SERANG, BANPOS – Semua pihak diminta untuk menyiapkan diri dan selalu siap siaga jika terjadi bencana aktivitas kegempaan Gunung Anak Krakatau (GAK) di Selat Sunda dan keberadaan zona megathrust Selatan Jawa di sebelah Selatan Provinsi Banten.
Gubernur Banten Wahidin Halim (WH) dalam siaran persnya, Senin (14/2) mengingatkan pentingnya kewaspadaan dan kesiapsiagaan sebagai bentuk mitigasi terhadap bencana gempa dan tsunami, termasuk pengecekan dan pembangunan infrastruktur pengungsian.
“Perlu adanya pemahaman bersama tentang persoalan ini. Gempa bisa terjadi kapan saja dan memiliki potensi tsunami,” ungkap Gubernur WH dalam Rapat Koordinasi Forkopimda terkait Penanganan Bencana di Provinsi Banten secara virtual.
“Di Provinsi Banten dari Kabupaten Lebak hingga Serang. Di Kota Cilegon kini sudah banyak berdiri industri petrokimia yang semakin meningkatkan risiko,” tambahnya.
Dikatakan, kewaspadaan dan sosialisasi bersama perlu ditingkatkan sebagai bentuk mitigasi bencana. Bagaimana kebijakan Provinsi, Kabupaten dan Kota terhadap penerapan aturan konstruksi tahan gempa, sistem peringatan dini, serta respon sejak dini terhadap kemungkinan yang terjadi.
“Masyarakat juga perlu mendapatkan peringatan untuk meningkatkan kewaspadaan. Kabupaten Lebak, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Serang, Kota Cilegon, dan Kota Serang harus sungguh-sungguh memperhatikan masyarakat atas hal ini,” kata WH.
Ditambahkan, pembangunan infrastruktur pengungsian perlu dipercepat seperti pembangunan shelter, jalur evakuasi, rambu-rambu, serta gudang logistik. Pemprov Banten siap kembali membangun infrastruktur pengungsian dengan dukungan penyediaan lahan dari Kabupaten/Kota.
“Pemprov Banten menyiapkan bantuan sosial, penyiapan dana, pembangunan rumah tahan gempa, hingga menyiapkan regulasi,” ungkapnya.
Gempa dan longsor sering terjadi, kalau diikuti tsunami tingkat bahayanya lebih besar. Ini bukan ancaman tapi mitigasi terhadap potensi bencana,” pungkas WH.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengapresiasi atas kewaspadaan yang sudah terbangun dan diikuti langkah-langkah di Provinsi Banten. “Hanya saja ancamannya meningkat sehingga perlu ditingkatkan langkah-langkahnya,” ungkapnya.
Diperlukan koordinasi untuk kolaborasi aksi nyata di lapangan, mencegah kerugian sosial ekonomi dan jiwa apabila terjadi gempa bumi dan tsunami. Menguatkan kapasitas dan kapabilitas Pemerintah Daerah, pihak terkait, dan masyarakat untuk kesiapan mencegah kerugian.
“Upaya persiapan untuk mencegah risiko,” katanya.
Menurutnya, ada 12 langkah untuk penguatan mitigasi gempa bumi dan tsunami di Provinsi Banten. Yakni, identifikasi potensi bahaya, identifikasi jumlah penduduk, identifikasi sumber daya, menyiapkan rencana dan sarana evakuasi, pelaksanaan aturan bangunan tahan gempa, sosialisasi/edukasi, gerakan tes siaga bencana, latihan evakuasi diri, jaringan komunikasi, pusat kendali (command centre), rencana operasi darurat, serta tata ruang wilayah berbasis risiko gempa dan tsunami.
“Secara umum kewaspadaan Pemprov Banten dan Kabupaten/Kota sudah lebih siap dibanding wilayah lain. Pertemuan hari ini agar ditindaklanjuti dengan langkah konkrit, memiliki SOP (Standar Operasional Prosedur) bersama, pengecekan shelter, jalur, dan rambu pengungsian,” jelas Dwikorita.
Dalam rapat virtual yang dipandu oleh Plt Sekda Banten Banten Muhtarom itu diikuti Bupati Pandeglang Irna Narulita, Walikota Cilegon Helldy Agustian, Forkopimda Provinsi Banten, perwakilan Kabupaten Serang, Kota Serang, Kepala OPD Provinsi Banten, serta Kepala BPBD Provinsi dan BPBD Kabupaten/Kota serta para pejabat lainnya baik vertikal maupun pemerintah daerah.
Terpisah, Walikota Cilegon Helldy Agustian mengungkapkan hal mengerikan jika terjadi bencana alam berupa tsunami atau gempa Megathrust di Kota Cilegon.
Ia mengatakan, berbeda dengan daerah lain, Kota Cilegon yang memiliki luas 17,5 kilometer didominasi industri yakni sekitar 60 persen. Hal ini membuat Kota Cilegon terbilang punya dampak berbahaya jika terjadi bencana alam. “Ini kan lari kemana juga bakal kena, artinya kita mau bilang Cilegon ini berbeda dengan daerah lain, 30 persen industri kimia ada di pinggir pantai, artinya ini berbahaya,” tuturnya.
“Idealnya dari titik bencana ke lokasi berapa menit? 40 menit masih keburu, kalau diilustrasikan tsunami itu datang 80 menit, tapi kalau datangnya tsunami 30 menit ngga ke kejar, itu prediksi terburuk,” sambungnya.
Oleh karena itu, pihaknya akan kembali melakukan koordinasi dengan pihak industri. Pasalnya, apabila terdapat tsunami setinggi 8 meter atau gempa dengan kekuatan 8,7 magnitude apakah akan berdampak pada konstruksi bangunan industri di Kota Cilegon. “Apakah ini akan berdampak pada industri? konstruksi bangunan industrinya seperti apa? ini yang harus kita tanyakan juga,” ujarnya.
Politisi Partai Beringin Karya (Berkarya) ini menyampaikan, bahwa sebelum menjelang Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2022 mendapatkan informasi melalui BMKG bahwa Cilegon memiliki potensi tsunami setinggi 8,7 meter. Saat itu juga, Pemkot Cilegon bersama instansi terkait termasuk para industri langsung melakukan apel siaga bencana dan menggelar tsunami drill. “Hari ini gubernur mengumpulkan kami, agar kami bisa melihat perkembangan secara langsung, BMKG telah membuat satu buku yang notabene sudah dilaporkan ke presiden, laporan mitigasi bahaya terburuk,” ungkapnya.
Sementara, Bupati Pandeglang, Irna Narulita mengatakan, setelah pihaknya melakukan koordinasi dengan BMKG, bahwa penting diadakannya Rakor sebagai antisipasi ancaman bencana alam yang terjadi. Karena ancaman tersebut sifatnya kongkuren bukan hanya daerah namun berkaitan dengan Provinsi dan pemerintah pusat.
“Ada dua ancaman yang kemungkinan terjadi baik erupsi GAK maupun Megathrust Selat Sunda, apapun itu bentuknya bencana perlu kita antisipasi dengan melakukan mitigasi bencana,” kata Irna saat Rakor yang dilaksanakan secara virtual diruang pintar Gedung Setda.
Menurutnya, hampir sekitar 60 persen masyarakat Pandeglang belum memiliki rumah tahan gempa, tentunya yang sudah terbangun tidak dapat rubah. Untuk itu, yang belum terbangun harus menggunakan metode rumah tahan gempa.
“Rumah di sempadan pantai terus kami edukasi, ada 6 Kecamatan pesisir yang kami cemaskan yaitu Labuan, Carita, Panimbang, Cigeulis, Cimanggu dan Sumur, ini perlu kami petakan lebih jauh terkait ancaman yang dapat terjadi,” ujarnya.
Irna juga menyampaikan, sejauh ini mitigasi bencana terus dilakukan secara pentahelix atau multipihak dimana unsur pemerintah, akademisi, badan atau pelaku usaha, masyarakat dan media bersatu padu berkoordinasi.
“Dari 6 kecamatan pesisir Sumur yang harus menjadi perhatian khusus karena dengan dengan patahan. Disana ada kurang lebih 25 jiwa penduduknya, 11.125 tinggal di pesisir pantai tersebar di 7 Desa,” terangnya.
“Saya tidak mau masyarakat kami menjadi korban, untuk itu kami terus melakukan mitigasi hingga pemasangan tanda jalur evakuasi yang kini mulai pada hilang dan membangun kembali sarana komunikasi penyebarluasan informasi,” sambungnya.
Belajar dari pengalaman bencana sebelumnya, agar logistik bisa segera didistribusikan saat terjadi bencana, tahun ini akan dibangun 8 lumbung sosial yang dibangun di beberapa titik atas kolaborasi Pemda dan Kementerian Sosial.
“Disana tersedia logistik, sanitasi, genset dan lainnya, karena pelajaran kemarin butuh waktu lama tiba di lokasi bencana untuk mendistribusikan logistik,” ungkapnya.
(DHE/RUS/PBN)
Tinggalkan Balasan