Pengemplang Pajak Divonis 3 Tahun Penjara

SERANG, BANPOS – Seorang pengemplang pajak bernama Sugito divonis bersalah dengan hukuman penjara selama tiga tahun dan denda sejumlah Rp34 miliar lebih. Vonis ditetapkan oleh majelis hakim di Pengadilan Negeri Tangerang, Kamis (15/7/2021).

Hal itu disampaikan Kabid Penyuluhan Pelayanan dan Humas Kanwil DJP Banten Sahat Dame Situmorang, kemarin. Dia menyakatan, putusan itu berdasarkan penetapan Ketua Pengadilan Negeri (PN) Tangerang nomor 659/Pid.Sus/2021/PN.Tng.

Menurut Sahat, Sugito telah disangka membantu dan atau turut serta menerbitkan dan atau menggunakan faktur pajak yang Tidak Berdasarkan Transaksi yang Sebenarnya (TBTS) melalui PT Mutiara Permai Sejahtera, PT Teknik Catur Sukses, PT Yaya Guna Sejahtera, PT Citra Indo Pradana, PT Konala Sukses Abadi, dan PT Duta Gading Makmur. Atas perbuatan tersangka dalam kurun waktu Januari 2015 sampai dengan Desember 2017, telah menimbulkan kerugian pada pendapatan negara sebesar Rp17.184.730.726.

“Modus yang dilakukan oleh tersangka adalah melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dengan menjadi perantara ke pengguna faktur. Yaitu dengan turut serta melakukan atau membantu melakukan penerbitan faktur pajak TBTS yang dilakukan oleh Sepi Muharam dan Lukmanul Hakim dengan cara mendirikan, membeli atau menggunakan perusahaan penerbit Faktur Pajak TBTS di beberapa perusahaan,” ujar Sahat dalam keterangan resminya, Senin (13/9).

Terhadap perbuatan tersangka, sesuai dengan Pasal 39A huruf a Jo. Pasal 43 ayat 1 Undang-undang nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang Undang Nomor 16 Tahun 2009 (UU KUP), diancam dengan hukuman pidana penjara paling singkat 2 tahun dan paling lama 6 tahun, serta denda paling sedikit 2 kali dan paling banyak 6 kali jumlah pajak dalam faktur pajak.

“Dalam petikan putusan PN Tangerang dinyatakan bahwa terdakwa Sugito terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana yang turut serta melakukan, dengan sengaja menerbitkan faktur pajak, yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya, yang merupakan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan,” jelasnya.

Dalam putusan tersebut, dinyatakan pula bahwa jika terdakwa tidak membayar paling lama dalam waktu satu bulan sesudah putusan Pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan kemudian dilelang untuk membayar denda. Dalam hal harta bendanya tidak mencukupi, maka terdakwa dijatuhkan hukuman kurungan pengganti denda selama satu bulan.

Keberhasilan Kanwil DJP Banten dalam menangani tindak pidana di bidang perpajakan, menunjukkan keseriusan dalam melakukan penegakan hukum dalam bidang perpajakan di wilayah provinsi Banten, dan merupakan wujud koordinasi yang baik antar aparat penegak hukum yang telah dilakukan oleh Kanwil DJP Banten, Polda Metro Jaya dan Kejaksaan Tinggi Banten.

“Keberhasilan ini sekaligus yang akan memberikan peringatan bagi para pelaku lainnya dan juga untuk mengamankan penerimaan negara demi tercapainya pemenuhan pembiayaan negara dalam APBN,” ucapnya.

Sebelumnya, Tim Penyidik PNS Kanwil DJP Banten melakukan penyitaan terhadap aset milik tersangka RHW selaku mantan direktur PT PNS terkait dugaan tindak pidana perpajakan dalam kurun waktu Juni 2011 hingga Desember 2014.

Pada hari Jumat (10/9), Sahat mengatakan bahwa penyitaan dilakukan pada hari Rabu (8/9) terhadap aset berupa satu unit apartemen di Apartemen Saveria South Tower Lantai 11/21 yang berlokasi di Jalan.BSD Raya Barat No. 21, Sampora, Cisauk, Tangerang serta dua unit mobil.

Tersangka RHW diduga menggunakan faktur pajak fiktif/TBTS yang diterbitkan oleh 122 perusahaan penerbit faktur pajak dan diduga menimbulkan kerugian negara sebesar Rp47,830 miliar.

Sahat mengatakan RHW diduga telah melanggar Pasal 39 ayat (1) huruf d dan Pasal 39A huruf a Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

“Atas perbuatan tersebut, RHW dapat dijerat dengan hukuman pidana yaitu pidana penjara paling singkat dua tahun dan paling lama enam tahun serta denda paling sedikit dua kali jumlah pajak terutang dan paling banyak enam kali jumlah terutang,” katanya dalam keterangan resmi. (MUF/ENK)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *