SERANG, BANPOS – Tudingan bahwa pemerintah telah sengaja melakukan permainan terhadap stok dan harga minyak goreng (migor) yang dilontarkan oleh masyarakat, dibantah oleh DinkopUKMPerindag Kota Serang. Menurut mereka, jika masyarakat tidak sanggup membeli migor kemasan, maka diberikan opsi untuk membeli minyak curah yang lebih murah.
Diketahui, Kemendag sendiri sempat berencana melarang peredaran migor curah. Melansir Jurnal Ilmiah Farmasi, Pharmacon, perbedaan migor curah dengan migor kemasan pada dasarnya terletak pada penyaringannya.
Penyaringan ini berpengaruh terhadap kualitas migor. Migor curah mengalami satu kali penyaringan, sedangkan migor kemasan mengalami dua kali penyaringan.
Berdasarkan persyaratan SNI, migor curah cenderung tidak memenuhi pada satu kriteria, yaitu syarat bilangan peroksida. Angka peroksida menunjukkan tingkat kerusakan minyak karena oksidasi. Tingginya angka peroksida menunjukkan telah terjadi kerusakan pada minyak tersebut dan minyak akan segera mengalami ketengikan serta sudah mengalami oksidasi.
Migor curah cenderung terpapar oksigen dan cahaya yang lebih besar dibanding minyak kemasan. Sebab, distribusinya yang tidak menggunakan kemasan sehingga lebih mudah terpapar. Paparan oksigen, cahaya, dan suhu tinggi merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi oksidasi.
Kepala DinkopUKMPerindag Kota Serang, Wasis Dewanto menjelaskan, pemerintah telah memberikan dua pilihan kepada masyarakat dalam hal konsumsi migor. Pertama, membeli minyak curah dengan harga eceran tertinggi (HET) sebesar Rp14 ribu per liter.
“Atau (membeli migor) kemasan yang harga keekonomiannya diserahkan ke pasar. Sehingga saat ini harga kemasan antar merek bisa berbeda-beda harga jualnya,” ujarnya kepada awak media, Senin (21/3).
Kendati memberikan opsi untuk mengkonsumsi minyak curah yang lebih murah, Wasis mengaku bahwa saat ini masih terjadi variasi harga minyak curah di pasaran. Sebab, pasar tengah memasuki masa transisi HET minyak curah.
“Bahkan ada yang di atas HET dan pasokannya ke pedagang juga kurang. Solusinya adalah, kami melaksanakan operasi pasar migor curah di Pasar Rau untuk masyarakat atau pedagang,” ucapnya.
Dalam operasi pasar migor curah di Pasar Induk Rau, pihaknya telah menyediakan sebanyak lima ton migor atau setara dengan 6.250 liter. Setiap pembeli diperbolehkan membawa jerigen masing-masing dengan ukuran sampai 15 liter atau 14 kilogram.
“Iya, dipersilakan bawa jerigen masing-masing, karena dibatasi hanya 14 kilogram untuk setiap pembeli,” tutur Wasis Dewanto.
Terpisah, Bulog Subdivre Lebak-Pandeglang saat ini masih menunggu penugasan untuk melakukan operasi pasar migor atau pasar murah migor.
“Kalau ada penugasan untuk melaksanakan operasi pasar atau pasar murah, kami akan laksanakan. Untuk sekarang belum ada penugasan untuk migor,” kata Kepala Bulog Subdivre Lebak-Pandeglang, Muhamad Wahyudin kepada BANPOS melalui pesan WhatsApp.
Menurutnya, untuk melakukan operasi pasar migor, pihaknya saat ini masih menunggu menunggu penugasan dan untuk melakukan operasi pasar migor saat ini stoknya sulit mendapatkannya.
“Kalau ada stok Insya Allah, kami susah dapatkan stok. Sekarang harga di pabrik sudah tinggi kisaran Rp 22 ribu untuk migor kemasan harganya variasi, tapi rata-rata diatas Rp 20 ribu. Kalau untuk migor curah kami belum tahu,” terangnya.
Dijelaskannya, operasi pasar migor yang dilakukan Bulog sebelumnya, saat itu Harga Eceran Tertinggi (HET) migor masih belum dicabut oleh pemerintah.
“Kalau kemarin masih bisa, karena ada HET Rp 14 ribu, masih kami usahakan mencari stok,” ucapnya.
Saat ditanya terkait migor yang disubsidi oleh pemerintah, Wahyu mengatakan bahwa subsidi dari pemerintah hanya menetapkan HET saja migor curah sebesar Rp 14 ribu.
“Kalau ada subsidi paling produsen, pemerintah Cuma tetapkan HET minyak curah Rp 14 ribu,” ungkapnya.
Sebelumnya, Salah satu warga Kota Serang, Isnawati, mengaku bahwa dirinya merasa terbebani dengan kenaikan harga migor.
“Naiknya enggak tanggung-tanggung, jadi kami sebagai ibu rumah tangga cukup menjerit karena terlalu mahal. Mungkin kalau naiknya tidak sekaligus kami tidak akan mengeluh. Jadi seolah-olah pemerintah ini abai sama kita,” ujarnya.
Ia mengaku curiga kepada pemerintah akibat situasi ini, kelangkaan migor saat menggunakan harga subsidi, dan stok migor yang tiba-tiba melimpah ketika harga naik.
“Gimana kami tidak curiga, kemarin-kemarin migor langka sewaktu disubsidi. Sekarang harganya mahal banget, tiba-tiba stoknya banyak,” tuturnya.
Ia pun menyayangkan pemberitaan yang beredar terkait pemerintah Indonesia yang melakukan ekspor minyak dengan harga murah.
“Kenapa harus diekspor kalau masyarakat Indonesia sendiri sedang kesusahan. Apalagi kan dua tahun kemarin kami dihantam Covid-19, kenapa sekarang kami dihantam dengan harga kebutuhan pokok yang tidak masuk akal,” ungkapnya.
(MG-03/DZH/DHE/PBN)
Tinggalkan Balasan