PILKADES serentak di Kabupaten Lebak sukses terselenggara, Minggu (24/10). Namun, banyak catatan yang ditinggalkan dan perlu ditingkatkan demi meningkatkan kualitas demokrasi di tingkat desa.
Banyak pihak yang masih mempertanyakan aturan Perbup yang menjadi landasan penyelenggaraan Pilkades. Meski sudah lima kali direvisi, aturan itu dinilai kurang lengkap. Mereka mempertanyakan soal aturan dan mekanisme sanksi selain administrasi. Karena dalam gelar Pilkades itu, tentu akan banyak gesekan kepentingan dan dugaan permainan politik uang dan pelanggaran lainnya.
Ketua Fraksi PPP, Musa Weliansyah kepada BANPOS menjelaskan, bahwa mulai Perbup Lebak No 11 Tahun 2021 yang landasannya pada Permendagri Nomor 27 Tahun 2020 dan hingga perubahan kelima Perbup Lebak No 47 Tahun 2021 Tentang Pelaksanaan Pilkades Serentak di Lebak ini banyak ketentuan yang harus dilengkapi.
“Misalnya soal tahapan administrasi yang menimbulkan sengketa administrasi di Desa Darmasari, Bayah, sehingga diputus sela oleh PTUN Serang yang menyebabkan Pilkades Darmasari ditunda waktunya,” ujarnya, Minggu (24/10).
Musa yang juga mantan pegiat sosial di Lebak ini menambahkan, selain itu soal sanksi pada hal kecurangan Pilkades, dalam Perbup tidak diatur, sehingga tradisi kerawanan dalam hal money politik dan kecurangan lainnnya tidak dijelaskan.
“Sehingga karena tak ada aturan yang jelas soal sanksi pelanggaran pidana pilkades, ini menyebabkan harus ada keterlibatan aturan hukum lain, Seperti KUHP, padahal biasanya dalam setiap pelaksanaan pemilu ada aturannya,” kata Musa.
Diharapkannya, ke depan dalam membuat aturan Perbup Pilkades ini tentunya harus matang, harus ada uji publik atau uji materi yang akurat, sehingga hasil pembuatan aturan pun tidak lengkap.
“Jadi dalam membuat draf Perbup Biro Hukum Pemda Lebak itu harus cerdas dan bisa membaca kondisi Lebak, karena setiap daerah itu akan memiliki Perbup yang disesuaikan dengan kondisi lokal,” kata dia.
“Biro hukum dalam hal ini harus lebih cekatan, Karena kondisi setiap daerah kabupaten itu berbeda. Bila perlu pakai kajian secara obyektif, sehingga aturan itu akan jadi landasan yang menyeluruh. Jadi jangan terkesan copy paste dari aturan di daerah lain. Bila perlu soal Pilkades ini buatkan Perdanya, kalau di kita belum ada Perda itu, maka nanti Fraksi PPP akan mengusulkan ini,” imbuh Musa.
Kata Musa, Pilkades ini adalah demokrasi yang paling lekat dengan emosi warga konstituen, sehingga butuh aturan yang menggurita untuk membingkai persoalan fakta lapangan.
“Kalau seperti Perbup sekarang kan terlihat menyebelah. Hanya sanksi aturan administrasi saja yang mencuat, sedangkan sanksi pelanggaran pidana atau sanksi bagi pelanggar/tim sukses tidak diatur lengkap. Kalau dalam pemilu kan biasanya harus ada wadah yang namanya Panitia Pengawas secara khusus, atau Gakumdu Pilkades, ini mah tidak ada. Sehingga ini juga rancu. Jadi ketika ada laporan atau temuan pelanggaran seperti money politik atau black campaign, itu akan kesulitan mengaitkan hukum dan siapa yang menanganinya. Paling dikaitkan ke KUHP, ini jelas tak akurat,” papar Musa.
Selain itu, Musa juga menyoroti daftar pemilih tetap (DPT) yang bermasalah sejak awal penetapan DPT hingga menjelang pencoblosan. Banyak warga yang mengaku tidak mendapatkan surat panggilan karena tidak masuk Daftar Pemilih Tetap (DPT), pada ajang pesta demokrasi itu.
Musa mengungkapkan, ada banyak laporan terkait masalah DPT menjelang pencoblosan. Persoalan ini muncul, karena masyarakat yang tidak masuk DPT tidak bisa memilih calon Kepala Desa yang menjadi jagoannya di Pilkades Serentak 2021.
“Sejak awal, jadi saya bukan kali ini saja menyampaikan masalah DPT. Sejak bulan lalu, persoalan ini sudah saya sampaikan kepada panitia pilkades. Namun, sepertinya itu tidak ditindaklanjuti, karena masih banyak warga kehilangan hak konstitusionalnya dalam pesta demokrasi di desa ini,” kata Musa Weliansyah kepada wartawan, Minggu (24/10).
