KEBIJAKAN pemprov telah mamatok bantuan keuangan (Bankeu) untuk tahun 2022 secara merata, mendapat banyak penolakan. Angka ini adalah yang terendah dalam sejarah berdirinya pemerintahan Provinsi Banten. Pemprov Banten makin pelit kepada kabupaten kota di bawahnya?
Pemprov Banten, melalui Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) sudah mematok besaran anggaran Bankeu untuk kabupaten kota masing-masing sebesar Rp10 miliar. Namun, pembahasan item ini dipastikan bakal alot, mengingat badan anggaran (banggar) DPRD Banten dan pemerintah kabupaten maupun kota juga menginginkan pemberian bankeu secara proporsional.
Sebelumnya, selama 20 tahun lebih bankeu diberikan sesuai dengan kontribusi potensi pajak yang diberikan oleh kabupaten/kota, termasuk luas wilayah. Selama ini Tangerang Raya dan Kabupaten Serang selalu mendapatkan bankeu terbesar, sementara daerah lainnya diatas Rp10 sampai Rp30 miliar.
Ketua DPRD Banten, Andra Soni dihubungi melalui pesan tertulisnya,Minggu (17/10) membenarkan dan memastikan pemprov hanya memberikan slot anggaran dalam Rancangan APBD 2022 yang baru saja disampaikan hanya Rp80 miliar, dengan rincian masing-masing Rp10 miliar.
“Sudah diajukan. Dari RAPBD tersebutlah dasar pembahasan termasuk dengan bankeu,” kata Andra.
Angka yang disodorkan oleh pemprov tersebut lanjut politisi Gerindra ini, belum final. Banyak perubahan atau tetap pada angka tersebut setelah Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) bersama dengan Badan Anggaran (Banggar) melakukan pembahasan secara rinci, detail dan mendalam.
“Di RAPBD besarannya seperti itu. Nanti kan ada pembahasan TAPD dengan Badan Anggaran bisa disampaikan dan dibahas bersama,” ujarnya.
Diakui Andra patokan besaran Bankeu oleh pemprov diyakini lantaran keterbatasan anggaran. Dimana pendapatan diterima tidak sebesar tahun-tahun sebelumnya. Pandemi Covid-19, dan belum adanya sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dapat dijadikan primadona, selain pajak kendaraan bermotor (PKB), yang menjadi alasan.
“Kemampuan keuangan pemprov tentunya yang jadi acuan. Kewajiban pemprov memenuhi urusan wajib dahulu. Sumber pendapatan harus dioptimalkan agar bisa membiayai belanja-belanja wajib pemprov dan bilamana maksimal pendapatan tentu bisa mengalokasikan lebih untuk bantuan keuangan ke kabupaten/kota yang sebelum-sebelumnya lumayan besar (sebelum Covid-19),” ungkapnya.
Ditambah lanjut Andra, saat ini merupakan detik-detik masa habisnya pemerintahan Gubernur Banten Wahidin Halim (WH) dan wakilnya, Andika Hazrumy. Ada hal lainnya harus diselesaikan dalam program RPJMD 2017-2022.
“APBD itu kan ada bersumber dari pendapatan lalu dibelanjakan sesuai dengan yang direncanakan ( RPJMD ). Sebelum masuk ke masalah bankeu, kita bicarakan urusan wajib Pemerintah Provinsi Banten terlebih dahulu. Target- target RPJMD yang urgent, karena RPJMD itu produk bersama gubernur dan DPRD (berupa Perda). RPJMD-nya juga kan berakhir seiring dengan berakhirnya masa jabatan gubernur/wagub. Dan hal yang wajar gubernur /wagub mengutamakan RPJMD.
Sama halnya dengan bupati dan walikota pasti akan mengutamakan RPJMD masing- masing kabupaten/kota. Karena
pencapaian RPJMD lah yang akan dipertanggungjawabkan oleh kepala daerah setiap akhir masa jabatannya,” paparnya.
Disinggung adanya kemungkinan berubah besaran bankeu 2022, dikatakan Andra, masih ada kemungkinan-kemungkinan. TAPD dengan Banggar akan membahasnya dalam waktu dekat ini. Ruang ini nantinya yang bisa dilakukan oleh teman-teman di DPRD Banten dan TAPD menyamakan persepsi atau pendapat.
“Pembahasan belum dimulai. Kita ikuti saja mekanisme pembahasan anggaran atara badan anggaran dan TAPD yang mewakili gubernur. Kuncinya komunikasi lah antara kepala daerah (bupati/walikota) dengan gubernur. Dan tentu dengan DPRD perwakilan masing-masing (derah pemilihan atau Dapil),” pungkasnya.
Sebelumnya, hasil finalisasi kebijakan umum anggaran (KUA) plapon dan prioritas anggaran sementara (PPAS) APBD tahun 2022 mematok untuk bantuan keuangan (Bankeu) kepada delapan kabupaten/kota masing-masing Rp10 miliar.
Secara umum, postur anggaran pada APBD Banten tahun 2022, untuk total APBD sebesar Rp11 49 triliun, dengan rincian pendapatan asli daerah (PAD) ditarget Rp7,19 triliun dari Rp7,16 triliun atau naik Rp490 miliar. Sedangkan untuk belanja daerah Rp12,48 triliun.
