TWK Diangap Tak Bermakna, Pegawai KPK Nonaktif Ditawari Jadi ASN Polri

JAKARTA, BANPOS – Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo bakal merekrut 56 pegawai nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) untuk menjadi ASN di Polri.

Perwakilan 56 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Hotman Tambunan secara resmi merespons tawaran Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) di institusi Polri. Hotman menyampaikan, pihaknya akan terlebih dulu berkonsultasi sebelum memutuskan menerima atau tidak tawaran Kapolri.

“Pernyataan Kapolri tentang pengangkatan kami sebagai ASN masih terlalu dini untuk kami tanggapi. Sebab, kami belum mengetahui mekanisme dan detail terkait inisiatif tersebut. Kami juga akan melakukan konsultasi dengan Komnas HAM dan Ombudsman RI terkait ini,” kata Hotman dalam keterangannya, Rabu (29/9).

Meski demikian, lanjut Hotman, pihaknya tetap menghargai inisiatif Kapolri tersebut. Namun, dia mengakui, pihaknya perlu mencerna dan mendiskusikan inisiatif ini dengan seksama.

Lepas dari kelanjutan inisiatif tersebut, kata Hotman, inisiatif ini membuat Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang dijalankan sangat tidak valid. Termasuk soal hasilnya.

“Pimpinan KPK Alexander Marwata menyebut kami sudah merah dan tidak bisa dibina. Namun nyatanya kini kami disetujui menjadi ASN di instansi yang berbeda. Artinya, sebenarnya kami lolos TWK. Ketidaklolosan kami, semakin nyata merupakan praktik penyingkiran dari KPK,” cetus Hotman.

Oleh karena itu, Hotman menegaskan inisiatif pengangkatan sebagai ASN di instansi selain KPK, tidak menggugurkan rekomendasi Komnas HAM dan Ombudsman tentang TWK yang maladministrasi, inkompeten, sewenang-wenang dan melanggar HAM. “Sehingga, pelanggaran HAM dan cacat prosedur yang terjadi dalam pelaksanaan TWK, tetap harus ditindaklanjuti,” tegas Hotman.

Terpisah, Koordinator MAKI, Boyamin Saiman menilai penawaran Kapolri kepada 56 pegawai nonaktif KPK membuktikan asesmen TWK tidak bermakna. Hal ini karena langkah Kapolri yang ingin merekrut 56 pegawai nonaktif KPK menjadi ASN Polri.

“Jika Kapolri kemudian justru menginginkan merekrut mereka, artinya TWK kemarin itu yang dilakukan KPK itu tidak bermakna atau bahasa aku tidak mempunyai nilai apa-apa,” kata Koordinator MAKI, Boyamin Saiman dikonfirmasi, Rabu (29/9).

Menurut Boyamin, jika 56 pegawai nonaktif KPK itu direkrut Polri, Kapolri menganggap hasil TWK tidak memiliki kekuatan hukum. Serta dinilai berwawasan hebat terkait penanganan korupsi.

“Jadi, ini saya kira bentuk penilaian yang justru berbeda, kalau selama ini kan dikatakan oleh KPK sendiri mereka merah tidak bisa dibina,” papar Boyamin.

Pegiat antikorupsi ini menilai, penawaran Kapolri terhadap 56 pegawai nonaktif KPK membuktikan mereka mempunyai wawasan kebangsaan yang hebat dalam memberantas korupsi. Karena memberantas korupsi adalah bagian dari pengabdian kepada bangsa dan negara.

Boyamin tidak menilai rencana Kapolri ini sebagai bentuk penghinaan terhadap KPK. Tetapi justru, merupakan koreksi terhadap Pimpinan KPK dan BKN yang menyelenggarakan asesmen TWK.

“Kalau menganggap ini bentuk suatu koreksi terhadap KPK saya benarkan kalau koreksi loh ya, artinya ini bentuk koreksi Kapolri terhadap TWK yang dilakukan KPK,” pungkas Boyamin.

DI bagian lain, anggota Komisi III DPR Sarifuddin Suding menyambut baik langkah yang dilakukan oleh Kapolri Sigit tersebut. Hal ini memang perlu dilakukan untuk menghindari kegaduhan terkait polemik TWK ini.

