PANDEGLANG, BANPOS – Mengenai terjadinya megathrust berupa gempa berkekuatan 8,7 magnitudo yang bisa memicu tsunami di Selat Sunda, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengingatkan kepada Pemerintah Daerah (Pemda) untuk mendorong edukasi mitigasi bencana untuk menghindari jatuhnya korban jiwa.
Koordinator Data dan Informasi BMKG Stasiun Geofisika Klas I Tangerang, Urip Setiyono mengatakan, untuk memberikan edukasi mitigasi bencana bukan hanya tugas Pemda saja, akan tetapi tugas semua pihak.
“Sebetulnya bukan hanya Pemda, tapi harus semua pihak. Mitigasi bencana itulah yang begitu penting diketahui dan dipahami oleh masyarakat, Pemda yang menyiapkan infrastrukturnya,” kata Urip Setiyono di Pandeglang, Selasa (18/1).
Dalam hal tersebut, Pemda perlu menyiapkan rambu-rambu zona evakuasi bagi warga. Rambu-rambu tersebut harus disosialisasikan agar warga paham peta evakuasi kemana harus menyelamatkan diri saat bencana terjadi.
“Tadi di forum rapat saya sampaikan, titik-titik kumpul evakuasi harus diverifikasi yang betul-betul aman. Jangan sampai warga lari ke situ ternyata tidak aman, itu yang harus disiapkan Pemda,” terangnya.
Menurutnya, Pemda perlu melakukan simulasi dengan warga, bagaimana mitigasi bencana ini dilakukan. Warga harus paham betul kemana mereka menyelamatkan diri, bahkan durasi simulasi tersebut juga harus dihitung demi menghindari jatuhnya korban jiwa lebih besar.
“Karena waktu terjadinya potensi tsunami setelah gempa itu sangat pendek, maka memang harus disimulasikan. Latihan seolah-olah ada gempa, lalu dites dan dihitung berapa menit waktu tercepat menuju titik evakuasinya. Kan ada orang tua juga, supaya kita tahu kapasitas warga disitu bagaimana,” terangnya.
Selain itu, Pemda perlu memperhatikan kapasitas titik evakuasi yang telah disiapkan, apakah cukup atau tidak untuk menampung warga sekitar. Jika tidak, maka Pemda perlu menyebar titik-titik evakuasi tersebut untuk memudahkan warga.
Urip menambahkan, pemodelan simulasi ini selanjutnya harus dievaluasi oleh Pemda. BMKG menyarankan simulasi tersebut perlu dilakukan Pemda minimal setahun sekali agar warga tidak bingung ke mana mereka harus melarikan diri ketika gempa dan tsunami menerjang wilayah tersebut.
“Minimal setahun sekali, latihan buat warga. Buat dievaluasi, kalau ternyata warga kebanyakan lari kesitu, kan numpuk. Maka perlu tempat evakuasi yang lain yang deket-deket situ, itu yang harus dicarikan segera,” ujarnya.
Urip menjelaskan, untuk mengetahui ciri-ciri yang menandai gempa berkekuatan 8,7 magnitudo di Selat Sunda, yang bisa memicu tsunami setinggi 19 hingga 21 meter tersebut, ada beberapa tanda yang harus diketahui.
“Ciri gempa yang berpotensi tsunami itu kita merasakan pusing, tidak bisa berdiri, sempoyongan dan mual. Nah itu adalah ciri-ciri yang bisa kita rasakan apabila terjadi gempa yang umumnya berpotensi tsunami,” jelasnya.
Selain pertanda alamiah tersebut, ciri lainnya yaitu jaringan listrik dan saluran telekomunikasi akan mati seketika usai gempa ini terjadi. Urip pun menyarankan warga segera menyelamatkan diri ke tempat yang lebih aman jika guncangan berkekuatan besar dirasakan.
“Karena kalau sudah guncangan gempa 8,7 pasti listrik mati, saluran telekomunikasi juga mati. Dengan merasakan seperti itu, setelah reda gempanya tidak mikir-mikir lagi, langsung evakuasi mandiri tanpa lagi lihat HP nyari-nyari peringatan dini, tidak perlu. Langsung saja lari menuju tempat evakuasi,” ujarnya.
Urip menyatakan, BMKG memang masih belum mampu memprediksi secara presisi kapan gempa itu terjadi. Tapi berdasarkan hitungan permodelan para ahli pada tim pusat gempa nasional di Bandung, gempa ini bisa memicu tsunami setinggi 19-21 meter yang dampaknya terasa hingga ke daerah Lampung.
Alasannya, karena lempengan Selat Sunda sudah lama tidak terjadi gempa besar. Kondisi itu, berbeda dengan lempengan di zona lain seperti di Pangandaran, Jawa Barat dan Bengkulu yang sudah terjadi gempa besar.
“Kita tidak bisa memprediksi megathrust kapan terjadinya, karena ciri-ciri gempa sama saja seperti gempa pada umumnya. Tapi memang potensinya ada karena yang di zona ini titik kekosongan gempa, istilahnya tempat sunyi gempa. Ini makanya kenapa para ahli menentukan asumsi itu (Potensi megathrust 8,7 yang memicu tsunami),” katanya.
“Jadi jangan dicampuradukan antara prediksi dan potensi, potensi itu ada peluangnya. Tapi tepat terjadinya kapan itu kita tidak tahu, tapi memang tempatnya itu kurang lebih ada disitu (Selat Sunda),” ungkapnya.(dhe/pbn)
Tinggalkan Balasan