bahwa penuntut umum mendakwa ketiganya dengan dakwaan yang sama yakni sebagai yang melakukan atau turut serta melakukan tindak pidana korupsi (Tipikor) pada pengadaan masker.

Terdapat 36 barang bukti yang dilampirkan oleh penuntut umum dalam perkara tersebut. Barang bukti tersebut seperti copy legalisir SP2D, copy legalisir dokumen pembayaran pengadaan masker, copy legalisir Keputusan Gubernur terkait dengan penetapan PPA, KPA dan seterusnya, copy legalisir rekening korang BJB Dinkes Provinsi Banten, copy legalisir SK Kepala Dinkes terkait penunjukkan PPK, PPTK, PJPHP dan PPHP hingga sertifikat kepemilikan yang dijadikan jaminan oleh PT RAM dalam pengembalian kelebihan bayar.(DZH/ENK)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *