Gubernur Versus Buruh

PULUHAN buruh berhasil masuk dan menduduki kantor serta ruangan Gubernur Banten Wahidin Halim, Rabu (22/12) lalu. Sang gubernur tak tinggal diam, dia mengecam aksi buruh dan melaporkan mereka ke Polda Banten. Lima orang buruh diinformasikan telah ditahan terkait laporan itu.

Aksi para buruh yang menerobos masuk ke dalam ruang kerja gubernur bukan dalam peringatan Hari Buruh Internasional atau dikenal dengan MayDay. Melainkan aksi bentuk kekecewaan karena tidak pernah direspon oleh Gubernur Banten Wahidin Halim (WH), bahkan sebaliknya mereka merasa tidak dihargai keberadaannya.

WH sebagai Gubernur Banten, dengan tegas meminta pengusaha mencari karyawan baru, jika buruh menolak penetapan Upah Minimun Provinsi (UMP) dan Kabupaten/Kota (UMK) tahun 2022 yang telah ditetapkan.

Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Serikat Pekerja Nasional (SPN), Puji Santoso dalam bincang-bincang dengan Ikhsan Ahmad selaku moderator di Kanal Youtube, BANTENPoscast dengan surasi 44 menit 31 detik, mengungkapkan, ada yang aneh dalam sosok WH sebagai kepala daerah.

“Pernyataan gubernur yang meminta pengusaha agar pengusaha mencari karyawan baru dan memecat karyawan lama karena menolak upah minimum 2022 jelas ini sangat menyakitkan buruh. Harusnya gubernur berkaca pada Gubernur Banten terdahulu, Bu Ratu Atut Chosiyah,” kata Puji.

Puji mengisahkan, tatkala Banten dijabat oleh Ratu Atut Chosiyah yang merupakan ibu kandung dari Wakil Gubernur Banten Andika Hazrumy (wakil WH), iklim investasi, hubungan buruh dengan pengusaha dan pemerintah berjalan dengan baik.

“Saya rasa kepemimpinan Bu Atut, yang kami rasakan, buruh selalu diajak bicara dalam memutuskan UMP maupun UMK. Bahkan kalau kami tidak bisa diterima di kantornya, Bu Atut mengundang kami para buruh di rumah dinasnya,” ujarnya.

Dan sejak Banten dijabat oleh WH, buruh lanjut Puji seolah-olah keberadaannya tidak ada. Padahal, buruh juga warga Banten, yang memiliki identitas dan membayar pajak penghasilan (PPh) kepada pemerintah.

“Buruh ini kan masyarakatnya gubernur juga, KTP Banten, bahkab PPh kami yang dibayarkan oleh perusahaan kepada pemerintah juga maauk ke Banten,” ujarnya.

Adapun aksi buruh yang masuk ke ruang kerjanya dikatakan Puji, hal tersebut merupakan puncak dari kekecewan buruh.

“Gubernur Banten terbukti tidak bisa menjaga marwah dan kehormatan Gubernuran, dengan kantor dikuasai sementara rakyatnya bukan tanpa sebab, hal tersebut dikarenakan ucapan gubernur WH yang Asbun (asal bunyi) dan tidak beradab, yang ditengarai arogansinya paska menetapkan upah minimum 2022, serta kebiasaan dia (WH) yang nyaris tidak pernah mau menemui rakyat buruh ketika didatangi, sehingga patut dipertanyakan Gubernur Banten ini memimpin rakyat Banten secara keseluruhan atau hanya memimpin, menghidupi dan menjaga kelompoknya saja kah?” ungkapnya.

Alasan WH yang yang beranggapan bahwa buruh menolak UMP dan UMK 2021 adalah kelompok yang tidak memahami kondisi bangsa saat ini karena pandemi Covid-19, hal tersebut tidak benar.

