Korban First Travel Asal Tangsel Enggan Ikhlas, Hasil Lelang Aset Dirampas Negara

Rumah mewah milik bos First Travel di Sentul City, Bogor (sumber: Jawa Pos)

PONDOK AREN, BANPOS – Para calon jamaah umroh korban penipuan dari First Travel (FT) merasa negara tidak boleh merampas hasil dari pelelangan dari barang bukti (Barbuk) kasus penggelapan uang jamaah umroh First Travel (FT). Sebagaimana diketahui, keputusan untuk melelang aset FT sudah inkrah. Jadi, jamaah umrah tidak kebagian harta dari kasus FT yang menipu ribuan jamaah tersebut.

Salah seorang korban penipuan FT asal Tangsel, Lyna Syafi’i, menolak jika negara merampas seluruh hasil lelang dari aset tersebut. Ia merasa, negara tidak dirugikan dan tidak mempunyai hak untuk mengambil seluruh hasil lelang tersebut.

“Yang jelas tidak ridho seribu persen kalau disita pemerintah. Kembalikan ke umat,” ujar Lyna kepada BANPOS, Minggu (17/11).

Selain itu, Lyna yang merupakan pendidik tersebut menyatakan, dirinya tidak meminta untuk dikembalikan pula kepada para korban, namun ia berharap agar dapat digunakan kepada hal yang lebih produktif ketimbang hanya masuk begitu saja ke kas negara.

“Misalnya dibuat perusahaan, ini kan bisa merekrut banyak orang yang membutuhkan lapangan pekerjaan. Kalau dikembalikan ke masing-masing individu, khawatir tidak terlalu bermanfaat. Dibuat masjid juga, kita sudah cukup banyak masjid,” jelasnya, seraya menyebutkan, bisa juga dijadikan modal bergulir bagi masyarakat yang membutuhkan.

Ia menyatakan, kejadian ini harus menjadi pembelajaran bagi semua, baik pemerintah maupun masyarakat. “Pemerintah harus menetapakan standar minimum harga, sedangkan masyarakat harus cerdas dan tidak tergiur dengan promo harga yang tidak masuk akal,” ujarnya.

Senada dengan Lyna, korban FT lainnya, Noorfatah Muhammad Dimyati, menyatakan keengganannya hasil lelang aset FT diambil oleh pemerintah. Noorfatah yang sudah menyetor sebanyak Rp. 15 juta untuk mendapatkan layanan jasa dari FT ini mengusulkan agar hasil lelang tersebut disetorkan kepada usaha produktif. “Misalnya seperti koperasi 212,” usulnya.

Ia berharap pada Menteri Agama yang baru agar dapat menjadikan hal ini sebagai masukan untuk perbaikan pada pelayanan umroh kedepan. Sehingga biaya umroh dapat terjangkau, namun tidak menjadi ajang untuk penipuan kembali.

“Karena khawatirnya, mahalnya biaya umroh dikarenakan ada biaya siluman,” tandasnya.

Sebelumnya diberitakan Jawa Pos Group, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Depok, Yudi Triadi mengatakan, keputusan harta FT menjadi hak Negara, bukan semata-mata tanpa pertimbangan yang matang. Kasus tersebut tidak merugikan uang negara, tapi hasil keputusan majelis hakim sitaan barang bukti untuk negara.

Menurutnya, kasus tersebut merupakan pencucian uang yang berasal dari para korban jamaah First Travel. Uangnya, malah dibelanjakan barang mewah, seperti mobil, motor dan lainya oleh bos First Travel. “Contohnya, uang dari nasabah Rp1 miliar dibelanjakan bos First Travel. Nah, kalau nanti (barang) dijual duitnya punya siapa?” kata dia bertanya.

Maka dari itu, kata kajari, majelis hakim mengeluarkan terobosan berupa keputusan tersebut. “Dari pada ini uang jadi ribut dan konflik di masyarakat, akhirnya diputuskan agar uang tersebut diambil negara,” tegas Yudi.

Dia akan memberitahu kepada para korban, untuk menerima dan ikhlaskan uang tersebut sebagai bentuk sedekah. “Kalau mereka sudah niat umroh tapi diakalin (ditipu) sudah sama itu (pahalanya) kalau di agama Islam,” terang Yudi.

Selain itu, pihaknya mengaku akan segera melakukan proses lelang barang bukti dan sitaan atas kasus tersebut. “Keputusan kasus First Travel yang telah berkekuatan hukum tetap dinyatakan dirampas untuk negara, artinya sudah ingkrah, otomatis uang hasil lelang nanti masuknya ke negara semua,” tandasnya. (JPG/PBN)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *