JAKARTA, BANPOS- Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan hukuman 12 tahun penjara dan denda sebesar Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan terhadap eks Menteri Sosial (Mensos) Juliari Batubara.
Dalam hal yang meringankannya, hakim menilai Juliari sudah menderita dikarenakan mendapat rundungan dari masyarakat.
Dalam persidangannya sendiri, Hakim menyatakan Juliari P. Batubara telah terbukti melakukan tindak pidana korupsi.
“Menyatakan terdakwa Juliari P. Batubara telah terbukti secara sah dengan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi,” ujar Ketua Majelis Hakim M. Damis saat membacakan amar putusan.
Juliari juga dijatuhi hukuman berupa uang pengganti sejumlah Rp14,59 miliar. Apabila Juliari tidak membayar uang pengganti dalam kurun satu bulan setelah putusan pengadilan, maka harta bendanya akan disita dan bila tidak mencukupi, Juliari akan diganjar pidana badan selama 2 tahun.
Hakim pun memberikan hukuman berupa pencabutan hak politik selama 4 tahun, setelah Juliari selesai menjalani pidana pokok.
Juliari dinyatakan terbukti menerima Rp32,48 miliar dalam kasus suap bansos Covid-19 wilayah Jabodetabek tahun 2020. Uang suap itu diterima dari sejumlah pihak.
Rinciannya, sebanyak Rp1,28 miliar diterima dari Harry van Sidabukke, Rp1,95 miliar dari Ardian Iskandar M, dan Rp29,25 miliar dari beberapa vendor bansos Covid-19 lainnya.
Dalam menjatuhkan vonis terhadap Juliari hakim mempertimbangkan hal yang memberatkan dan meringankan. Untuk hal yang memberatkan, perbuatan Juliari dinilai dapat dikualifikasi tidak ksatria.
“Ibaratnya lempar batu sembunyi tangan. Berani berbuat tidak berani bertanggung jawab. Bahkan menyangkali perbuatannya,” beber Hakim Damis.
Kemudian, perbuatan Juliari dilakukan dalam keadaan darurat bencana non alam yaitu pandemi Covid-19.
“Tindak pidana korupsi di wilayah hukum Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat menunjukkan grafik peningkatan, baik kuantitas maupun kualitasnya,” keluhnya.
Sementara yang meringankan, Juliari belum pernah dihukum. Kemudian, hakim menilai Juliari sudah cukup menderita lantaran dicerca, dimaki, dihina oleh masyarakat.
“Terdakwa telah divonis oleh masyarakat telah bersalah padahal secara hukum terdakwa belum tentu bersalah sebelum adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap,” ucap Damis.
Hal meringankan lainnya, selama persidangan kurang lebih 4 bulan, Juliari hadir dengan tertib, tidak pernah bertingkah dengan macam-macam alasan yang akan mengakibatkan persidangan tidak lancar.
“Padahal selain sidang untuk dirinya sendiri selaku terdakwa, terdakwa juga harus hadir sebagai saksi dalam perkara Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso,” tambah Hakim Damis
Juliari terbukti melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Vonis ini, di atas tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).l yang menuntut Juliari dijatuhi hukuman 11 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Plus, membayar uang pengganti Rp14,5 miliar, dan pencabutan hak politik untuk dipilih dalam jabatan publik selama 4 tahun, setelah menjalankan pidana pokok.
Putusan Majelis Hakim yang dipimpin M. Damis langsung mendapat reaksi dari berbagai kalangan. Indonesia Corruption Watch (ICW) misalnya, menilai putusan 12 tahun penjara yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (23/8) terhadap eks Menteri Sosial (Mensos) Juliari Batubara tidak masuk akal.
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menyatakan putusan tersebut bahkan semakin melukai masyarakat selaku korban korupsi bansos Covid-19. Ia menilai, Juliari sepantasnya dihukum penjara seumur hidup.
“Betapa tidak, melihat dampak korupsi yang dilakukan oleh Juliari, ia sangat pantas dan tepat untuk mendekam seumur hidup di dalam penjara,” ujar Kurnia dalam keterangannya
Ia menjabarkan, sedikitnya terdapat empat argumentasi yang dapat mendukung penilaian hukuman tersebut. Pertama, kata Kurnia, Juliari melakukan kejahatan saat menduduki posisi sebagai pejabat publik. Sehingga, menurut dia, berdasarkan hukuman Juliari mesti diperberat berdasarkan Pasal 52 KUHP.
Kedua, lanjutnya, praktik suap bansos dilakukan di tengah kondisi pandemi Covid-19. Hal ini menunjukkan betapa korupsi yang dilakukan Juliari sangat berdampak, baik dari segi ekonomi maupun kesehatan, terhadap masyarakat.
Kemudian ketiga, hingga pembacaan nota pembelaan atau pledoi, Juliari tak kunjung mengakui perbuatannya. Padahal, dua orang yang berasal dari pihak swasta, Ardian dan Harry, telah terbukti secara sah dan meyakinkan menyuap Juliari.
Dan keempat, hukuman berat yang dijatuhkan terhadap Juliari bisa memberikan pesan kuat bagi pejabat publik lain agar tidak melakukan praktik korupsi di tengah situasi pandemi Covid-19
“Berangkat dari hal ini, maka semakin lengkap kebobrokan penegak hukum, dalam menangani perkara korupsi bansos,” ucap Kurnia.
Sementara itu, Penasihat Hukum eks Mensos Juliari Batubara, Maqdir Ismail mengatakan, vonis 12 tahun penjara yang dijatuhkan majelis hakim terhadap kliennya sangat memberatkan.
Sebab, ia menyebut, Juliari tidak pernah menerima uang suap bansos Covid-19 wilayah Jabodetabek tahun 2020, seperti yang didakwakan JPU KPK.
“Yah, sangat berat, karena buktinya sekarang bahwa Pak Ari (Juliari) itu menerima uang? Nggak ada, selain dari pengakuan Matheus Joko Santoso dan juga Adi Wahyono,” ujar Maqdir seusai persidangan
Lebih lanjut, kata dia, tidak ada barang bukti menyangkut perkara tersebut yang disita KPK dari Juliari.
“Mana ada barang bukti yang disita dari dia? Kan nggak ada. Suap itu kan ada barangnya, bukan angan-angan orang gitu lho,” selorohnya.
Maqdir menyatakan, putusan itu di luar perkiraannya. Soalnya, vonis yang dijatuhkan majelis hakim lebih tinggi dari tuntutan jaksa.
Meski begitu, ia belum bisa memastikan bahwa pihaknya bakal mengajukan banding atas putusan majelis hakim tersebut. “(Banding) nanti kita lihat lah,” ucapnya.
Sementara Juliari ogah berkomentar soal vonisnya. “Sama penasihat hukum saya ya,” tuturnya sembari menaiki mobil tahanan, di Gedung KPK Kavling C1.(OKT/AZM/RMID)
Tinggalkan Balasan