Bolos atau Boikot?

TINDAKAN bolos berjamaah yang dilakukan oleh setengah lebih anggota DPRD Kabupaten Serang pada paripurna persetujuan rancangan RPJMD 2021-2026 kemarin, menyita atensi publik yang cukup besar. Pasalnya, pembahasan RPJMD cukup urgen untuk dilakukan, terlebih di awal periode kepemimpinan Bupati dan Wakil Bupati saat ini.

Alasan yang muncul setelahnya pun dirasa hanya sekadar pembelaan semata. Bahkan muncul isu bahwa bolos berjamaah yang dilakukan oleh para anggota DPRD tersebut dilakukan karena ngambek, tidak kebagian jatah ‘kue’ pemerintahan.

Sekretaris Umum HMI MPO Komisariat Untirta Pakupatan, Ega Mahendra, mengatakan bahwa tindakan yang dilakukan oleh setengah lebih jumlah anggota DPRD Kabupaten Serang yang tidak hadir dalam rapat paripurna RPJMD kemarin, merupakan tindakan yang kekanak-kanakan.

“Jelas itu merupakan tindakan kekanak-kanakan yang dilakukan oleh para anggota DPRD Kabupaten Serang. Entah mereka benar-benar membolos karena tidak mau hadir, atau memang sebagai bentuk protes terhadap kebijakan pimpinan. Tapi tetap saja yang kami lihat mereka kekanak-kanakan dalam berpolitik,” ujarnya.

Ia menjelaskan, jika memang para anggota DPRD Kabupaten Serang yang bolos tersebut ingin memprotes kebijakan, seharusnya dapat dilakukan dalam rapat paripurna. Sebab jika tidak hadir, bagaimana mereka bisa menyampaikan poin-poin yang diprotes.

“Ya kan kalau mereka hadir dalam rapat paripurna, semua protes yang mereka punya bisa disampaikan di sana. Mainkan dinamika forum paripurna. Masih banyak opsi lobi dan segala macamnya kan,” ungkapnya.
Bahkan menurutnya, jika memang protes yang dilakukan oleh mereka sangat urgen untuk dilakukan, para anggota DPRD yang tidak hadir dengan alasan protes kebijakan, dapat melakukan aksi walk out dari sidang paripurna.

“Jika mereka melakukan aksi walk out, sudah pasti rekan-rekan media yang hadir dalam agenda tersebut akan menyoroti persoalan tersebut. Kalau tidak hadir, yang muncul di ruang publik hanya soal bolosnya mereka saja,” tegasnya.

Mengenai alasan yang disampaikan oleh salah satu politisi Partai NasDem, Ahmadi, menurut Ega hal tersebut sangat baik. Namun jika dilakukan dengan cara yang tidak tepat, menurutnya yang mencul justru malah pikiran-pikiran negatif terhadap mereka.

“Pertama, orang-orang pasti berpikiran ini cuma sekadar alasan dari orang yang ketauan bolos. Kedua, bahkan kami berpikir agak lebih jauh, jangan-jangan ini dilakukan karena adanya perebutan porsi kue di pemerintahan? Karena penjelasan dari mereka pun tidak mendetail,” terangnya.

Selain itu, menurutnya peristiwa tersebut pun menggambarkan bagaimana lemahnya fungsi DPRD Kabupaten Serang, dalam mengawal perencanaan pembangunan dari eksekutif. Padahal jika fungsi pengawasan benar-benar dilakukan, tidak mungkin hal-hal seperti tidak terakomodirnya hasil reses anggota dewan, bisa terjadi.

“Apalagi kalau berdasarkan pengakuannya, yang terakomodir hanya sebesar 5 persen, bahkan kurang. Ini menjadi pertanyaan besar, bagaimana ceritanya bisa terjadi demikian? Apa jangan-jangan anggota dewan ini cuma sekadar menyampaikan aspirasi masyarakat melalui reses, lalu didiamkan begitu saja? Kan aneh,” ucapnya.
Senada disampaikan oleh Direktur Populi Center, Usep S. Ahyar. Menurutnya, jika tidak hadirnya setengah lebih anggota DPRD Kabupaten Serang itu sebagai bentuk protes terhadap kebijakan, maka harus jelas dalam penyampaian pesannya.

“Karena kalau memang ini merupakan sikap politik, ya tunjukkan. Harus itu ditunjukkan, sikap politiknya seperti apa, untuk siapa, untuk rakyat yang mana. Seperti itu kan seharusnya, tunjukkan sikap politik itu untuk kepentingan politik siapa,” ujarnya.

Ia pun menuturkan bahwa seharusnya, para anggota DPRD yang tidak hadir itu bisa melihat situasi yang terjadi. Misalkan, apakah rapat paripurna yang ‘diboikot’ tersebut urgen atau tidak pembahasannya.

