SERANG, BANPOS – Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Banten, Tabrani dituding lalai oleh para peserta aksi dari Asosiasi Kepala Sekolah Swasta (AKSeS) Provinsi Banten dan Forum Komunikasi Kepala Sekolah Menengah Kejuruan Swasta (FK2SMKS). Tudingan itu dikarenakan tidak cairnya Bosda tahun 2021.
Ratusan guru dan kepala sekolah (Kepsek) SMK/SMA swasta se-Provinsi Banten yang tergabung dalam Asosiasi Kepala Sekolah Swasta (AKSeS) Provinsi Banten dan Forum Komunikasi Kepala Sekolah Menengah Kejuruan Swasta (FK2SMKS), melakukan aksi dalam bentuk doa bersama di KP3B, Curug, Kota Serang, Senin (17/1). Kemudian, ratusan massa aksi menggeruduk gedung Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Provinsi Banten, lantaran tidak ditemui oleh Gubernur Banten, Wahidin Halim.
Pada aksi tersebut, para guru mempertanyakan alasan Pemprov Banten tidak mencairkan dana Bantuan Operasional Sekolah Daerah (Bosda) untuk ratusan ribu siswa SMA/SMK/ SKH Swasta di Banten pada tahun 2021. Padahal, Pemprov Banten telah melakukan penandatanganan MoU pencairan Bosda diatas materai dengan Forum Kepala Sekolah Swasta Provinsi Banten.
Pantauan BANPOS, peserta aksi sampai pada pukul 09.00 WIB dan berkumpul di Masjid Raya Al-Bantani, KP3B. Mereka kemudian melakukan shalat dhuha bersama, dan dilanjutkan dengan doa bersama di masjid tersebut.
Ketua FK2SMKS Banten, Ahmad Ali Subhan, mengungkapkan bahwa pihaknya mempertanyakan kejelasan pencairan Bosda tahun 2021, dan meminta penjelasan dari pemangku kebijakan dalam hal ini Gubernur. Namun, harapan bertemu dengan Gubernur sia-sia, dan mereka pun akhirnya diterima dan melakukan audiensi bersama dengan Dindikbud Provinsi Banten, yang langsung dipimpin oleh Kepala Dindikbud, Tabrani.
“Harapan kami Pemprov dapat merealisasikan bantuan Bosda yang memang belum bisa dicairkan,” ungkapnya.
Ia mengaku, sebetulnya para guru ingin sekali ditemui oleh Gubernur. Subhan menyebut, tidak cairnya Bosda Tahun 2021 ini merupakan kelalaian Kepala Dindikbud, Tabrani.
“Apapun dalil mereka (Dindikbud), kami di swasta menilainya begitu. Karena prosesnya bukan hanya satu hari dua hari, melainkan satu tahun, ketika ini tidak cair dengan proses satu tahun itu, kami tidak mencari kambing hitam,” jelasnya.
Proses sampai kepada MoU NPHD diproses selama satu tahun, mulai dari SK pembuatan proposal. Namun hal itu ditanggapi oleh Tabrani, bahwa dirinya lahir menjadi Kepala Dinas mulai Oktober 2020 dan tidak mengetahui hal-hal ke belakang, hanya tahu ke depan saja.
“Kami tidak berprasangka buruk sama sekali, bahkan ketika Pak Kadis mengatakan bahwa ketika beliau masuk ke Dindibud, mekanisme hibah sudah tidak seperti tahun-tahun sebelumnya,” terangnya.
Berdasarkan MoU antara Dinas Pendidikan Provinsi Banten dengan FK2SMK Swasta Banten dan AKSes Swasta Banten pada November 2021, seharusnya para murid SMA/SMK/ SKH swasta di Banten setiap orangnya mendapatkan Rp250.000. Total penerima Bosda 2021 di Banten, diperkirakan mencapai 140 ribu siswa, dengan rincian siswa SMK sekitar 40 ribu dan siswa SMK sekitar 100 ribu.
Pihak guru swasta menyimpulkan bahwa tidak cairnya Bosda tahun 2021 adalah kelalaian Dindikbud Banten. Saat melakukan audiensi, pihaknya dijanjikan oleh Tabrani, bahwa Tabrani akan mengupayakan pencairan Bosda tahun 2021. Selanjutnya, Tabrani juga menjamin akan mengupayakan pencairan Bosda untuk tahun 2022.
“Karena anggaran tahun 2022 itu sudah ada, beliau (Tabrani) menjamin dengan pribadinya, tapi kan tidak cukup seperti itu,” ucapnya.
Subhan menegaskan agar Tabrani segera berkirim surat kepada seluruh sekolah swasta di Kabupaten Kota se-Provinsi Banten. Bisa dalam bentuk surat edaran yang berisikan hasil audiensinya bersama dengan perwakilan Kepsek, tentang kejelasan Bosda tahun 2021 dan tahun 2022.
“Kalau alasan beliau (Tabrani) adalah e-hibah yang aplikasinya dipegang oleh Kominfo, memang betul. Tapi Dina situ kan punya bidang semacam IT, saya juga tidak tahu itu berfungsi atau tidak,” tuturnya.
Subhan mengaku kaget, karena saat pelaksanaan aksi, sudah banyak aparat baik dari pihak kepolisian maupun Satpol PP yang berjaga. Padahal, kata dia, aksi tersebut hanya sebatas doa bersama dan istighosah yang dilanjutkan dengan audiensi.
“Kendala tidak cair katanya prosedur administrasi yang belum diselesaikan. Karena ada aturan terbaru terkait dengan Pergub nomor 15 tahun 2019 tentang mekanisme e-hibah,” katanya.
Ia menjelaskan, pada pelaksanaan audiensi, bukan bermaksud untuk adu argumentasi benar atau salah yang sifatnya adu nalar. Pihaknya hanya meminta penjelasan, apabila sudah jelas, maka jaminannya seperti apa, dan Tabrani pun disebutkan sudah menjamin bahwa Bosda tahun 2022 sudah dianggarkan dan Bosda tahun 2021 sedang diupayakan.
“Hasil audiensi kami sampai dengan pa Kadis mengatakan akan berkirim surat kalau tidak akhir Januari atau awal Februari,” ucapnya.
Subhan menyebut bahwa dampak Bosda sangat besar, bahkan sekolah sampai berhutang untuk memenuhi kebutuhan yang sudah teranggarkan melalui Bosda tersebut. Akan tetapi, dengan tidak cairnya Bosda, maka sejumlah sekolah menyisakan hutang kepada beberapa pihak dan terbengkalainya honor sejumlah guru.
“Kendala lainnya seperti pembelian media pembelajaran yang terhambat, istilah kasarnya sekolah sudah hutang, tiba-tiba Bosda tidak cair padahal sudah MoU di NPHD, itu kan jadinya repot,” katanya.
Diakhir ia mengatakan alasan memuncaknya emosi para guru swasta tersebut karena besarnya harapan mereka bahwa Bosda tahun 2021 akan cair. Sebab, prosopal SK nominasi sudah dicantumkan sejumlah nominal Bosda yang akan dicairkan beserta jumlah sekolah yang mendapatkan dana hibah melalui NPHD.
“Tiba-tiba diakhir Desember, kabar buruk Bosda tidak bisa dicairkan sehingga teman-teman kalangkabut. Andaikata diawal mengabarkan, kecewa pasti, tapi tidak sampai sekecewa ini,” tandasnya.
Sementara itu, Kepala Dindikbud Provinsi Banten, Tabrani, mengungkapkan bahwa kedatangan sejumlah guru dan Kepsek Swasta itu mempertanyakan alasan kenapa dana bantuan BOSDa tahun 2021 tidak kunjung disalurkan. Pada audiensi tersebut, diikuti oleh kurang lebih sekitar 18 perwakilan Kepala Sekolah dan dihadiri oleh Kepala bidang SMK.
“Saya bilang, itu bisa dikatakan tidak atau belum. Kenapa belum? Karena Bosda ke sekolah swasta skema penyalurannya adalah hibah,” ujarnya.
Tabrani menyampaikan bahwa ketentuan hibah berdasarkan Pergub nomor 10 dan 15, ada mekanisme yang harus dijalani. Untuk penyalurannya, salah satu mekanismenya yaitu pemohon harus menginput permohonan ke e-hibah.
“Sementara hal itu belum dilakukan oleh para sekolah sebagai pihak pemohon. Makanya saya ingin menyelesaikan administrasi ini. Kalau administrasi sudah selesai, insyaAllah nanti kita akan lakukan,” terangnya.
Ia mengatakan, sebelumnya pihak sekolah bisa mengajukan BOSDa secara tertulis. Namun saat ada aturan baru, para pihak sekolah diminta untuk mengajukan Bosda melalui e-hibah.
“Sebelum lahir Pergub 15 pengaju cukup secara tertulis, tapi setelah lahir Pergub itu, e-hibah jadi suatu keharusan,” ucapnya.
Meskipun demikian, ia mengakui bahwa anggaran Bosda tahun 2022 telah dianggarkan. Sementara untuk Bosda tahun 2021, yang sampai saat ini belum kunjung disalurkan, pihaknya berencana untuk mengajukan permohonan kepada tim anggaran pemerintah daerah (TAPD).
“Nanti saya akan memohon kepada TAPD untuk dianggarkan kembali, tentunya atas izin pimpinan,” katanya.
Permohonan kepada TAPD akan dilakukan pihaknya pada akhir bulan Januari 2021. Selain itu, pihaknya juga berencana untuk berkoordinasi dengan Dinas Kominfo dan Biro Adpem Provinsi Banten, untuk mempertanyakan apakah bisa menginput data permohonan melalui e-hibah atau tidak.
“Nanti saya akan koordinasikan dengan kominfo dan adpem kira-kira bisa ngga ini segera input. Kalau bisa, nanti kita perbaiki, kita ajukan dipenganggaran perubahan, kami akan mengusahakan untuk mengajukan permohonan kembali,” ujarnya.
Dalam audiensi yang dilakukan di Aula Dindikbud Banten, Tabrani mengaku akan berhenti menjadi Kepala Dinas hari itu juga, apabila ia dipaksa untuk mencairkan Bosda tahun 2021 kepada sejumlah sekolah swasta yang hadir pada aksi tersebut. Ia pun menegaskan bahwa tidak ada niatan untuk mempertahankan jabatan, apabila dirinya harus melanggar aturan.
“Bapak jangan maksa saya, berhenti saya menjadi Kepala Dinas kalau saya dipaksa melanggar aturan. Saya justru akan bantu bapak, kita selesaikan di tahun 2022 dengan prosedur yang benar, agar saya tidak tersangkut persoalan hukum dan bapak-bapak juga terbebas (hukum),” tandasnya. (MUF/PBN)
Tinggalkan Balasan