KASEMEN , BANPOS – Festival Pesisir yang merupakan agenda rutin tahunan Kota Serang, disebut hanya menjadikan nelayan sebagai pemanis belaka. Pasalnya, para nelayan tidak diberikan kesempatan untuk terlibat aktif dalam kegiatan ini.
Selain itu, terdapat catatan buruk dalam pelaksanaan Festival Pesisir tahun 2018 lalu. Catatan tersebut dikarenakan sempat terjadi tindakan nepotisme, dalam perlombaan kapal hias. Tindakan itu berupa penetapan pemenang lomba berdasarkan kedekatan dengan panitia.
Kepala Kampung Nelayan Karangmulya, Widri, mengatakan bahwa dalam Festival Pesisir ini, setiap kampung nelayan diwajibkan mengirim 10 peserta lomba.
“Dari pihak penyelenggara, itu mewajibkan setiap kampung mengirimkan 10 peserta. Karena di tempat saya itu ada 60 perahu, makanya untuk peserta kami undi,” ujarnya saat ditemui di rumahnya, Rabu (6/11).
Namun ia mengaku, seharusnya pihak penyelenggara, dalam hal ini Disporapar Kota Serang, tidak hanya melibatkan nelayan untuk mengirimkan perwakilan. Namun juga dalam hal konsep hingga teknis acara.
“Semua ini kan diatur oleh Dinas, sementara nelayan gak bisa ngomong. Palingan kami hanya diminta untuk mencarikan perahu, 10 per kampungnya. Sedangkan acara nelayan yang sebenarnya itu gak ada tuh,” jelasnya.
Menurutnya, apabila para nelayan benar-benar dilibatkan dalam Festival Nelayan, maka penyelenggara tidak perlu susah-susah mewajibkan adanya 10 perwakilan di setiap kampung nelayan. Sebab, dengan sendirinya para nelayan akan turut serta meramaikan.
“Yah dengan catatan, kami dilibatkan. Karena kan dalam masyarakat nelayan, ada juga yang namanya ritual Nadran. Cuma yah ada perbedaan persepsi antara kami dengan penyelenggara,” ucapnya.
“Kalau memang kami dilibatkan, dan konsep Nadran benar-benar dilakukan dalam Festival Pesisir ini, dinas tidak perlu mikirin gimana biar nelayan ikut berpartisipasi. Sudah pasti semua ikut. Bahkan kami berani ngutang untuk menghias perahu-perahu kami,” lanjutnya.
Selain itu, ia juga menceritakan sempat terjadi tindakan nepotisme yang dilakukan oleh panitia. Hal ini dikarenakan pada saat itu, salah satu peserta lomba dari kampungnya, berhasil memenangkan lomba hias perahu.
“Namun ketika ingin mengambil hadiahnya, tiba-tiba pemenangnya itu bukan dia. Tapi dari kampung lain, yang ternyata dekat dengan panitia,” ungkapnya.
Ia pun berharap, dalam Festival Pesisir tahun ini, para nelayan dapat dilibatkan secara aktif, bukan hanya sebagai hiasan saja.
“Yah harus lebih baik lagi. Jangan sampai seperti tahun kemarin, kami disebut sebagai panitia, tapi benar-benar gak dilibatkan,” tegasnya.
Sementara itu, salah satu warga, Hatipah, membenarkan adanya tindakan nepotisme. Karena, ia merupakan orang yang menjadi korbannya.
“Saya ditelpon sama pak Widri, kalau perahu saya menang. Trus saya disuruh datang ke lokasi pengambilan hadiah. Waktu itu sudah nunggu dari pagi sampai sore, tiba-tiba yang memegang (memenangkan) hadiah ternyata dari kampung lain yang dekat sama panitia,” katanya.
Melihat kondisi tersebut, keluarga Hatipah menyarankan untuk tidak perlu dipermasalahkan. Namun Hatipah menolak saran tersebut.
“Awalnya teteh saya itu bilang gak usah dipermasalahkan, karena kami ini orang kecil. Tapi saya gak mau, karena itu hak saya. Akhirnya dibantu sama pak Widri, saya bisa mendapatkan hak saya,” jelasnya.
Sementara itu, Kepala Disporapar Kota Serang, Akhmad Zubaidilah, tidak dapat dikonfirmasi oleh BANPOS melalui sambungan telefon. Dalam pemberitahuan, disebutkan bahwa nomor telefon yang dihubungi sedang tidak aktif. (DZH)
Tinggalkan Balasan