DUGAAN bancakan dalam proyek yang diperuntukkan bagi sekolah, sudah lama jadi perhatian publik. Sebelumnya, sejumlah laporan terkait dugaan ‘perampokan’ uang rakyat di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Banten, sudah pernah dipaorkan klepada aparat penegak hokum dan masih terus didorong penyelesaiannya. Belum lagi proyek-proyek yang perjalanannya banyak menimbulkan keresahan.
Seperti proyek pembangunan gedung SMKN 1 Wanasalam yang kini menuai kisruh. Mulai dari persoalan bahan material yang digunakan untuk bangunan, juga masalah pekerja bangunan yang mengaku merencanakan mogok kerja karena upahnya belum dibayar, Rabu (1/9).
Sejumlah pihak menilai persoalan ini muncul akibat lemahnya pengawasan dari intansi terkait. Pantauan BANPOS di lapangan, Rabu (1/9), terpantau galian untuk ceker ayam (pasak bumi) itu kedalamannya hanya berkisar 50 centimeter, padahal situasi tanah di situ labil. Kemudian ditemukan juga material bahan bangunan batu berjaket bukan batu belah murni.
Dalam keterangannya, pengawas proyek tersebut, Diki mengatakan, bahwa untuk pengerjaan konstruksi, dirinya menyarankan wartawan untuk konfirmasi kepada konsultan. Namun ketika ditanya soal penggunaan listrik, air dan lain-lain, pihaknya berdalih sudah berdasarkan surat perjanjian dengan pihak sekolah.
“Ada pun untuk listrik kenapa mengunakan fasilitas sekolah, memang betul listrik itu tertuang dalam rancangan anggaran belanja (RAB) karena jaringan untuk penghubung gensetnya untuk menyalakan lampu tembak tidak memadai, maka kami menggunakan fasilitas di sekolah. Dan kita pun membuat kesepakatan suratan perjanjian dengan pihak sekolah untuk memakai listrik di sekolah. Tapi untuk pengeboran itu tidak ada kang, dalam RAB justru kami mengikuti instruksi dari dinas, untuk mengunaka air yang sudah ada saja di sekolah,” ujar Diki.
Sementara di lain pihak, para pekerja mengeluh terkait pembayaran yang tidak komitmen, bahkan mereka mengancam akan melakukan mogok kerja bila upah mereka tidak segera dibayarkan.
“Bila mana dalam tempo dua hari tidak dibayarkan sejak hari ini, kami pun akan mogok kerja dan demo,” ujar salah satu pekerja yang engan di sebutkan namanya.
Terpisah, sorotan lain muncul dari Satgas Covid-19 Desa Parungsari. Mereka menyangkan kurangnya koordinasi pihak pelaksana proyek SMKN 1 Wanasalam, terutama terkait tenaga pekerjanya (Naker) yang tidak mempunyai sertifikat vaksin.
Bahkan Tim Satgas Covid-19 desa setempat berniat akan menghentikan kegiatan pelaksaan, itu bilamana naker tidak mempunyai sertifikat vaksin.
“Pekerjan proyek SMKN 1 Wanasalam sementara di berhenti kan dulu, agar para pekerjanyan divaksin dulu guna mengurangi penyebaran covid-19,” ujar Komarudin selaku Ketua Satgas Covid-19 Desa Parungsari kepada BANPOS.
Diketahui bahwa kegiatan proyek tersebut merupakan bagian dari paket Belanja Modal Bangunan Gedung Tempat Pendidikan Pembangunan Prasarana SMKN Kabupaten Lebak (DAK) Tahun anggaran 2021, dengan anggaran sebesar Rp 3,5 Miliar lebih. Sementara untuk pelaksananya yakni dari CV Cahaya Ali Pratama.
Sementara, kasus lain di Dindkbud Banten yang juga pernah mencuat pada tahun lalu adalah dugaan tindak pidana korupsi pengadaan handphone tablet di Dindikbud Provinsi Banten KCD Lebak dan Dindikbud Pandeglang. Dugaan itu dilaporkan Aliansi Independen Peduli Publik (ALIPP) kepada Kejati Banten.
ALIPP menduga bahwa terjadi penggelembungan harga pada pengadaan tersebut. Diperkirakan kerugian yang diakibatkan dugaan tindak pidana korupsi tersebut sebesar Rp4.2 miliar dengan masing-masing kerugian Rp1 miliar pada KCD Lebak dan Rp3.2 miliar pada Dindikbud Kabupaten Pandeglang.
Dalam pengadaan barang itu, diketahui bahwa standar untuk Handphone Tablet yang dibeli yakni dengan merek Samsung. Namun ternyata yang dibeli dimonopoli oleh merek Cina seperti Axio, Samyong dan Sambio. Adapun selisih harganya mencapai Rp400 ribu hingga Rp600 ribu per unit.
Kasi penerangan hukum (Penkum) pada Kejati Banten, Ivan Siahaan, mengatakan bahwa pihaknya telah menindaklanjuti laporan ALIPP dan berkoordinasi dengan Kejari Lebak dan Pandeglang untuk proses lebih lanjut.
Ketika itu, Kasi Penkum Kejati Banten, menjelaskan bahwa laporan ALIPP sudah diproses. Untuk kelancaran proses pemeriksaan ini dikoordinasikan dan dikerjasamakan dengan Kejari Lebak dan Pandeglang.
Ia mengatakan, keputusan agar pemeriksaan dilakukan oleh masing-masing Kejari diambil agar adanya efisiensi waktu dan tenaga. Sebab apabila pemeriksaan tetap dilakukan di Kejati Banten, dinilai kurang efektif.
“Karena kan kalau kesini tidak efektif. Apalagi ini menyangkut beberapa kepala sekolah. Kalau guru-guru disuruh kesini kan kasian, jadi lebih dekat mereka diperiksa oleh Kejari masing-masing daerah,” ucapnya, Kamis (22/10/2020).(RUS/DZH/ENK)
Tinggalkan Balasan