TANGERANG, BANPOS – Tingkat stunting (kurang gizi) balita di Kota Tangerang diklaim terendah se-Provinsi Banten. Hal itu berdasarkan hasil Riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2018 yang menunjukkan angka 19,1 persen.
Hal itu diungkapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Tangerang, dr Dini Anggraeni. Kata Dini, angka tersebut kemudian turun menjadi 16,4 persen berdasarkan hasil Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) tahun 2019. Dimana data untuk provinsi Banten sebesar 23,4 persen.
“Untuk target angka penurunan stunting di Kota Tangerang kita kejar di bawah angka target nasional 14 persen di tahun 2024,” ungkap Dini, Senin (8/11).
Diketahui, stunting adalah masalah gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu lama. sehingga mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada anak. Yakni tinggi badan anak lebih rendah atau pendek (kerdil) dari standar usianya.
Dini mengatakan, Dinkes Kota Tangerang terus melakukan upaya peningkatan status gizi masyarakat. Khususnya pada masa 1.000 hari pertama kehidupan (1.000 HPK).
Upaya itu dilakukan sejak usia dalam kandungan hingga usia 2 tahun dan pada masa balita, sebagai masa emas pertumbuhan dan perkembangan anak. Sesuai dengan Peraturan Wali kota Tangerang nomor 87 / 2019 tentang Penanggulangan Masalah Gizi.
Menurut Dini, upaya tersebut tentunya diperlukan peran semua elemen serta kesadaran orangtua dalam pemenuhan gizi seorang anak. Upaya penanggulangan stunting ini dilakukan pula bersama lintas OPD melalui aksi konvergensi penurunan stunting untuk melaksanakan intervensi sensitif yang biasanya dilakukan oleh sektor di luar sektor kesehatan.
Dalam hal intervensi spesifik yang dilakukan oleh sektor kesehatan, di setiap puskesmas. Kini tersedia pos gizi sebagai sarana edukasi dan perubahan perilaku keluarga balita dan bergerak memantau warga yang kekurangan gizi.
“Inovasi “Laksa Gurih” (Tatalaksana Gizi Buruk agar Segera Pulih) juga dilakukan untuk mendampingi balita yang mengalami gizi buruk agar cepat membaik status gizinya dan mencegah terjadinya stunting bila dalam jangka panjang tidak segera diintervensi,” jelas Dini.
Selain itu terdapat pula inovasi Jadi Remaja Anti Anemia (Yuk Jaim) berupa edukasi gizi seimbang, pencegahan anemia dan distribusi tablet tambah darah bagi remaja putri. Kata Dini, ibu hamil juga dihimbau untuk memeriksa janinnya secara rutin di Sistem Informasi Kehamilan Terintegrasi dan Terpadu (EMAK IDEP).
“Diberi edukasi melalui kelas ibu hamil termasuk mengenai gizi seimbang, persiapan Inisiasi Menyusu Dini saat melahirkan dan pemberian ASI eksklusif,” jelasnya.
Dia menjelaskan dukungan dari suami juga diperlukan selama masa pemberian Air Susu Ibu (ASI). Sehingga, dibentuk pula bagi suami seperti di Puskesmas Larangan Utara. Kursus ini berbentuk Kelompok Ayah Peduli ASI (KAPAS).
“Serta berbagai inovasi lain yang dapat mendukung pemenuhan gizi khususnya pada remaja, ibu hamil dan balita sebagai upaya pencegahan dan penurunan stunting,” pungkasnya. (IRFAN/MADE/BNN)
Tinggalkan Balasan