SERANG, BANPOS – Tidak adanya kejelasan atas tindak-lanjut temuan BPK tahun 2015 pada kegiatan publikasi Sekretariat DPRD Provinsi Banten, dinilai sebagai bentuk pengistimewaan hukum terhadap para oknum. Hal ini disebabkan, mereka telah melewati batas toleransi yang disebutkan oleh Kejati Banten beberapa waktu yang lalu.
Kasus ini melibatkan salah satu pejabat yang pernah berada di Sekretariat DPRD Provinsi Banten dengan inisial AH yang diketahui merujuk kepada Ali Hanafiah.
Direktur Eksekutif Aliansi Independen Peduli Publik (ALIPP), Uday Suhada, mengatakan bahwa seharusnya Aparat Penegak Hukum (APH) sudah menindaklanjuti secara serius temuan BPK pada Sekretariat DPRD Provinsi Banten sebesar Rp6,8 miliar, yang menyisakan kerugian negara senilai Rp2,6 miliar.
“Dalam hal ini Kejati Banten, seharusnya Pidsus Kejati memberikan kejelasan hukum kepada masyarakat. Karena sesungguhnya proses dimulainya penyidikan sudah dilaksanakan oleh Kejagung pada tahun 2019. Namun terhenti tanpa penjelasan kepada publik,” ujarnya dalam rilis yang diterima, Kamis (3/2).
Uday mengatakan, para pejabat yang terlibat ditengarai telah menunjukkan niat jahat atau mens rea, tatkala mereka dengan sengaja enggan mengembalikan kerugian negara sebesar Rp2,6 miliar. Terlebih AH, salah satu pejabat yang terlibat, memiliki kemampuan untuk mencicil kerugian negara itu.
“Saya melihat pejabat yang terlibat dalam kasus kerugian di Setwan ini sudah melampaui batas toleransi. Dan salah seorang di antara yang harus mengembalikan kerugian negara itu, AH sesungguhnya yang bersangkutan bisa mencicilnya setelah menjabat sebagai Kepala UPTD Pendapatan di Balaraja,” jelasnya.
Uday berani berkata demikian lantaran AH sebagai pejabat di Bapenda tersebut, memiliki insentif yang sangat besar. Apabila AH memiliki niatan baik sejak awal, seharusnya dia bisa mencicil kerugian tersebut sedikitnya Rp50 juta setiap bulan. Hingga saat ini, AH disebut telah menjabat selama setahun di UPT Balaraja.
“Artinya, ada mens rea dari AH. Tidak ada itikad baik untuk mengembalikan sisa kerugian tersebut. Karena yang bersangkutan juga tahu, bahwa sertifikat yang dijaminkan olehnya sebagai pengganti sisa kerugian, nilainýa sulit ditaksir dan saya dengar nilainya pun masih jauh dari sisa yang harus segera diselesaikan,” katanya.
Dalam kasus kerugian negara tersebut, Uday memandang bahwa terjadi perlakuan khusus untuk AH dan pejabat lain yang terlibat, baik dari Pemprov Banten maupun APH. Padahal menurutnya, penyidikan pertama sudah dilaksanakan oleh Kejagung, dan unsur mens rea-nya sudah terpenuhi.
“Artinya AH dan kawan –kawan sengaja melawan hukum. Ketidakjelasan sanksi hukum ini kemudian memunculkan penerjemahan lain, bahwa hukum menjadi timpang akibat mungkin, karena salah satunya ada kedekatan,” terangnya.
Ia pun menganggap ultimatum yang disampaikan oleh Kepala Kejati Banten, Reda Manthovani, tidak bermakna. Sebab, Kajati Banten telah membuka ruang toleransi kepada para pejabat yang terlibat.
“Dua minggu atau berapapun batas waktu yang diberikan, sesungguhnya tak ada makna apa-apa di mata saya. Apalagi Kajati sudah eksplisit nyatakan toleransi yang dimaksud,” tandasnya.
Wakil Gubernur Banten, Andika Hazrumy ditemui usai menghadiri rapat paripurna mengaku meminta kepada Ali Hanafiah untuk menyelesaikan temuan LHP BPK Banten tahun 2015.
“Sudah ditindaklanjuti, tidak hanya temuan di Setwan tahun 2015, tapi semua temuan. Dan permintaan Pak Gubernur (WH) seperti itu, harus diselesaikan, dan tindak lanjuti. Sesuai batas ketentuan,” ujarnya.
Kasi Penkum Kejati Banten, Ivan Hebron Siahaan dihubungi melalui telepon genggamnya, mengaku belum bisa berkomentar lebih banyak.
Diberitakan sebelumnya, anggaran publikasi tahun 2015 di Sekretariat DPRD (Setwan) Banten ditemukan dalam LHP BPK , dimana negara disebutkan mengalami kerugian Rp6,778 miliar dari total pagi kegiatan Rp21,5 miliar.
Sementara Kejati Banten sebelumnya telah memanggil lima orang pejabat dan mantan pejabat di Setwan Banten. Mereka yang dimintai penjelasan oleh kejati adalah, Ali Hanafiah Iman Sulaiman (sekarang sudah pensiun) sebagai Sekwan tahun 2015, Tb Mochammad Kurniawan sebagai Kepala bagian keuangan Setwan tahun 2015, Suryana sebagai Bendahara pengeluaran Setwan tahun 2015, dan Awan Ruswan (sekarang sudah pensiun) sebagai Kepala bagian Humas dan Protokol Setwan tahun 2015.
(DZH/RUS/PBN)
Tinggalkan Balasan