“Gubernur Banten juga harus memenuhi rasa keadilan bagi rakyat buruh, di saat tahun sebelumnya dengan alasan Pandemi Covid -19 para pengusaha mendapatkan subsidi dari Negara senilai ratusan triliun rupiah agar tidak terjadi PHK (pemutusan hubungan kerja), merumahkan pekerja, memotong Upah dan lain-lain, namun yang terjadi PHK dimana-mana, merumahkan pekerja dimana-mana, banyak pengusaha yang membayar upah tidak sesuai ketentuan, disaat rakyat buruh diam memaklumi tidak ada respon atau kepedulian dari Gubernur Banten, sekarang disaat ekonomi mulai berangsur membaik malah ingin menyiksa perekonomian rakyat buruh. Saya jadi meragukan Gubernur Banten saat ini dalam memimpin Provinsi Banten tercinta ini,” kata Puji.

Bahkan dengan apa yang dilakukan oleh WH dalam penetapan UMP dan UMK 2022, kemudian bersikap tak menganggap buruh, mencirikan bahwa WH tidak paham dengan regulasi tentang upah.

“Gubernur Banten terkesan tidak memahami mekanisme dan kewenangan penetapan upah, jelas sudah diatur dalam UU 13/2003 yang sekarang juga muncul dalam UU 11/2020 jo PP 36/2021 bahwa Gubernur mempunyai kewenangan penuh dalam penetapan upah minimum, meskipun itu lebih tinggi dari formula PP 36/2021, dan pula naskah akademik formula di PP itu jg gak ada juga toh,” ujarnya.

Dan yang membuat buruh Banten merasa tergelitik dengan tingkah pola WH adalah, pasca kejadian buruh masuk ruang kerja dan bergaya seolah-olah menjadi gubernur adalah dengan melakukan pemecatan Kepala Satpol PP, Agus Supriyadi.

“Gubernur Banten memberhentikan Kasatpol PP adalah bentuk Kepemimpinan Kumingsun (merasa paling benar), kekanak-kanakan dan tidak ngaca pada diri sendiri, seolah itu hanya kesalahan semata Kasatpol PP. Dia lupa padahal semua yang terjadi ini karena ulahnya yang bicara asal bunyi, tidak bertanggungjawab, dan tidak berani menemui rakyat buruh, sehingga hal ini yang menjadikan situasi menjadi berbeda, namun masih dalam kendali,” kata Puji seraya mengucapkan terimakasih kepada Jajaran Polda Banten, dan Satpol PP yang melayani rakyat buruh dengan sangat humanis dalam aksi demo buruh pada Rabu (22/12) lalu.

Buruh juga menganggap WH sudah tidak mrmiliki kemampuan dalam memimpin provinsi, hal ini dapat terlihat dengan sikapnya yang mengadukan teman-teman ke Presiden Jokowi dan Kapolri.

“Mr. WH ini koq malah mau jadi Gubernur yang suka mengadu sih. Apa sudah tidak mampu memimpin Banten lagi? Ya kalau udah enggak mampu ya mundur aja toh, gitu saja koq repot. Gak usahlah berniat mengadu ke Presiden dan Kapolri, pekerjaan beliau-beliau itu masih banyak yang lebih penting dan urgent, masalah yang dibuat sendiri mbok ya diselesaikan saja di internal Banten, enggak usah dibawa-bawa ke Presiden segala, enggak mampu mah ya mundur saja toh,” jelasnya.

Sementara itu, mantan Bupati Lebak, Mulyadi Jayabaya meminta kepada WH agar lebih dalam.lagi melakukan perenungan atas tindakannya selama menjadi gubernur.
“WH harus introspeksi diri, seharusnya WH melakukan pendekatan dengan buruh dengan cara berkomunikasi, sesibuk apapun pemimpin, temui buruh walau hanya 1 menit sesudah aksi atau sedang berjalannya aksi, bukan melaporkannya ke pihak berwajib dengan dalih perusakan atau pencemaran nama baik dirinya,” kata JB (sapaan Mulyadi Jayabaya).