Wakil Ketua DPRD Banten, Budi Prajogo ditemui usai rapat mengaku, finalisasi KUA PPAS APBD tahun 2022 terkait dengan masa berakhirnya pemerintahan Gubernur Banten Wahidin Halim (WH) dan Andika Hazrumy (Aa). Oleh karena itu, fokus yang dibahas adalah program-program penyelesaian Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2017-2022.
“Fokusnya menyelesaikan agenda-agenda di RPJMD. Seperti menyelesaiakan USB (unit sekolah baru), Sport Center, pembangunan RSUD Banten 8 lantai dan pembangunan beberapa ruas jalan,” katanya.
Ia menjelaskan, akibat adanya urusan wajib pemprov berdasarkan RPJMD 2017-2022, dan program yang harus disesuaikan dengan pemerintah pusat, Gubernur Banten Wahidin Halim (WH) mengambil kebijakan Bankeu kepada delapan kabupaten/kota lebih kecil dari tahun-tahun sebelumnya.
“Rp10 miliar kepada masing-masing kabupaten/kota (Bankeu). Pertimbangannya jumlah anggaran terbatas, ada agenda janji-janji gubernur (harus dituntaskan). Kita mendahulukan urusan wajib,” ujarnya.
Adapun nantinya akan ada sikap protes dari bupati dan walikota se-Banten, lantaran pemberian Bankeu yang dinilai kecil, Budi mengaku hal tersebut merupakan kewenangan WH, ditambah sifatnya tidak wajib.
“Bankeu kebijakan gubernur. Lagian Bankeu itu bukan keharusan. Sunah,” imbuhnya.
Pusat Studi dan Informasi Regional (PATTIRO) Banten, mengkritisi keputusan Gubernur Banten, Wahidin Halim (WH), yang menyatakan akan menyamaratakan bantuan keuangan (bankeu) untuk seluruh kabupaten/ kota di Banten.
Divisi Kebijakan Publik PATTIRO Banten, Amin Rohani menyatakan, penyamarataan bankeu untuk kabupaten/ kota menunjukkan bahwa Pemprov Banten tidak menunjukkan keberpihakan terkait adanya kesenjangan pembangunan daerah.
Menurut Amin, salah satu tujuan bankeu pada Permendagri 77 tahun 2020 pada point C tentang Pendapatan Daerah bagian 2: transfer antar daerah disebutkan bahwa Bantuan Keuangan merupakan dana yang diterima dari daerah lainnya baik dalam rangka kerja sama daerah, pemerataan peningkatan kemampuan keuangan, dan/atau tujuan tertentu lainnya
Amin menyatakan, berdasarkan poin tersebut sudah jelas bahwa bankeu harus mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah kabupaten/kota.
“Daerah yang memiliki kemampuan keuangan lebih tinggi harusnya tidak disamaratakan dengan daerah yang mempunyai kemampuan keuangan yang lebih rendah. karena bantuan keuangan yang efektif harus mampu menyelesaikan persoalan disparitas antar daerah di Banten,” jelasnya melalui rilis yang diterima BANPOS, Rabu (13/10).
Dari data yang dimiliki PATTIRO Banten, gap pembangunan di Banten sangat tinggi antara daerah Utara dan Selatan Banten. Mulai dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Banten Utara seperti Tangerang Selatan, Kota Tangerang dan Kabupaten Tangerang jauh lebih tinggi dibandingkan Lebak, Pandeglang dan Kabupaten Serang.
“Seharusnya Gubernur dapat mempertimbangkan hal ini, sebagai solusi untuk memperkecil gap pembangunan tersebut,” jelasnya.
Ia menyatakan, WH membuat kemunduran daripada periode sebelumnya, dikarenakan pada tahun 2016, Pemprov Banten memiliki rumus dan indikator yang jelas dalam menentukan bankeu bagi kabupaten/ kota.
“Melalui pergub no 49 tahun 2016, telah dibuat rumusan perhitungan alokasi bankeu provinsi kepada kabupaten/ kota di Banten dengan melihat berbagai indikator diantaranya, Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, PAD, Jumlah Penduduk miskin, LPE, PDRB, dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT). Tapi sekarang tidak ada indikator/ rumus yang jelas untuk menentukan bankeu,” terangnya.
Ia menyatakan, dengan tindakan ini, WH jelas tidak menunjukkan upayanya untuk mencapai visi misi pembangunan yang telah dibangunnya bersama dengan Andhika Hazrumy.
Selain itu, ia juga mempertanyakan penolakan WH terhadap usulan DPRD. Karena menurutnya, DPRD telah menjalankan peran dan fungsi yang benar dalam mendorong bankeu yang lebih tepat sasaran.
“Usulan Fraksi-Fraksi DPRD sudah sesuai dengan ketentuan permendagri. Harusnya gubernur mempertimbangan usulan tersebut, jika langsung ditolak mentah-mentah, dimana fungsi budgeting yang melekat pada DPRD?” tegasnya.
Sebab itu, ia berharap agar WH dapat mengeluarkan kebijakan bankeu yang lebih tepat sasaran dan berdasarkan indikator yang jelas ketimbang menyamaratakan bantuan tersebut.(RUS/PBN/ENK)
Tinggalkan Balasan