KPK Minta Daerah Permudah Ijin Tanpa Korupsi

JAKARTA, BANPOS – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri meminta kepala daerah memudahkan pemberian izin usaha untuk investor di wilayahnya. Pemberian izin yang mudah dan cepat, bisa membuat daerah makin maju lantaran banyak investor berinvestasi.

“Kami juga berharap kepada para pemangku kepentingan, kepala daerah, untuk tidak mempersulit izin usaha, bikin dan buat kemudahan usaha, buka investor seluas-luasnya,” ujar Firli dalam telekonferensi di Jakarta, Selasa (2/11).

Tetapi diingatkan Jenderal Polisi bintang tiga itu, kemudahan izin, tidak diberikan dengan cara korupsi. Suap, misalnya.

“Tentu kita ingin mengajak setiap anak bangsa setiap pihak yang bergerak di bidang infrastruktur dan perumahan tidak ada yang terlibat kasus kasus korupsi,” tegasnya.

Dia menegaskan, tindakan korupsi di bidang investasi bakal ditindak KPK. Komisi antirasuah memastikan tidak akan pandang bulu bagi pejabat yang berani menghambat investasi di Indonesia dengan tindakan korupsi.

Firli juga menilai, korupsi di bidang investasi sama dengan menyakiti hati rakyat. Soalnya, tindakan kotor itu bisa membuat kemajuan daerah menjadi mundur, di saat rakyat berharap banyak.

“Investasi menjadi kata kunci penting karena dengan investasi yang mudah maka akan menemukan lapangan pekerjaan,” tutur Firli.

Karena korupsi pula, lapangan pekerjaan dari investasi yang ditanamkan investor juga bisa hilang. Pendapatan daerah bisa benar-benar tergerus jika pejabat berani mengkorupsi investasi daerah.

“Karena lapangan pekerjaan yang terbuka maka tentulah akan berpengaruh terhadap pendapatan, pendapatan besar meningkat tentunya juga akan meningkatkan dan konsumsi masyarakat,” tandasnya.

Terpisah, Kepala Satgas Gratifikasi dan Pelayanan Publik KPK, Sugiarto mengingatkan kepada jajaran Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Direktorat Jenderal (Ditjen) Perbendaharaan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tentang bahaya gratifikasi. Sebab, gratifikasi dapat merusak integritas seseorang dan integritas merupakan benteng untuk tidak korupsi.

“Ibarat Pandemi, integritas diharapkan menjadi vaksin antikorupsi. Mari cegah korupsi dari rumah tangga kita sendiri,” kata Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) Gratifikasi dan Pelayanan Publik KPK, Sugiarto dalam keterangannya, Selasa (2/11).

Sugiarto menyampaikan pentingnya menghindari gratifikasi. Dia menuturkan, jika terbiasa menerima gratifikasi yang terkait dengan jabatan akan menumbuhkan mental pengemis, karena biasa meminta.

Selain itu, lanjutnya, selalu merasa berhutang budi. Sehingga, ketika para pihak yang memberi gratifikasi meminta dispensasi, kemudahan atau bahkan kebijakan, maka akan membuat penerima gratifikasi merasa sungkan, sehingga akhirnya berpotensi terjebak dalam suap-menyuap.

Pada tahap selanjutnya, menurut Sugiarto, penerima gratifikasi akan memperkaya diri sendiri atau orang lain bahkan korporasi.

“Oleh karena itu, waspadalah terhadap bahaya gratifikasi. Kenapa? Karena gratifikasi adalah akar korupsi, menyebabkan konflik kepentingan dan kecurangan,” tegas Sugiarto.

Sugiarto juga memaparkan apa itu gratifikasi ilegal. Merujuk pasal 12B ayat (1), setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban dan tugasnya.

Selanjutnya, Sugiarto menjelaskan karakteristik gratifikasi yang tidak wajib dilaporkan, yaitu pertama, pemberian yang berlaku umum baik jenis, syarat, nilai dan memiliki prinsip kewajaran/kepatutan. Kedua, tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ketiga, masuk dalam ranah adat istiadat, kebiasaan, dan norma yang hidup di masyarakat. Keempat, dipandang sebagai wujud ekspresi/keramah-tamahan.

Intinya, tegas Sugiarto, salah satu wujud dari integritas seseorang adalah mereka berhati-hati terhadap pemberian hadiah. Apalagi, katanya, hadiah tersebut diyakini berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan tugas dan kewajiban.

“Itu dilarang. Silakan ditolak dan dilaporkan penolakannya. Jika terpaksa diterima juga silakan dilaporkan. Kenapa? Karena gratifikasi beda tipis dengan suap,” cetus Sugiarto.(OKT/ENK/RMID)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *