SERANG, BANPOS – Dibangun ada tahun 2018, terminal Tunjungteja yang berlokasi di Desa Tunjungteja, Kecamatan Tunjungteja, Kabupaten Serang, Banten masih terlihat sepi. Klub Jurnalis Investigasi (KJI) yang berkolaborasi dengan Indonesia Corruption Watch (ICW) justru mengendus indikasi suap dalam proyek pembangunan terminal tersebut.
Reportase KJI soal Terminal Tunjujngteja dilakukan sejak Agustus 2021 lalu, melibatkan sejumlah wartawan yang bertugas melakukan peliputan di Banten, seperti BANPOS, Kompas.com, Radar Banten, Bantennews.co.id, Faktabanten.com. Selain itu, reportase juga melibatkan sejumlah aktivis dari CSO Lentera Nurani dan Komunitas Soedirman 30.
Dalam pantauan KJI, pembangunan terminal angkutan umum tipe C yang menggunakan dana APBD Kabupaten Serang tahun 2018 senilai Rp2,1 miliar itu tidak terlihat hiruk pikuk aktivitas naik turun penumpang. Pasca diresmikan langsung oleh Bupati Serang, Ratu Tatu Chasanah pada tanggal 17 Juli 2020, tidak ada kendaraan angkutan pedesaan di dalam terminal. Yang ada hanyalah muda-mudi yang memanfaatkan terminal sebagai tempat nongkrong dan berpacaran kala senja tiba.
Beberapa waktu sebelumnya, terpantau kendaraan yang biasa disebut odong-odong memasuki kawasan terminal. Terminal Tunjungteja dibangun untuk mempermudah mobilitas warga menggunakan angkutan umum dengan trayek Tunjungteja-Baros, Tunjungteja-Catang, Tunjungteja- Cikeusal, dan Tunjungteja-Ciruas.
Untuk menyelesaikan pembangunan, Pemkab Serang kembali menganggarkan pembangunan fasilitas pendukung terminal Tunjungteja sebesar Rp1,1 miliar pada tahun 2019. Anggaran besar itu seakan sia-sia karena tidak dimanfaatkan maksimal oleh supir angkutan umum dan masyarakat.
Terkait sepinya terminal tersebut, salah satu arsitek Indonesia, Junita Bahari Nonci, mengatakan bahwa dalam perencanaan terminal, pasar atau bangunan publik selain masalah kajian, perencanaan, kadang pula karena penegakan aturan yang kurang. Menurutnya, diperlukan adanya kajian Feasibility Study (FS) untuk diteliti kembali kondisi aktualnya sesuai atau tidak.
“Bisa diteliti lagi terkait kondisi aktual, apakah sesuai, atau memang telalu jauh dari akses utama? Berapa kilometer dari akses jalan utama? Kemudian perlu diteliti juga dengan perilaku angkutan umumnya,” ujarnya.
Biasanya, kata dia, dalam FS nanti bisa terlihat untuk penentuan titik lokasi pembangunan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Diantaranya adalah terminal harus menjamin kelancaran arus angkutan, penumpang, sesuai dengan rencana tataruang kota. Lokasi terminal hendaknya dapat menjamin tidak mengakibatkan gangguan pada kelancaran arus lalu lintas di sekitar terminal.
“Tidak mengganggu lingkungan hidup sekitar, dan dapat menjamin penggunaan dan operasi kegiatan terminal yang efisien dan efektif,” katanya.
Salah satu supir angkutan umum setempat, Rusdi menyebut bahwa lokasi terminal tidak strategis, sehingga tidak ada penumpang. Menurutnya, lebih tepat terminal dibangun di pertigaan antara Petir, Tunjungteja dan Rangkasbitung.
“Kalau di situ mah kurang, kurang ada yang minat. Turunnya di mana kalau di sana. Salah itu salah bikin terminal. Kalau di sini (Pertigaan Petir, Tunjungteja dan Rangkas) baru pas,” ujarnya, Kamis (12/9).
Berdasarkan pantauan, kondisi terminal saat ini sudah mulai mengalami kerusakan di beberapa titik, seperti keramik ruang tunggu penumpang sudah mulai mengelupas dan kondisi toilet kotor.
Diketahui, pembangunan terminal Tunjungteja pada tahap pertama dikerjakan oleh CV Rizki Al Mubarok. Perusahaan itu ditetapkan sebagai pemenang dalam proses lelang di Unit Layanan Pengadaan (ULP) Kabupaten Serang.
Namun, sepinya terminal tersebut berujung adanya kabar pelaporan ke Polres Serang dari pihak pelaksana proyek, yaitu Lukman sebagai salah satu komisarisnya. Beberapa waktu yang lalu, tersiar kabar bahwa Lukman melaporkan dua orang mantan pegawai ULP Kabupaten Serang Y dan I, yang disebut-sebut sebagai kerabat dekat mantan kepala ULP Kabupaten Serang, Okeu Oktaviana.
“Iya benar (melaporkan), iya (Y dan I),” ujar Lukman, saat dihubungi oleh BANPOS, Minggu (10/10).
Ia membenarkan pernah melaporkan Y dan I ke Polres Serang, lantaran keduanya merupakan keponakan dari Okeu. Namun ia membantah apabila pelaporan tersebut dikarenakan pelaksanaan proyek pembangunan terminal Tunjungteja.
“Oh bukan (soal proyek terminal Tunjungteja),” terangnya.
Tak sampai disitu, BANPOS berupaya melakukan konfirmasi kepada terlapor, Y. Saat ditemui, ia mengaku bahwa pelaporan tersebut dikarenakan tidak ditepatinya komitmen yang dibuat oleh pihak Okeu, dan pengusaha.
Dalam pertemuan tersebut, Y menyinggung soal pemberian uang dan komitmen. Selain itu, ia juga mengungkapkan terkait tidak terpenuhinya administrasi perusahaan yang berkaitan dengan komitmen tersebut.
“Jadi posisinya pemberian uang itu untuk fee pemenang (CV Al Mubarak), karena posisinya perusahaan itu sudah mendapat bintang, memang harus disiapkan komitmennya. Jadi kalau rekening itu (perusahaan) biarpun bodong, itu dikesampingkan juga, yang penting ‘lo komitmen aja sama gue, ini gue menangin perusahaan lo tapi lo kasih komitmen ke gue’ gitu,” ujarnya menjelaskan.
Menurutnya, ia memberikan uang sebesar Rp200 jutaan dari perusahaan pemenang tender pembangunan terminal Tunjungteja kepada Okeu. Saat itu ia bersama sepupunya, I dan juga orangtuanya di salah satu kafe di Kota Serang.
“Uang itu dimasukin ke tas sama orangtua saya, saya bawa. Uang sebanyak itu saya bawa di tas. Jadi setelah beres pertemuan dengan transaksi itu dengan pak haji (Okeu) kepala ULP, saya dijemput lagi sama orangtua saya,” tuturnya.
Ia mengaku hanya dijadikan perantara antara Okeu dan pihak perusahaan. Selanjutnya, ia sekedar mengetahui bahwa uang sejumlah Rp250 juta itu dibagi dengan salah satu Kabid di DPRKP, yang saat itu menjabat sebagai pokja ULP.
“Iya (disuruh mengambil uang), selebihnya saya gak tau apa-apa. Uangnya udah dikasih ke dia. Kalau gak salah dari hasil itu tuh dibagi-bagi untuk Pokja. Gak cuma untuk dia (Okeu), dibagi kepada pak Toni sebagai pokjanya ya,” terangnya.
Menurut sumber, Kepala ULP Kabupaten Serang saat itu, Okeu Oktavian diduga memenangkan CV Rizki Al Mubarok untuk mengerjaakan proyek pembanguan Terminal Tunjungteja senilai Rp1,3 Miliar pada tahun 2018. Imbalannya, Okeu meminta kepada Direktur CV Rizki Al Mubarak, Alfian dan Komisaris, Lukman uang sebesar Rp250 juta sebagai fee pepemang.