“Kan harus dilihat juga urgensinya, bagaimana pentingnya agenda paripurna itu. Kalau paripurna RPJMD kan itu juga penting. Karena itu merupakan kepentingan pembangunan, karena saat ini merupakan bupati yang ada pada periode baru. Mereka punya kepentingan visi-misi politisnya,” jelasnya.

Jika yang diprotes terkait dengan RPJMD, maka menurut Usep, anggota DPRD bisa secara aktif melakukan pengawasan terhadap perencanaan yang dilakukan oleh pihak eksekutif sebelumnya. Akan tetapi, RPJMD yang akan dibahas tetap harus bisa berjalan.

“Nah ini RPJMD sangat penting karena menjadi pedoman dalam pembangunan daerah 5 tahun ke depan. Ini sudah hampir setahun, kalau tidak ada pedomannya juga tidak baik,” terangnya.

Seperti halnya yang disampaikan oleh Ega Mahendra, Usep pun berpendapat bahwa saat ini yang dilihat oleh masyarakat bukan terkait dengan protes yang dilakukan oleh para anggota DPRD. Melainkan aksi bolos berjamaah yang mereka lakukan.
“Makanya saya harap ini bukan karena sebuah kemalasan mereka tidak hadir. Karena kan yang masyarakat lihat adalah bolosnya mereka para anggota DPRD Kabupaten Serang, sehingga paripurna tidak kuorum dan terpaksa diundur,” tuturnya.

Usep menegaskan, sebagai politisi, seharusnya para anggota DPRD Kabupaten Serang dapat memahami pola politik yang baik. Jika memang akan menyampaikan sikap politik, harus disampaikan dengan bahasa yang dimengerti oleh masyarakat.

“Jika memang ingin menyampaikan sikap politik, sampaikanlah dengan bahasa yang dimengerti oleh masyarakat. Artinya dengan tidak hadirnya mereka dan tidak absen, yang dipahami oleh masyarakat adalah mereka membolos kan. Kalau seperti itu, justru malah mengamini stigma masyarakat terhadap DPRD bahwa mereka adalah tukang bolos, asal-asalan kerja dan tidak profesional,” terangnya.

Penyampaian tersebut pun sangat bisa dilakukan di dalam forum rapat paripurna. Jika disampaikan secara langsung, protes tersebut justru memiliki nilai lebih dibandingkan dengan tidak hadir yang mengesankan sikap pengecut.

“Padahal hadir saja dalam rapat paripurna, sampaikan dalam forum tersebut mengenai sikap politik yang mereka yakini. Yah kan seharusnya dimulai dulu nih rapatnya, baru disampaikan apa sikap politik mereka. Harus gentle, kuorumkan dulu forumnya, sampaikan sikap politiknya agar masyarakat mengetahui,” tegasnya.

Soal kemungkinan ketidak hadiran setengah anggota DPRD karena kecewa dengan pembagian jatah ‘kue’ pemerintahan, Usep mengaku bisa saja memang terjadi seperti itu. Ia menegaskan, masyarakat akan sangat kecewa jika alasan bagi-bagi jatah kue yang memicu tindakan bolos berjamaah tersebut.
“Jangan sampai begitu. Tapi kalau memang itu terjadi karena bagi-bagi kue, dan memang sepertinya kesan yang terjadi begitu, maka akhirnya kita akan kecewa dengan dewan yang seperti itu. Sikapnya hanya untuk kepentingan elit, kepentingan kelompok dan golongannya,” ucapnya.

Namun tentunya, ia tidak berharap alasan sebenarnya di balik bolos berjamaah itu karena kekecewaan terkait dengan hal tersebut. Ia tetap berharap, para anggota DPRD Kabupaten Serang memang sedang memperjuangkan aspirasi masyarakat.

“Terlepas apakah NasDem ini merupakan bagian dari pemenang Pilkada atau oposisi, mengkritik itu merupakan hal yang sah-sah saja. Karena kan fungsi pengawasan melekat pada jabatan anggota DPRD sendiri. Jangan sampai memberikan nota kosong kepada masyarakat,” ujarnya.

Terakhir, ia pun meminta agar DPRD Kabupaten Serang maupun daerah-daerah lainnya, dapat menerapkan kebijakan terkait pengumuman para anggota DPRD yang bolos dalam paripurna. Sehingga, masyarakat mengetahui kinerja anggota dewan yang mereka pilih.

“Biasanya di DPR RI, kalau ada yang tidak hadir atau bolos, itu diumumkan kepada publik. Nah coba sekali-sekali di DPRD itu dilakukan seperti demikian. Karena publik juga harus tahu apakah mereka menggaji para pemalas atau tidak. Pimpinan DPRD pun harus berani dalam mengambil kebijakan tersebut,” tandasnya.(DZH/ENK)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *