JAKARTA, BANPOS – Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memeriksa dan mengadili gugatan warga negara atas pencemaran udara Jakarta, memutuskan Gubernur Banten, Wahidin Halim (WH) beserta 6 pejabat lainnya. Dalam perkara ini, Gubernur Banten menjadi pihak yang turut tergugat I.
Adapun keenam pejabat lainnya yakni Presiden RI sebagai tergugat I, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai tergugat II, Menteri Kesehatan sebagai tergugat III, Menteri Dalam Negeri sebagai tergugat IV, Gubernur DKI Jakarta sebagai tergugat V dan Gubernur Jawa Barat sebagai turut tergugat II. Mereka divonis bertanggung jawab atas terjadinya pencemaran udara di ibu kota, dan mengabulkan gugatan para tergugat sebagian.
Ketua Majelis Hakim, Saifuddin Zuhri, dalam persidangan memutuskan untuk mengabulkan sebagian gugatan para tergugat. Selanjutnya, Saifuddin menyatakan bahwa tergugat I hingga V telah melakukan perbuatan melawan hukum (PMH) terkait gugatan pencemaran udara yang diajukan oleh penggugat.
“Menghukum tergugat I untuk mengetatkan baku mutu udara ambien nasional yang cukup untuk melindungi kesehatan manusia, lingkungan, dan ekosistem termasuk kesehatan populasi yang sensitif berdasarkan pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,” ujarnya di ruang sidang Hatta Ali PN Jakarta Pusat, Kamis (16/9).
Selanjutnya, Saifuddin menghukum tergugat II untuk melakukan supervisi terhadap Gubernur DKI, Gubernur Banten dan Gubernur Jawa Barat dalam melakukan pengetatan emisi lintas batas provinsi DKI, Banten dan Jawa Barat. Lalu menghukum tergugat III untuk melakukan pengawasan dan pembinaan kinerja Tergugat V dalam pengendalian pencemaran udara.
“Menghukum tergugat IV untuk melakukan penghitungan penurunan dampak kesehatan akibat pencemaran udara di Provinsi DKI yang perlu dicapai sebagai dasar pertimbangan tergugat V, dalam penyusunan strategi rencana aksi pengendalian pencemaran udara,” terangnya.
Saifuddin pun menghukum tergugat V untuk melakukan pengawasan terhadap ketaatan setiap orang, terhadap setiap ketentuan peraturan perundangan di bidang pengendalian pencemaran udara dan atau ketentuan dokumen lingkungan hidup.
“(Agar tergugat V) menjatuhkan sanksi terhadap setiap orang yang melakukan pelanggaran peraturan perundang-undangan tentang pengendalian pencemaran udara,” katanya.
Selanjutnya, tergugat V yang dalam hal ini Gubernur DKI Jakarta, dituntut untuk menyebarluaskan informasi pengawasan dan penjatuhan sanksi berkaitan pengendalian pencemaran udara kepada masyarakat.
“Mengetatkan baku mutu udara ambien daerah untuk provinsi DKI Jakarta yang cukup untuk melindungi kesehatan manusia lingkungan dan ekosistem termasuk kesehatan populasi yang sensitif berdasarkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,” ucapnya.
Hakim juga menghukum tergugat V untuk: melakukan inventarisasi terhadap baku mutu udara ambien, potensi pencemaran udara, kondisi meteorologis dan geografis serta tata guna lapangan dengan mempertimbangkan penyebaran emisi dari sumber pencemar yang melibatkan partisipasi publik.
Selanjutnya, menetapkan status mutu udara ambien setiap tahunnya dan mengumumkannya kepada masyarakat, menyusun dan mengimplementasikan strategi dan rencana aksi pengendalian pencemaran udara, dengan mempertimbangkan penyebaran emisi dari sumber pencemar secara terfokus tepat sasarn dan melibatkan partisipasi publik.
“Menolak gugatan para tergugat untuk selain dan selebihnya dan menghukum para tergugat untuk membayar perkara sejumlah Rp4.255.000,” tutupnya.
Mewakili tim kuasa hukum penggugat, Ayu Eza Tiara menyatakan para penggugat dan tim advokasi yang selama ini mendampingi proses persidangan, mengapresiasi putusan yang dibuat oleh Majelis Hakim dan berpihak pada kepentingan seluruh warga.
“Di sini ada beberapa putusan yang dikabulkan sebagian. Hakim menolak adanya pelanggaran hak asasi manusia di sana namun yang lainnya terpenuhi. Dan soal Turut Tergugat I dan II (Pemprov Banten dan Jabar) itu mengikuti putusan yang ada. Meski begitu kami menilai bahwa putusan tersebut merupakan putusan yang tepat dan bijaksana, mengingat dari proses pembuktian di persidangan sudah sangat jelas bahwa Pemerintah telah melakukan kelalaian dalam mengendalikan pencemaran udara,” ujar Ayu.
Ayu menuturkan, dengan adanya putusan ini seharusnya para tergugat dapat menerima kekalahannya dengan bijaksana dan memilih fokus untuk melakukan upaya-upaya perbaikan kondisi udara daripada melakukan hal yang sia-sia seperti upaya hukum perlawanan banding maupun kasasi.
“Dan perlu kami tegaskan kembali bahwa tim advokasi Koalisi Ibukota sangat terbuka untuk turut serta dalam perbaikan kualitas udara di Jakarta, serta Banten dan Jawa Barat. Kami juga akan mengawal agar pemerintah betul-betul menuntaskan kewajibannya,” tutur Ayu.
Dalam perkara ini, tuntutan 32 warga negara yang menjadi Penggugat di antaranya adalah agar pemerintah merevisi baku mutu udara ambien dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara agar sesuai dengan baku mutu yang ditetapkan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan menjamin hak lingkungan hidup yang baik dan sehat kepada masyarakat.
Selain itu, pemerintah juga diminta untuk menempatkan alat pengukur polusi dengan jumlah yang memadai mengacu pada penelitian dari beberapa ahli; memberikan informasi mengenai kualitas udara secara real time dan upaya mitigasinya; serta menyusun strategi dan rencana aksi pengendalian pencemaran udara.
Di tempat yang sama, Khalisah Khalid sebagai salah satu penggugat, mengungkapkan perasaan lega sekaligus senang. Menurut dia, majelis hakim membuktikan bahwa pengadilan bisa menjadi jalan untuk warga yang ingin mendapatkan keadilan.
“Meski begitu, kami sebagai penggugat sekaligus warga akan mengawal perubahan kebijakan yang dimandatkan oleh pengadilan terhadap tujuh tergugat. Selain itu, kami berharap para tergugat tidak mengajukan banding, karena yang kami gugat sesungguhnya adalah untuk kepentingan, kesehatan dan keselamatan seluruh warga negara, termasuk generasi mendatang agar mendapatkan kualitas hidup yang baik,” tandasnya.(DZH/ENK)
Tinggalkan Balasan