Padahal, PT Rizki Al Mubarak saat itu tidak memenuhi persyaratan atau lolos berdasarkan syarat yang tertuang didalam Kerangka Acuan Kerja (KAK) yang diterbitkan oleh Dinas Perhubungan Kabupaten Serang. CV Rizki Al Mubarak tidak memenuhi syarat seperti tenaga ahli dalam kualifikasi pekerjaan yang diambil untuk mengerjakan pembangunan terminal Tunjungteja.
Dalam daftar jumlah tenaga kerja teknik perusahaan jasa pelaksana konstruksi atau kontraktor yang dimiliki oleh CV Rizki Al Mubarak, hanya ada satu tenaga ahli bidang keahlian teknik sipil/gedung dengan tingkat pendidikan S1.
Jumlah tersebut hanya memenuhi kualifikasi badan usaha jasa konstruksi (BUJK) K1 dengan sub bidang jasa pelaksana untuk konstruksi bangunan pendidikan.
Berdasarkan KAK, dalam pekerjaan terminal Tunjungteja disebutkan perusahan yang akan melakukan pekerjaan memiliki 6 tenaga ahli. Seperti Penanggung Jawab Pekerjaan (Site Manajer), Ahli Teknik Bangunan Gedung, Ahli Teknik Jalan, Pelaksana Teknik/Pelaksana Lapangan, Petugas K3, dan Administrasi.
Semua Tenaga Ahli atau Personil menyertakan Curiculum Vitae (CV), Paklaring (Referensi Kerja), SPPK bermaterai ditandatangani yang bersangkutan dan Manajemen Perusahaan. Adapun syarat yang tak dapat dipenuhi seperti parklaring atau pengalaman kerja lima dari enam tenaga ahli yang ditugaskan CV Rizki Al Mubarak diduga dimanipulasi. Sebab, lima orang tidak terdaftar dalam perusahaan PT. Promix Prima Karya. Sedangkan tiga perusahaan yang ikut proses tender tidak lolos karena tak memenuhi syarat yakni kemampuan keuangan minimal 10 persen dari nilai proyek dua bulan sebelum kontrak.
“Kalau misalkan ngelihat, ngelihat (pemberian uang Rp250 juta) dari pak Lukman. Sore pak Lukman malamnya langsung diantarin. Kita enggak nanti-nanti (nganterin ke pak Okeu),” kata sumber ditemui di cafe di kawasan Ciceri, Kota Serang, Selasa (5/10).
Saat itu, dia hanya mengantarkan, tidak sampai masuk ke dalam rumah Okeu untuk mengantarkan uangnya.
“Saya nganterin ke depan rumahnya cuma nunggu di warung mie ayam, disamping rumah pak Okeu,” ujar dia.
Saat dikonfirmasi, Mantan Kepala ULP Kabupaten Serang Okeu Oktaviana membantah adanya kongkalikong dalam pemenangan perusahaan dalam proyek pembangunan terminal Tunjungteja. Dia mengaku tak pernah menerima uang dari CV Rizki Al Mubarak yang mengerjakan proyek pembangunan terminal Tunjungteja.
“Saya tidak pernah nerima (uang Rp250 juta dari CV Rizki Al Mubarak). Bisa cek di ULP, pernah enggak kepala ULP (nerima uang). Saya sama penyediannya saja tidak tahu,” kata Okeu ditemui di kantornya pada 9 September 2021.
Menurut Okeu, pihak tidak akan memenangkan perusahaan yang tidak sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan oleh pejabat pembuat komitmen (PPK) di Dishub Kabupaten Serang. Namun, dirinya mengaku bahwa selama menjabat Kepala ULP kerap ditawari sejumlah uang untuk dapat memenangkan tender.
Bahkan, kata Okeu, pernah ada perusahaan yang siap membayar Rp1 miliar agar dapat mengerjakan proyek di Kabupaten Serang. Namun ia dengan tegas menolak tawaran tersebut.
“Kami itu biasanya engga bakal berani untuk memenangkan suatu perusahaan apabila tdk sesuai (persyaratan). Jadi, siapapun yang masuk diluaran yang katanya punya ini punya ini, punya A punya B punya C apabila tidak sesuai mah ya tidak kami loloskan,” kata Okeu.(MUF/AZM)
Tinggalkan Balasan