Kemenhub Didesak Cabut Aturan Tiket Elektronik ASDP

CILEGON, BANPOS,- Anggota Dewan Pakar Partai Gerindra Bambang Haryo Soekartono meminta Kementerian Perhubungan mengevaluasi pemberlakuan tiket elektronik untuk jasa penyeberangan PT Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (ASDP). Pemberlakuan tiket elektronik yang mengacu pada Peraturan Mennteri Pehubungan Nomor 19 Tahun 2020 dianggap merugikan konsumen.

“Pemberlakukan tiket online sangat merugikan masyarakat pengguna transportasi laut. Kebijakan tiket elektronik ini sebaiknya dievaluasi ulang,” ujar Bambang saat dihubungi, Jumat (3/12).

Bambang mengatakan, pemberlakuan tiket elektronik ini justru berdampak peningkatan harga tiket ASDP. Masyarakat awam pun masih kesulitan serta belum terbiasa dalam pemanfaatan tiket elektronik ini untuk layanan penyeberangan.

“Masyarakat kesulitan membeli tiket angkutan penyeberangan. Para penumpang terpaksa membeli lewat calo atau agen tiket. Tetapai mengapa pihak ASDP membiarkan hal ini terjadi. Mereka bebas menjual tiket kapal. Padahal sebelumnya masyarakat sudah membayar harga tiket yang mahal,” terang Bambang.

Menurutnya, komponen harga tiket adalah jasa kepelabuhan, jasa penyeberangan, dan asuransi. Ongkos jasa kepelabuhanan sudah masuk di dalam terdiri penyediaan ruang tunggu terminal, fasilitas dermaga, dan jasa penjualan tiket.

“Artinya, ongkos jasa penjualan tiket adalah bagian kecil dari ongkos jasa pelabuhan lainnya,” paparnya.

Dirinya mencontohkan, harga tiket penyeberangan di Pelabuhan Ketapang-Gilimanuk semestinya sebesar Rp8.500. Komponen harga tiket ini meliputi jasa pelabuhan Rp3.800, jasa pelayaran Rp3.900, dan asuransi Rp800.

Tetapi dalam sistem tiket elektronik, menurutnya harga tiket penyeberangan naik jadi berkisar Rp13 ribu hingga Rp15 ribu. Sehingga diasumsikan naik 76 persen dari ketentuan tarif semestinya.

Di sisi lain, bagi pria yang menjabat Ketua Harian Masyarakat Transportasi Indonesia Jawa Timur pun menyoroti pembatasan penggunaan tiket online hanya 10 hingga 20 menit saja. Ia menilai ketentuan ini tak lazim bila dibandingkan moda transportasi lain seperti penumpang pesawat dan kereta api.

“Masa berlaku tiket online dibatasi tidak lebih dari dau jam. Padahal, moda transportasi lain bisa sampai bulanan dan tahunan dari saat mendaftar,” cetusnya.

Bambang menyatakan, pemanfaatan sistem transaksi elektronik secara online semestinya mampu memangkas tarif layanan transportasi. Bukan malah sebaliknya, tarif tiket naik dari ketentuan normal.

“Harusnya ongkos jasa kepelabuhanan yang diturunkan, bukan malah dinaikkan harganya menjadi tiga kali lipat dari ongkos jasa kepelabuhanan,” ucapnya.

Kondisi saat ini, kata Bambang, terdapat ratusan agen tiket yang menjamur di Pelabuhan Penyeberangan Ketapang-Gilimanuk dan Pelabuhan Merak-Bakauheni. Mereka seluruhnya diakomodasi pihak ASDP.

Permasalahannya, mereka ini bukan agen profesional yang memang menekuni bidang jasa pelayanan penjualan tiket kapal penyeberangan. Ia mendapati beberapa di antaranya tidak mengantongi izin sebagai agen travel agen resmi.

Beberapa malah adalah mekanik bengkel sepeda motor, warung nasi, penjual bakso, warung nasi, penjual makanan, penjual bakso, penjual sembako, dan kos kosan.

“Kenyataan di lapangan berbanding terbalik dengan semangat pemerintah memberantas praktik percaloan. Saat ini kan pemerintah fokus dalam memberantas praktik percaloan jasa transportasi, ini sama saja melegalkan calo-calo tiket. Harusnya ditertibkan,” tegasnya.

Harusnya ini menjadi satu temuan Satgas Mafia Kepelabuhanan yang diinisiasi kepolisian, kejaksaan, dan didorong Menko Kemaritiman dan Investasi RI Luhut Binsar Panjaitan. Apalagi ada dugaan pungutan liar yang harus diberantas oleh Tim Saber Pungli bentukan Presiden Joko Widodo.

“Saya mengharapkan Menteri Perhubungan dengan jajarannya, segera mengevaluasi dan melakukan revisi kebijakan ini,” tandasnya.(BAR/PBN)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *