JAKARTA, BANPOS – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta untuk serius dalam menangani perkara dugaan suap terhadap mantan penyidik AKP Stepanus Robin Pattuju. Terlebih dalam fakta persidangan, muncul dugaan Robin diperintah atasan dalam mengamankan perkara dugaan suap jual beli jabatan di Kota Tanjungbalai.
Pakar hukum pidana Abdul Fickar Hadjar mengungkapkan, jika Robin memiliki atasan dalam menangamankan perkara Tanjungbalai, seharusnya lembaga antirasuah tidak tinggal diam. KPK bisa mengusut siapa aktor dibalik Stepanus Robin Pattuju.
“Stepanus Robin Pattuju bermain sendiri atau memang dia hanya pelaksana, karena ada atasan yang ikut bermain, kecuali ada cukup bukti (minimal dua) kemungkinan adanya orang lain atasan Stepanus Robin Pattuju,” kata Fickar, Selasa (12/10).
Menurut Fickar, lembaga antirasuah bisa mengumpulkan alat bukti jika memang terdapat aktor dibalik permainan Robin. Tetapi, apabila Robin mengarang terdapat atasan dibalik permainannya, seolah-olah permainan perkara tersebut diamankan secara resmi.
“Sesuatu yang sengaja dikarang-karang oleh Stepanus Robin Pattuju agar dia tetlihat seolah-olah mewakili lembaga, karena direstui oleh atasan. Jika tidak terbukti ada atasan yang terlibat, maka kedudukan Robin semakin berat, karena dia juga telah mencemarkan nama baik lembaga KPK,” tegas Fickar.
Meski demikian, Ketua KPK Firli Bahuri membantah pimpinan KPK terlibat dalam kasus dugaan suap penanganan perkara di Kota Tanjungbalai. Mantan penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju diklaim, bermain sendiri dalam mengamankan perkara Tanjungbalai.
“Tidak ada internal yang terlibat dalam perbuatan SRP (Stepanus Robin Pattuju) termasuk atasannya,” ucap Firli.
Mantan Kapolda Sumatera Selatan ini pun mengklaim, pihaknya serius mendalami dugaan suap yang dilakukan Robin. Bahkan, lembaga antirasuah sudah memeriksa beberapa saksi termasuk pihak internal untuk membongkar kasus suap terhadap Robin.
“Tidak ada bukti bahwa atasannya terlibat perkara SRP,” tegas Firli.
Pernyataan ini sekaligus membantah kesaksian mantan Wali Kota Tanjungbalai Muhammad Syahrial, yang mengaku dipaksa Robin untuk segera memberikan uang suap dalam waktu dekat selama pemufakatan jatah terjadi. Syahrial mengungkapkan itu dalam persidangan kasus suap penanganan perkara di Tanjungbalai secara daring pada Senin (11/10) kemarin.
Dalam kesaksiannya, Syahrial mengaku meminta bantuan ke Robin untuk menutup kasus jual-beli jabatan Tanjungbalai. Syaratnya, Syahrial harus memberikan uang ke Robin Rp2 miliar, namun Syahrial tidak menyanggupi dan hanya menyepakati Rp1,695 miliar.
“Ada (kesepakatan) untuk tutup kasus saya di Tanjungbalai, kasus yang lelang jabatan. Pada saat itu saya sampaikan ke Robin untuk bantu tutup kasus dan akhirnya muncul nominal yang disepakati, saya sama Robin, pertama Rp2 Miliar, saya nggak sanggup karena saya Pilkada akhirnya di angka Rp1,695 miliar,” ucap Syahrial.
Mendengar hal itu, Jaksa KPK menunjukkan gambar percakapan antara Syahrial dan Robin melalui aplikasi Signal. Isi percakapan itu membahas Robin mengunjungi rumah mantan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin.
Dalam percakapan itu, Robin memberi tahu Syahrial bahwa dia sedang menuju rumah Azis. Kemudian, tiba-tiba Robin menagih uang kesepakatan terkait kasus Tanjungbalai ke Syahrial. “(Chat Robin) ‘izin bang barangkali bisa abang geser? Maksudnya apa ini?” telisik Jaksa KPK.
“Geser kirim (uang), Pak, menagih,” ungkap Syahrial.
Jaksa KPK kemudian mengonfirmasi percakapan Syahrial dan Robin. Dalam percakapan selanjutnya ada pernyataan Robin mengatakan dia sudah ditagih ‘atasan’. “Karena di atas kalau telepon kayak nagih utang?’ Di atas siapa yang Saudara pahami?” cecar Jaksa KPK.
“Pimpinan, Pak,” singkat Syahrial.
Meski demikian, lanjut Syahrial, Robin tidak menjelaskan siapa sosok atasan yang dimaksud. Namun, yang dipahami Syahrial atasan itu merupakan pimpinan KPK. Dalam perkaranya, Stepanus Robin Pattuju didakwa menerima uang senilai Rp11.025.077.000 dan USD 36 ribu. Suap tersebut berkaitan dengan penanganan perkara di KPK.
Robin didakwa melanggar Pasal Pasal 12 huruf a jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 65 ayat (1) KUHP dan Pasal 11 jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 65 ayat (1) KUHP.(ENK/JPG)
Tinggalkan Balasan