SERANG, BANPOS – Saksi perkara dugaan korupsi pengadaan lahan Samsat Malingping menyebutkan, ada upaya penghalang-halangan konfirmasi kepemilikan lahan saat menyusun dokumen perencanaan. Bahkan hingga dokumen perencanaan selesai pun, kepemilikan tanah tidak terkonfirmasi.
Hal itu diungkapkan oleh saksi pada sidang perkara lanjutan beragendakan keterangan saksi. Dihadirkan dalam sidang tersebut, pihak dari konsultan yakni Yusuf Subki dan Indra Gunawan dari PT Saeba Konsulindo serta Bambang Hermanto dari PT Trigada Laroiba Mitra sebagai pembuat Dokumen Perencanaan Pengadaan Tanah (DPPT) dan Andi Prayoga sebagai tim survey lapangan.
Saksi Indra selaku Ketua Tim penyusunan Feasibility Study (FS) dari PT Saeba Konsulindo mengatakan bahwa pertama mendapatkan proyek, Bapenda mengarahkan pihaknya untuk langsung berkoordinasi dengan UPTD Samsat Malingping.
“Di sana kami bertemu dengan pak Samad lalu dikenalkan kepada pak Asep. Di awal memang kami dibawa ke lokasi lain di luar tiga tanah itu. Namun akhirnya hanya ada tiga lahan,” ujarnya di persidangan, Selasa (31/8).
Pertemuan tersebut menjadi pertemuan pertama dirinya dengan Samad. Setelahnya, Samad mendelegasikan Asep untuk mendampingi dirinya beserta tim, untuk melakukan survei di lapangan.
“Jadi pada survei kedua kami langsung ke lokasi, dan bertemu dengan pak Asep di sana. Kemudian di lokasi baru melakukan survei. Pertemuan kedua itu pas sedang survei di lapangan, pak Samad datang tapi gak ngobrol dengan saya,” tuturnya.
Indra pun mengaku bahwa berbagai data terkait keperluan FS pun disuplai oleh Asep. Jaksa Penuntut Umum pun bertanya kepada Indra, apakah usai melaksanakan FS, Samad ikut dalam ekspos dan mendengarkan hasilnya. Indra pun membenarkan. “Iya mendengarkan,” singkatnya.
Sementara saksi Bambang yang merupakan pembuat DPPT mengatakan, mulanya dalam DPPT telah menentukan adanya 5 bidang tanah yang akan dijadikan sebagai tempat pembangunan kantor Samsat Malingping. Namun setelah DPPT diserahkan, dari 5 bidang tanah ternyata berubah menjadi dua bidang tanah.
“Saat sedang pemaparan, ada perubahan. Dari 5 bidang menjadi dua bidang. Namun tidak ada perubahan lokasi. Dua bidang tersebut yakni kepemilikan Uwi dan Cicih,” ungkapnya.
Sebelumnya, dari hasil survei pihaknya pun mendapatkan informasi bahwa dari 5 bidang yang masuk dalam DPPT, dimiliki oleh 5 orang pemegang kepemilikan. Akan tetapi, kelima bidang tersebut dikuasai oleh satu orang yakni Ade Irawan.
JPU pun mengkonfirmasi kepada Bambang terkait dengan hasil BAP dirinya mengenai laporan tim bahwa mereka dipersulit dan tidak diberikan akses untuk mengklarifikasi mengenai kepemilikan tanah, oleh Kepala Desa, aparat desa dan Ade Irawan itu sendiri. Bambang pun membenarkan.
“Kata tim saya memang tidak memperbolehkan oleh Kepala desa dan staf desa. Katanya tidak perlu. Maka saya minta untuk ditunggu hingga sore. Hingga keesokan harinya bahkan tidak bisa bertemu (dengan pihak desa),” jelasnya.(DZH/PBN)
Tinggalkan Balasan