Menurut Musa, ke depan pelaksanaan Pilkades itu harus dibenahi agar hak politik masyarakat itu terjamin. Karena, dalam satu desa masyarakat yang tidak masuk ke DPT mencapai puluhan orang. Bahkan, yang meninggal dan di bawah umur malah masuk DPT. “Ini rawan gugatan, karena hak politik orang dihilangkan paksa,” tegasnya.
Ketua Komisi I DPRD Lebak, Enden Mahyudin mengatakan, bahwa penanganan pelanggaran Pilkades itu harus ada aturan yang mengatur. Menurutnya, untuk Lebak secara rinci tidak mengatur tentang pelanggaran itu, namun yang ada hanya bersifat penanganan pelanggaran administratif.
Selain itu, di Pilkades ini juga tidak ada aturan tentang lembaga pengawas, sehingga penanganan soal Pilkades ini menjadi sulit untuk mengaitkan dengan penanganannya.
“Iya, kita ketahui bersama, aturan Perbup itu tidak menyebutkan keberadaan Panitia Pengawas Pilkades. Sehingga Panitia Pilkades pun kesulitan dalam menangani setiap laporan pelanggaran yang masuk, terutama untuk ranah pidana pemilunya. Sementara di satu sisi, setiap pemilu itu harus ada aturan itu, sehingga tidak rancu. Ke depan kita akan siapkan Perda terkait Pilkades yang lebih lengkap, sehingga nanti Perbup pun secara aktual akan merincinya” ujar Enden kepada BANPOS, Minggu malam (24/10).
Sementara, Ketua Panitia Pilkades Kabupaten Lebak, Alkadri membenarkan bahwa aturan dalam Perbup itu sudah lima kali berganti, hal ini disesuaikan dengan kondisi ril lapangan dan perubahan lain serta penanganan pelanggaran. Dikatakan, bahwa Pilkades serentak ini diikuti 264 Desa. Dan yang dua desa lagi Pilkadesnya ditunda, seperti Desa di Citorek Kecamatan Cibeber dan Darmasari di Bayah.
Dijelaskan Alkadri, terkait penanganan pelanggaran Pilkades oleh Panitia desa sudah diatur dalam Perbup perubahan ke lima Nomor 47. Dan panitia tidak menangani temuan, tapi cuma laporan resmi, pihaknya pun mengakui bahwa panitia Pilkades bersipat pasif.
“Ya untuk temuan pelanggaran kita tidak menangani. Namun kita akan menangani jika ada laporan lengkap, tertulis dan ada pelapor dan saksinya. Karena di aturan Perbup tidak ada pengawas Pilkades. Dalam hal pelanggaran ini kita berkoordinasi dengan pihak aparat kepolisian,” ujarnya kepada BANPOS, Minggu malam.
Menurut Asda 1 Pemkab Lebak ini, sampai hari pencoblosan dan perhitungan panitia Pilkades Lebak tidak mendapatkan laporan pelanggaran dari masyarakat dan konstestan.
“Hingga malam ini Kami belum mendapat laporan pelanggaran resmi dari masyarakat. Adapun laporan yang masuk hanya laporan lisan dan tidak kuat. Seperti di Cileles ada pemilih yang punya kartu panggilan sampai enam lembar. Sehingga di TPS itu sempat deadlock, namun kami tetap minta panitia melanjutkan penghitungan. Dan soal pelanggarannya jika mau dilanjut secara hukum silahkan secara tertulis dan resmi.
Adapun terkait waktu pelaporan, terang Alkadri, itu jangka waktu penanganannya ada limit. “Misal ada kejadian pelanggaran, itu silahkan warga atau calon melaporkan dalam jangka 3 hari sejak peristiwa, dan lama penanganan itu satu bulan. Jika nanti ada ranah pidana murninya, maka itu kita serahkan ke aparat hukum yang berwenang,” ungkapnya.
Pada bagian lain mantan Kadishub Lebak ini juga sudah memiliki data para pemenang Pilkades yang 100 Persen sudah masuk. “Data calon yang unggul dan perolehan suaranya kita sudah punya. Namun untuk ekspose kita belum bisa kasih, karena masih menunggu data administrasi lain. Paling Minggu depan baru bisa. Dan Alhamdulillah pelaksanaan Pilkades serentak ini berjalan lancar dan aman,” ungkapnya.
Soal DPT, Alkadri mengakui, ada banyak warga yang tidak masuk Daftar Pemilih Tetap. Apalagi, tahapan pilkades di Kabupaten Lebak ditunda akibat pandemi Covid-19. Kondisi itu jelas Alkadri, tentu memengaruhi DPT yang telah ditetapkan.
“Data pemilih itu berasal dari KPU. Data itu diverifikasi panitia pilkades sebelum ditetapkan menjadi DPT dan ditandatangani panitia pilkades bersama calon kades,” katanya. (CR-01/WDO/PBN/ENK)
Tinggalkan Balasan