Namun demikian, legislator Partai Amanat Nasional (PAN) ini mempertanyakan kenapa 56 pegawai nonaktif tersebut diterima untuk menjadi pegawai oleh Polri. Namun ditolak oleh lembaga antirasuah.

“Sehingga yang jadi pertanyaan, batasan atau parameter dalam TWK ini apa? Ini yang saya herankan, ini sebetulnya parameter dan untuk mengukur apa? ini kan ada dua institusi penegak hukum yang sama-sama dalam konteks sebagai aparat pemberantasan korupsi,” katanya.

“Di satu sisi KPK menyatakan tidak lolos dalam konteks itu, tapi di sisi lain kepolisian menerima, sehingga muncul pertanyaan ini parameter apa yang digunakan,” tambahnya.

Terpisah, Anggota Komite I DPD Abdul Rachman Thaha menilai sikap kapolri merupakan bukti kalau para eks-KPK itu merupakan sumber daya manusia potensial bagi penegakan hukum di Tanah Air.

”Terlepas dari materi TWK yang dinilai problematik, lolos atau tidak lolos TWK semestinya tidak dijadikan sebagai dasar untuk memberhentikan karyawan. TWK sebatas menghasilkan indikator dan itu seharusnya tidak menihilkan portofolio konkret berupa keberhasilan kerja (kinerja positif) para eks-KWK dimaksud. Hasil TWK sepatutnya dipakai sebagai salah satu acuan dalam pengembangan mereka selaku SDM unggulan KPK,” tutur Abdul Rachman Thaha.

Namun lanjut dia, walau Kapolri beritikad baik, kesiapan itu nampaknya tidak akan serta-merta terealisasi dengan mudah. Sebab, sebagian pegawai eks-KPK itu pernah berkarir lalu mengundurkan diri dari Polri.

”Kembalinya lagi pegawai eks-KPK tersebut ke Polri boleh jadi akan terhalang oleh beban mental, termasuk kemungkinan sinisme dari para anggota Polri sendiri,” ujar Abdul Rachman Thaha.

Apalagi menurut dia, ada peristiwa penyerangan oknum Polri terhadap penyidik KPK pada waktu lalu. ”Tentu, saya tidak berharap bahwa gesekan ekstrem semacam itu terulang lagi seandainya mantan personel Polri kembali ke korps Tribrata,” kata Abdul Rachman Thaha.

Selain itu, Abdul Rachman Thaha menjelaskan, masuk ke Polri dan mendapat status sebagai ASN semata tidak akan memberikan para eks-KPK itu kewenangan untuk melakukan kerja-kerja penyidikan. Dengan status sebatas sebagai support system, kompetensi para eks-KPK tersebut tidak akan terwadahi.

Dia menambahkan, kemungkinan demotivasi menjadi sesuatu yang dapat terjadi. Hal itu bisa menjadi kontraproduktif bagi Polri serta bagi eks-KPK bersangkutan.

”Hal ini sepertinya bisa diatasi apabila Polri membuka formasi bagi personel kontrak. Personel polisi yang dipekerjakan dengan status kontrak merupakan praktik umum di banyak negara,” terang Abdul Rachman Thaha.

Sebelumnya, Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo mengatakan pihaknya telah mengirimkan surat kepada Presiden Jokowi pada 27 September 2021 lalu. Sigit memohon kepada Jokowi agar 56 pegawai tak lolos TWK bisa direkrut menjadi ASN Polri.

Baca juga:

Repons Istana Soal 56 Pegawai KPK Direkrut Sebagai ASN Polri
Sigit mengatakan surat itu telah mendapatkan balasan dari Presiden Jokowi. Pada prinsipnya kepala negara ini merestui usulan dirinya. Surat balasan itu disampaikan melalui Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno.

Oleh sebab itu, Sigit mengaku saat ini pihaknya sedang berkoordinasi dengan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Tjahjo Kumolo, dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) untuk proses perekrutan 56 pegawai nonaktif KPK untuk menjadi ASN Polri.

Adapun, 56 orang pegawai nonantif KPK akan resmi dipecat karena tidak lolos TWK sebagai syarat alih status menjadi ASN. Mereka akan resmi dipecat pada 30 September 2021 ini.

Para pegawai nonaktif KPK itu sudah memperjuangkan hak mereka ke Ombudsman dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Dua lembaga itu menyatakan ada permasalahan dalam proses peralihan kepegawaian KPK lewat TWK ini.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *