Kekayaan Alam Picu Sengketa Wilayah

Kekayaan alam bisa jadi salah satu pemicu sengketa antar negara. Jepang jadi salah satu negara yang mengalaminya. Isu ini diangkat dalam kuliah yang disampaikan Direktur Institut Lembaga Penelitian Manajemen Internasional Jepang, Profesor Hideo Kimura.

Kuliah itu merupakan bagian dari program Japan-East Asia Network of Exchange for Students and Youths (Jaringan Pertukaran Pelajar dan Pemuda Jepang-Asia Timur/Jenesys), yang diselenggarakan Japan International Cooperation Center (JICE), sebuah lembaga di bawah Kementerian Luar Negeri Jepang.

Wartawan Rakyat Merdeka Paul Yoanda, mengikuti program Jenesys 2022 yang kali ini digelar secara daring pada 9, 10, 11,12, dan 15 Maret 2022. Hari pertama, 9 Maret, diisi kuliah oleh Profesor Kimura. Pengajar senior itu menyampaikan kuliah berjudul Japan Today.

Dalam kuliah ini Kimura menjelaskan, letak geografis Jepang dan konflik wilayah dengan beberapa tetangganya. Seperti dengan Korea Selatan, China, Rusia, dan Taiwan.

“Meski tidak punya perbatasan darat, hingga kini Jepang masih bersengketa wilayah dengan negara-negara itu,” paparnya.

Dengan Korea Selatan, kata Kimura, Jepang bersengketa soal Pulau Takeshima. Sedangkan Korea Selatan menyebutnya sebagai Pulau Dokdo.

Kimura mengklaim, pulau itu sejak awal dimiliki oleh Jepang. Kata dia, hingga kini sengketa terkait pulau itu masih belum selesai.

Berikutnya, dengan China dan Taiwan, Jepang bersengketa soal Kepulauan Senkaku. Oleh China, kepulauan itu disebut Diayou. Sedangkan Taiwan menyebutnya sebagai Kepulauan Tiaoyutai.

Kimura menjelaskan, sengketa dimulai sejak 1970-an, sejak ditemukannya minyak bumi di pulau tersebut. “Saya berharap sengketa ini bisa diselesaikan secepat mungkin,” harapnya.

Masih di forum yang sama, Kimura juga mengangkat isu ancaman penurunan populasi di Negeri Matahari Terbit. Dia menjelaskan, penduduk Jepang 30 tahun mendatang, akan berjumlah sekitar 100 juta orang. Menurun sekitar 26 juta dari jumlah penduduk saat ini.

“Penurunan angka itu jelas sangat besar,” curhatnya.

Menurut Kimura, ada sejumlah hal yang menyebabkan penurunan populasi di Jepang. Salah satunya, banyaknya penduduk lansia. Dia menjelaskan, tahun 2021 ada sekitar 30 persen penduduk Jepang yang berusia lebih dari 65 tahun. Diperkirakan, akan naik jadi 35 persen pada 2040.

“Fakta saat ini, ada 86.510 penduduk berusia lebih dari 100 tahun. Yang 88 persennya merupakan wanita,” beber Kimura.

Pemerintah Jepang tak tinggal diam melihat keadaan tersebut. Dia bilang, Pemerintah Jepang telah mengeluarkan beberapa kebijakan demi meningkatkan jumlah populasi.

Pemerintah Jepang, kata Kimura lagi, menyiapkan lingkungan yang nyaman dan sesuai bagi warga untuk membentuk keluarga dan melahirkan. Jepang, kata dia, juga mengeluarkan kebijakan untuk meningkatkan kesejahteraan warga.

Tapi, berbagai upaya itu menemui sejumlah tantangan. Salah satunya, keinginan wanita Jepang untuk bisa hidup mandiri. “Termasuk dalam menghasilkan uang,” katanya. [PYB]

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *