SERANG, BANPOS – Kisruh dan kegaduhan pelantikan 128 pejabat eselon III dan IV di lingkungan pemprov yang baru saja dilakukan oleh Gubernur Banten Wahidin Halim (WH) dan wakilnya, Andika Hazrumy (Aa) berbuntut panjang. Kebijakan mereka yang baru saja dilakukan itu akan berujung di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Salah satu lembaga, Aliansi Independen Peduli Publik (ALIPP) menyatakan dengan tegas, segera melaporkan WH-Aa kepada pemerintah pusat. Salah satu alasannya adalah agar keputusan yang diambil oleh pejabat publik dilakukan secara terbuka alias transparan. Dan tidak terulang lagi mengeluarkan kebijakan yang membuat bingung masyarakat.
Pelantikan ratusan pejabat eselon III dan IV yang dilakukan secara tertutup tersebut, ALIPP juga melihat adanya aji mumpung WH selaku gubernur yang akan berakhir masa jabatanya pada Mei 2022 mendatang, atau terhitung Oktober tahun ini, WH dilarang merubah atau merotasi pejabat eselon.
Sesuai Peraturan Mendagri (Permendagri) Nomor 73 tahun 2016 tentang Pendelegasian Wewenang Penandatangani Persetujuan Tertulis untuk Melakukan Penggantian Pejabat di Lingkungan Pemerintah Daerah. Dalam Permendagri itu ditegaskan, bahwa Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang melakukan penggantian pejabat enam bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri.
“Betul, ada satu lagi kesempatan mereka (WH-Andika) lakukan rotasi. Dalam waktu dekat saya akan komunikasi dengan Kemendagri. Sebab jika dibiarkan, seolah kelakuan mereka itu benar,” kata Direktur Eksekutif ALIPP, Uday Suhada saat dihubungi BANPOS, Minggu (14/8).
Namun penempatan jabatan eselon III dan IV yang baru saja terjadi di pemprov, pihaknya melihat indikasi WH tidak melibatkan Aa, sementara Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Balerjakat) yang diketuai oleh Sekda Al Muktabar, didalamnya ada Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Komarudin tidak memainkan peranya. Padahal Baperjakat sangat penting sekali dalam penempatan jabatan seseorang, sehingga kesalahan dan pelanggaran aturan tidak terjadi.
“Saya nggak melihat ada kaitannya dengan Pilkada, sebab masih 3 tahun lagi. Toh Penjabat Gubernur kelak punya hak untuk merombaknya. Saya lebih melihat ini akibat dari one man show WH, yang susah menerima masukan dari orang lain. Kedua, Kepala BKD-nya juga nampak tidak profesional dalam memenej administrasi birokrasi. Apa coba maksudnya, pejabat publik yang harus menjadi pelayan publik, tapi diumpetin. Kan konyol Karena tidak transparan, maka dampaknya ya begitu, cuma katanya dirotasi, tidak jelas,” terangnya.
Uday juga melihat tidak singkronnya penghargaan yang diberikan sejumlah lembaga seperti Komisi Informasi (KI) atas keterbukaan informasi publik kepada WH.
“Ah, KI juga ngaco. Pengelolaan Birokrasi carut marut begitu dianggap transparan. Apa dasar mereka untuk berikan penghargaan itu? Lihat fakta dong, jangan ABS (asal bapak senang),” ungkapnya.
Adapun aturan dilabrak WH menurut Uday diantaranya, Pasal 57 PP Nomor 11 tahun 2017 tentang Manajemen ASN sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 17 tahun 2020 tentang Perubahan PP Nomor 11 tahun 2017 tentang Manajemen ASN.
“Terkait Pasal 57 ini pelantikan tidak didukung dengan bukti, undangan pelantikan kepada masing masing yang bersangkutan ASN yg dilantik, dokumentasi jika itu melalui virtual/zoom, adanya Sumpah Jabatan bagi ASN yang dilantik, dokumen aturan khusus melakukan pelantikan jabatan di saat pandemi Covid-19 khususnya di saat sekarang ini masa PPKM” kata dia.
“Dari 128 yang kemarin dilantik, hanya 2 yang sah, sedangkan 126 tidak sah. Ini serba aneh. Bahkan saya mendapatkan dari ASN di Pemprov Banten, sampai sekarang banyak yang belum mendapatkan SK,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala BKD Provinsi Banten, Komarudin, mengatakan bahwa untuk SK mutasi dan rotasi jabatan baru, sudah diberikan kepada masing-masing OPD baru tempat ASN tersebut berdinas. Hal itu dilakukan lantaran saat ini Pemprov Banten masih menerapkan Work From Home (WFH).
“Sekarang kan lagi WFH, tapi SK setelah pelantikan itu sudah diserahkan ke OPD masing-masing. Jadi memang kalau mau mendapatkan SK langsung ke OPD saja,” ujarnya saat dihubungi melalui sambungan telepon.
Menurutnya, meskipun SK belum diterima oleh pejabat terkait, tidak menggugurkan status hukum SK tersebut. Namun memang, selain menerima SK masih perlu adanya serah terima jabatan.
“Ya berlaku, kan sudah di-SK-kan. Namun memang biasanya perlu waktu untuk melakukan serah terimanya. Bisa sehari, bisa seminggu dari waktu pelantikannya,” ucapnya.
Menurutnya, pelantikan untuk pejabat Eselon III dan IV sudah dilakukan beberapa hari yang lalu. Pelantikan dilaksanakan secara hybrid, yakni ada yang mengikuti secara luring maupun daring.
“Pelantikan sudah kemarin itu. Memang karena sekarang masih PPKM, jadi tidak bisa hadir. Jadi perwakilan saja yang hadir. Sisanya mengikuti melalui zoom meeting,” ucapnya.(RUS/DZH/ENK)
Tinggalkan Balasan