CILEGON, BANPOS – Kejaksaan Negeri (Kejari) Cilegon menyita sejumlah aset terkait dengan kasus dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) pemberian fasilitas Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Cilegon Mandiri (BPRS CM) tahun 2017 – 2021, Kamis (10/2) lalu. Beberapa aset yang disita tersebut merupakan milik Manager Marketing BPRS CM berinisial TT.
Berdasarkan penelusuran BANPOS, beberapa aset yang disita tersebut yang merupakan milik Manager Marketing BPRS CM. Diantaranya adalah satu sepeda motor Honda Scoopy warna merah dengan nomor polisi A 2046 SP, mobil Toyota Innova warna abu-abu bernopol A 1073 RB dan sejumlah unit rumah. Diketahui TT sendiri mempunyai tiga rumah yaitu masing-masing berada di Perumahan Metro Cilegon, kemudian di Lingkungan Barokah, Kelurahan Jombang Wetan, Kecamatan Jombang, Kota Cilegon dan di Komplek Badak Permai Pandeglang.
Diketahui aset – aset yang disita oleh Kejari yaitu barang bergerak dan tidak bergerak yang terdiri dari delapan bidang tanah dan bangunan yang berada di Kota Cilegon, satu unit tanah yang berada di Kabupaten Pandeglang, tiga unit mobil dan empat unit motor.
Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Cilegon Muhammad Anshari membenarkan sejumlah aset yang disita oleh Kejari merupakan milik Manager Marketing BPRS CM berinisial TT. Namun ia hanya memberikan keterangan secara singkat tidak merinci lebih detail apa saja aset yang disita oleh Kejari Cilegon dari TT.
“Iya aset tersebut milik Manager Marketing BPRS CM dan keluarga yang bersangkutan,” kata Ansari kepada BANPOS melalui pesan WhatsApp, Minggu (13/2).
Diketahui sebelumnya, penyitaan sejumlah barang-barang tersebut telah berdasarkan Surat Perintah Penyitaan Nomor Print-15/M.6.15/Fd.1/01/2022 tanggal 5 Januari 2022 dan Penetapan Sita PN Serang Nomor 3/Pid.Sus-TPK/2022/PM.Srg tanggal 28 Januari 2022.
Di bagian lain menurut sumber BANPOS di internal BPRS CM saat dikonfirmasi Jum’at (11/2) menuturkan bahwa Manager Marketing BPRS CM TT biasanya masuk kantor akan tetapi sudah dua hari tidak masuk dengan alasan izin. “Biasanya ngantor tapi udah dua hari ijin,” singkatnya.
Diberitakan sebelumnya, menurut Kepala Seksi Intelijen Kejari Cilegon Atik Ariyosa mengatakan bahwa penyitaan tersebut dilakukan karena Tim Penyidik meyakini bahwa barang-barang tersebut adalah benda yang seluruh atau sebagian diperoleh dari hasil tindak pidana dan benda yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana.
“Selain itu tindakan penyitaan oleh Penyidik juga demi kepentingan penyelamatan keuangan negara atau daerah yang menjadi fokus utama kegiatan penyidikan selain untuk menemukan tersangka,” ujarnya melalui keterangan tertulis yang diterima, Jumat (11/2).
Diketahui Kejari sendiri telah memeriksa 19 orang pada kasus tersebut. “Total 19 (saksi), baik dari pihak internal BPRS ataupun nasabah – nasabah yang melakukan pinjaman. Totalnya 19 itu campuran internal dan eksternal,” kata Ari sapaan akrab Atik Ariyosa kepada awak media saat ditemui di Kantor Kejari Cilegon, Kamis (3/2) lalu.
Selain itu, saat ini pihaknya dalam proses penyidikan guna mengumpulkan data – data, masih menggunakan dokumen-dokumen hasil sitaan penggeledahan, karena menurutnya itu sudah cukup.
“Nah kalau sesuai fakta – fakta masih berkutat disitu (pemeriksaan saksi-saksi). (Barang bukti dokumen hasil sitaan) dari 2017 sampai 2021 kami menguji itu bagaimana proses mekanismenya berapa penyalurannya?, (harus) sesuai aturan kan,” ujarnya.
Saat disinggung apakah ada nasabah yang dipanggil sebagai saksi dari kalangan pejabat eksekutif maupun legislatif, Ari belum mau menyebutkan hal itu.
“Untuk saat ini tidak ada (pejabat ataupun anggota dewan). Kalau untuk nasabah itu adalah nasabah yang melakukan pinjaman tapi tidak semua nasabah juga. Nah kalau yang klasifikasinya yang menurut tim penyidik bahwa pada saat proses itu sudah salah,” tuturnya.
“Dia (nasabah) menyalahi juklak juknis atau mekanisme peminjaman, nah itu yang kita periksa. Kita mencari yang benar-benar terkait pinjaman itu yang benar-benar proses awalnya itu sudah salah. Nah nasabah-nasabah ini yang kita uji (periksa). Mengambil keterangan dengan menguji dokumen-dokumen yang sudah didapatkan pada saat penggeledahan,” sambungnya.
Saat ditanya kenapa sampai saat belum ada yang ditetapkan sebagai tersangka padahal sudah masuk proses penyidikan, pihaknya mengaku penyidik masih mengumpulkan seluruh keterangan saksi-saksi yang sesuai dengan Pasal 184 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHAP).
“Jadi gini untuk menentukan seseorang jadi tersangka memang benar cukup dengan dua alat bukti, tapi mohon maaf kami pun sangat berhati-hati sangat kehati-hatiannya lebih. Jangan sampai nanti seperti mendzolimi seseorang, jadi kita ini tim penyidik lagi mengumpulkan seluruh keterangan, masih on progres,” ungkapnya.
Diketahui, kasus ini bermula dari adanya pembiayaan bermasalah dari Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) milik Pemkot Cilegon ini menyusul besarnya Non Performing Financing (NPF) atau kredit macetnya mencapai Rp44 miliar.
Kemudian, penyidik Kejari Cilegon menggeledah kantor BPRS-CM yang berlokasi di komplek perkantoran Sukmajaya, Kelurahan Sukmajaya, Kecamatan Jombang, Kota Cilegon, Kamis (6/1) silam. Penggeledahan tersebut dalam rangka pengusutan kasus dugaan korupsi di BUMD milik Pemkot Cilegon ini. Hasil penggeledahan ditemukan benda (barang) atau dokumen yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan, dan terhadap benda atau barang atau dokumen dilakukan penyitaan sebagaimana Ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Kasus dugaan korupsi ini telah masuk di tahap penyidikan. Kejari belum memastikan berapa kerugian negara dalam perkara tersebut. Hingga saat ini Kejari Cilegon juga belum menetapkan tersangka terkait dengan kasus tersebut.(LUK/ENK)
Tinggalkan Balasan