Keinginan buruh yang meminta bertemu dengan WH, mestinya ditanggapi positif, bukan melakukan penolakan, kemudian menyampaikan ucapan yang tak pantas dikeluarkan dari seorang kepala daerah.

“Kan terlihat dari videonya, selain ingin ketemu dirinya (Gubernur,red), buruh datang keruangan gubernur hanya ambil makanan, minuman. Harusnya pemimpin peka terhadap kejadian tersebut, bukan melaporkan ke aparat penegak hukum,” kata JB kesal.

Bahkan JB menilai WH bukanlah sosok pemimpin yang memiliki jiwa negarawan.

“Sungguh WH bukan sikap negarawan sejati, instropeksi diri jauh lebih baik, jadikan Umar Bin Khatab sebagai cermin, sejahterakan rakyat, jika rakyat salah, maafkan,” terangnya.

Senada diungkapkan pengusaha senior yang juga mantan Anggota DPRD Banten, Agus R Wisas. Menurutnya, buruh bukanlah musuh. “Buruh yang kemarin demo dan masuk ruang keja gubernur itu kan warga Banten juga. Kenapa gubernur sangat bersikeras menolak bertemu,” ujarnya.

Penolakan WH dikatakan Agus, merupakan sikap arogan dan tak memiliki simpati sedikitpun terhadap buruh. “Ini adalah watak asli dari WH. Apa sulitnya berdialog dengan buruh. Kalau memang sudah watak, memang sulit diperbaiki, walaupun WH itu berpengalaman di pemerintahan, tapi nyatanya sifatnya jauh dari seorang pemimpin yang baik. Apalagi, mendekati sifat seperti Khalifah Umar Bin Khatab yang selalu mendengar apa maunya rakyat,” katanya.

Gubernur Banten, Wahidin Halim (WH), diminta agar tidak menyalahkan orang orang lain dalam insiden pembajakan ruang kerjanya oleh massa aksi buruh. WH diminta untuk mengintrospeksi diri terkait dengan insiden tersebut.

Terpisah, Dewan Pembina Saung Hijau Indonesia (SAHID), Mannar Mas, menilai insiden pembajakan ruang kerjanya merupakan preseden buruk yang memalukan. Akan tetapi, ia menilai bahwa apa yang menjadi reaksi dari WH justru jauh lebih menjadi preseden buruk. Sebab, reaksi WH terlihat berlebihan hingga menyalahkan pelbagai pihak atas kejadian itu.

“WH seolah-olah menyalahkan pihak-pihak lain sebagai penyebab terjadinya tindakan yang oleh pak WH disebut anarkis itu,” ucapnya.

Ia menegaskan, sikap dari WH tersebut dpa menjadi pemicu terganggunya kondusifitas antar lembaga, di Provinsi Banten. Mannar menuturkan, seharusnya WH tidak bereaksi secara kalap dengan adanya insiden pendudukan ruang kerjanya. Namun seharusnya, WH melakukan introspeksi diri dengan kejadian itu.

“Menurut saya WH harus introspeksi diri lah, terutama pendekatan atau pilihan-pilihan cara berkomunikasi Pemprov Banten dengan kalangan buruh yang harus diperbaiki,” ungkapnya.

Menurut Mannar, para buruh pada saat menggelar aksi unjuk rasa hingga menduduki ruang kerja Wahidin Halim, bukan bertujuan untuk merusak maupun mempermalukan Pemprov Banten. Namun keinginan para buruh ialah melakukan dialog dengan Gubernur terkait dengan nasib upah mereka.

“Itu yang harus menjadi catatan penting. Saya berharap tidak perlu ada yang saling menyalahkan, yang perlu adalah introspeksi diri. Teman-teman buruh ini tidak akan menghentikan aksi sebelum mereka bisa berdialog dengan pak Gubernur,” tandasnya.(DZH/RUS/ENK)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *