Kasus Covid-19 di Indonesia mulai mengalami tren penurunan secara stabil. Meski begitu, Indonesia belum bisa masuk ke fase endemi. Kenapa?
Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 dr Reisa Broto Asmoro menjelaskan beberapa alasannya.
Pertama, positivity rate kasus Covid-19 harian di Tanah Air belum memenuhi standar World Health Organization (WHO), yakni di bawah lima persen. Meski tren kasus baru Covid-19 di Tanah Air menurun, tingkat positif masih ada di atas ambang batas yang ditetapkan Badan Kesehatan Dunia itu.
“Sampai saat ini, betul kita terus menunjukkan tren perbaikan secara konsisten. Namun kita harus tetap waspada, karena status kita masih dalam pandemi,” ujar Reisa dalam siaran Radio Kesehatan: Pandemi Belum Usai, kemarin.
Kedua, angka keterisian rumah sakit atau Bed Occupancy Ratio (BOR) Indonesia yang juga masih di atas ambang batas, yakni di atas lima persen.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes), hingga Minggu (20/3), angka keterisian rumah sakit (RS) masih berada di angka 14 persen.
Ketiga, laju transmisi atau RT Indonesia, masih di atas 1, yang artinya penularan virus belum cukup rendah. Keempat, cakupan vaksinasi Indonesia cukup. Salah satu syarat untuk menuju fase endemi adalah vaksinasi dosis lengkap sudah menjangkau lebih dari 70 persen total populasi.
Di Indonesia, angka itu memang sudah tercapai. Tapi, target sasaran 70 persen tersebut bukan, atau tidak sama dengan seluruh populasi Indonesia.
Karena masih dalam fase pandemi, Reisa pun meminta masyarakat untuk tetap waspada.
“Penting untuk menjaga diri supaya kasus ini benar-benar turun. Jangan sampai kita lengah,” imbau dokter lulusan Universitas Pelita Harapan (UPH) ini.
Untuk bisa mencapai syarat menuju fase endemi, Reisa menekankan pentingnya menerapkan protokol kesehatan (prokes) secara disiplin. Seperti, memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak. Selain prokes, yang juga perlu dilakukan adalah melaksanakan vaksinasi bagi yang belum.
“Jangan sampai kita terlalu euforia. Karena banyak pengendoran protokol kesehatan yang terjadi di luar sana ketika kita beraktivitas.
“Yang pasti, kita belum masuk endemi, jadi kita harus tetap hati-hati,” ingat Reisa.
Terpisah, ahli epidemiologi Dicky Budiman menjelaskan, ada dua aspek yang membuat Indonesia tidak boleh merasa aman dari Covid-19. Pertama, testing Covid-19 yang tidak memadai.
“Kita nggak bisa mengklaim situasi terkendali dan merasa aman karena tes tidak semasif saat gelombang Delta,” ingat Dicky.
Kedua, angka positivity rate yang masih di atas lima persen. Menurut epidemiolog Universitas Griffith Australia ini, hal itu menandakan bahwa infeksi virus Corona jauh lebih banyak di masyarakat dibanding yang ditemukan. [JAR/RM.ID]
Tinggalkan Balasan