Perang Rusia–Ukraina yang sudah berlangsung 15 hari ini, belum juga bisa diredam. Jalur perundingan yang ditempuh kedua negara, masih berakhir buntu. Gagal maning, gagal maning.
Sejak perang meletus, kedua negara sudah melakukan penjajakan lewat jalur diplomasi. Tercatat, sudah 4 kali, perwakilan dari kedua negara melakukan perundingan untuk mencapai perdamaian. Lokasi perundingan juga sudah berpindah-pindah.
Teranyar, perundingan ke-4 yang digelar di Kota Antalya, kota di bagian selatan tak jauh dari Ibu Kota Ankara, Turki. Pertemuan ini, digelar di hotel Regnum Carya, pukul 11.20 siang.
Banyak pihak berharap pertemuan ini bisa menghasilkan kesepakatan damai. Optimisme itu tidak mengada-ada. Soalnya, kedua negara sudah melakukan tiga pertemuan sebelumnya. Kedua negara sudah tahu apa yang diinginkan masing-masing pihak.
Apalagi tiga hari sebelum perundingan, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky sudah memberi isyarat bersedia memenuhi permintaan syarat yang diajukan Rusia dalam kesepakatan damai. Termasuk pernyataan Zelensky untuk tidak lagi berminat masuk dalam keanggotaan NATO.
Selain itu, pertemuan ini juga dimediasi oleh Turki. Meski menjadi anggota NATO, Turki punya hubungan dekat dengan Rusia. Bahkan dalam pertemuan ini juga berbeda dengan sebelumnya. Dalam perundingan di Turki ini, pihak yang hadir langsung dari menteri luar negeri dari kedua negara. Dari Rusia, yang hadir adalah Menlu Sergey Lavrov.
Sementara dari Ukraina, yang hadir adalah Menlu Dmytro Kuleba. Ini adalah pertemuan tingkat tinggi pertama kedua negara sejak perang berkobar. Karena dalam perundingan sebelumnya, Rusia tidak pernah mengirimkan pejabat level menteri.
Menteri Luar Negeri Turki, Mevlut Cavusoglu yang memediasi pertemuan itu, mempunyai optimisme serupa. Sehari sebelum pertemuan, ia menyatakan, pertemuan yang digelar itu akan menjadi titik balik dan langkah penting menuju perdamaian dan stabilitas.
Namun, harapan perdamaian itu belum terealisasi. Setelah pembicaraan lebih dari satu jam, kedua negara belum menghasilkan kesepakatan damai. Dmytro Kuleba dari Ukraina keluar ruangan pertemuan dengan wajah tertekuk. Kepada wartawan, ia menyebut pertemuan dengan Rusia sangat sulit.
“Rusia tidak memiliki niat untuk berdialog, untuk menyelesaikan konflik,” kata Kuleba, seperti dikutip Reuters, kemarin.
Dia bilang, pertemuan itu tidak menghasilkan kemajuan sedikit pun. Bahkan dalam hal perundingan gencatan senjata di beberapa kota untuk mengevakuasi warga sipil.
“Tampaknya ada pembuat keputusan lain untuk masalah ini di Rusia,” kata Kuleba, mengungkapkan rasa frustrasinya.
Dia pun menegaskan, Ukraina akan terus melakukan perlawanan dan tak akan menyerah dari serangan Rusia. Namun, ia masih berharap ada lagi pertemuan dengan format serupa untuk mencari solusi damai.
Sementara Lavrov lebih menekankan pembicaraan kedua negara saat di Belarusia. Sepertinya Rusia masih keukeuh dengan syarat yang diajukan dalam pertemuan sebelumnya.
“Kami mendukung setiap kontak untuk menyelesaikan krisis Ukraina. Tetapi hal yang kami sadari adalah kontak tersebut harus memiliki nilai tambah dan tidak boleh merusak jalur utama di Belarusia,” kata Lavrov.
Dia mengatakan, topik utama pembicaraan di Antalya adalah masalah kemanusiaan yang diajukan oleh tuan rumah Turki.
Dalam perundingan sebelumnya, Rusia mengajukan tiga syarat untuk mengakhiri perang. Tiga syarat itu adalah Ukraina menjadi negara netral atau tidak menjadi anggota NATO, Ukraina mengakui wilayah Crimea yang dicaplok Rusia, serta mengakui kemerdekaan Luhansk dan Donetsk.
Sebelum mengakhiri pernyataannya, Lavrov bilang, Presiden Rusia, Vladimir Putin akan selalu membuka pintu dialog dengan Ukraina untuk meredakan konflik. [BCG]
Tinggalkan Balasan