Indonesia Defisit Transaksi Berjalan, DEN: Inflasi Harus Dijaga!

Indonesia mengalami defisit transaksi neraca berjalan. Salah satunya komponen terbesarnya disebabkan impor Bahan Bakar Minyak (BBM) dan crude oil. Kondisi ini menjadi tantangan untuk Indonesia karena perekonomian dalam negeri saat ini belum sepenuhnya pulih 100 persen akibat pandemi global Covid-19.

“Maka dari itu, nilai inflasi harus dijaga terutama dari sisi harga BBM,” kata Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Satya Widya Yudha saat menjadi narasumber di sebuah stasiun televisi swasta dengan tema “Perang Rusia vs Ukraina, Harga Migas RI Terdampak?”, di Jakarta, kemarin.

Anggota DEN dari Unsur Pemangku Kepentingan Periode 2020-2025 ini menjelaskan, tanpa adanya kenaikan harga BBM, inflasi bisa bertambah 0,07 persen. Berdasarkan kalkulasinya, apabila BBM dinaikan Rp 500 per liter saja, sudah dapat menambah inflasi sekitar 0,5 persen.

Tentunya DEN bersama-sama dengan kementerian terkait tentunya akan memperhatikan dan memikirkan hal ini sehingga inflasi tetap terjaga.

“Di satu sisi harus menahan inflasi karena kebutuhan rakyat yang krusial akibat belum pulihnya ekonomi karena pandemi, di sisi lain kenaikan harga minyak bumi dunia sangat eksponensial,” jelasnya.

Sebagai ilustrasi, sambung mantan Wakil Ketua komisi VII DPR ini, dengan kenaikan harga Indonesian Crude Price (ICP) sebesar 1 Dolar AS per barel, untuk BBM jenis pertalite subsidi dari negara akan membengkak sebesar 100 rupiah per liter atau sekitar Rp 2,3 triliun per tahun.

Sementara untuk BBM jenis Pertamax, akan menyebabkan kehilangan pendapatan negara sebesar Rp 577 per liter atau Rp 1,1 triliun per tahun.

Lebih lanjut, Satya menilai perlu adanya beberapa strategi yang diambil dalam rangka memastikan negara mempunyai ketahanan energi. Di saat terjadi kenaikan harga minyak dunia, ekonomi negara tetap tumbuh.

“Salah satunya ialah konversi BBM ke Bahan Bakar Gas atau BBG,” jelasnya.

Satya menyampaikan kekuatan ekonomi dalam negeri ditentukan oleh banyak faktor. Begitu juga satunya postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang sangat ditentukan oleh tiga hal, yakni pendapatan, belanja, dan hutang.

“Jika pemerintah dapat mengatur ketiga faktor tersebut, tentu akan berdampak kepada kekuatan ekonomi di dalam negeri,” katanya.

Satya berharap pemerintah dapat mengurangi belanja dalam rangka mengantisipasi defisit transaksi berjalan.

“Perlu adanya sosialisasi terkait penghematan konsumsi BBM dan diperlukan peran masyarakat untuk mengurangi serta membiasakan prilaku hemat konsumsi energi,” katanya.

Tidak kalah utamanya, gejolak energi saat ini dapat menjadi momentum untuk mengakselerasi energi baru terbarukan dalam rangka mewujudkan ketahanan dan kemandirian energi nasional. [KAL]

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *