Rakyat Ngantre Di TPS Sebelum Matahari Terbit

Korea Selatan (Korsel) melaksanakan Pemilu Presiden (Pilpres), kemarin. Pemilu dilaksanakan di tengah melonjaknya kasus Covid-19 di Negeri Ginseng. Bahkan, angka penularan harian selama beberapa hari terakhir selalu memecahkan rekor.

Pemenang Pemilu kali ini akan menghadapi tantangan yang semakin berat. Termasuk menghadapi dampak pandemi Covid-19. Yakni, makin lebarnya ketimpangan dan melonjaknya harga rumah yang telah membebani ekonomi terbesar keempat di Asia itu.

Di hari pelaksanaan Pemilu, kemarin, menurut Badan Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Korsel, mencatat angka infeksi harian tertinggi Covid-19 sebanyak 342.446. Yang didominasi varian Omicron. Di hari yang sama, Korsel juga mencatat 158 kematian akibat Covid. Di tengah tingginya angka infeksi Covid-19, para pemilih di negara itu mencari pemimpin yang dapat membasmi korupsi, menyembuhkan bangsa yang terpecah dan politik yang terpolarisasi.

Selain itu, Presiden baru juga harus memulai negosiasi untuk mengekang ancaman nuklir Korea Utara (Korut) yang terus berkembang.

Awalnya, ada 14 kandidat yang terdaftar. Tapi, pada prosesnya, Pemilu kali ini hanya diikuti dua kandidat, yaitu Lee Jae-myung dari Partai Demokrat yang berkuasa, serta Yoon Suk-yeol dari oposisi utama konservatif Partai Kekuatan Rakyat. Mereka bersaing untuk menggantikan Presiden Moon Jae-in. Yang secara konstitusional dilarang mencalonkan diri kembali. Pengganti Presiden Moon akan diumumkan pada 10 Mei nanti.

Dalam survei pekan lalu menunjukkan, Yoon sedikit unggul dari pesaingnya. Sebuah survei dari Embrain Public, dilansir Channel News Asia, kemarin, memperkirakan tingkat keterpilihan Yoon 47,4 persen. Sedangkan Lee 41,5 persen. Sementara jajak pendapat Ipsos, tingkat keterpilihan Yoon 41,9 persen.

Sejumlah survei mengindikasikan tingkat partisipasi warga dalam Pemilu kali ini akan relatif tinggi, setelah masa kampanye kemarin dipenuhi aksi saling serang antar-kubu Lee dari Partai Demokratik dan Yoon dari Partai Kekuatan Rakyat. Sekelompok warga terpantau sudah antre di beberapa Tempat Pemungutan Suara (PTS) sejak pagi hari, di saat matahari belum terbit. Mereka berbaris dengan menggunakan masker dan menjaga jarak. Saat ini, Korsel sedang dilanda gelombang Omicron, dengan lebih dari 200 ribu kasus harian sepanjang bulan ini. Lebih dari satu juta warga Korsel diketahui tengah menjalani isolasi mandiri usai dinyatakan positif Covid-19.

Dalam latihan pemungutan suara selama dua hari pada pekan kemarin, tercatat 37 persen dari 44 juta pemilih terdaftar menggunakan hak suara mereka. Itu adalah angka tertinggi sejak sistem terbaru dikenalkan di Korsel pada 2013.

Isu dominan dalam Pemilu Korsel kali ini dipenuhi kekhawatiran warga mengenai tingginya harga rumah di Ibu Kota Seoul, ketidaksetaraan domestik, dan pengangguran di usia muda. Saat ini, ada lebih dari 1 juta pasien Covid-19 yang dirawat di rumah. Otoritas pemilihan memperketat prosedur pemungutan suara untuk pasien pada Senin (7/3). Ini dilakukan karena berhembusnya isu penyimpangan pemungutan suara awal selama akhir pekan.

Selama pemungutan suara awal khusus Sabtu (5/3) yang dilaksanakan bagi pemilih yang terinfeksi Covid-19, beberapa petugas pemilihan mengumpulkan surat suara dan membawanya dalam tas belanja. Atau ember plastik untuk dimasukkan ke dalam kotak suara. Tapi, beberapa pemilih melaporkan menerima kertas yang sudah digunakan. Para pejabat mengklaim, tidak ada bukti kecurangan. Namun, kekacauan itu mengancam akan menodai sejarah demokrasi 35 tahun Korsel dari manajemen pemilihan yang ketat dan relatif transparan, dan sebagian besar perjuangan yang berhasil melawan Covid-19.

Kontestasi dianggap telah menghadapi sejumlah gangguan. Pemimpin Demokrat mengarahkan kampanye Lee di rumah sakit pada hari Senin setelah serangan langka selama kampanye.

Bulan lalu, Korsel mengubah Undang-Undang Pemilihan untuk memastikan tiap warga dapat memilih. Orang yang terinfeksi atau dikarantina dapat masuk atau naik taksi atau ambulans yang disediakan oleh kantor lokal ke tempat pemungutan suara. Untuk memberikan suara di bilik yang terisolasi. Mereka diberi waktu satu jam pada akhir hari kedua pemungutan suara awal. Korsel pernah dianggap berhasil menangani lonjakan infeksi Covid-19 dengan melakukan pengujian yang agresif dan pelacakan kontak.

Meski manajemen pandemi Pemerintah bukan fokus kampanye utama, lonjakan Omicron minggu lalu mempengaruhi pemungutan suara karena mendorong kasus ke rekor tertinggi. [PYB/RM.id]

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *