Ubah UU Ekstradisi, Buron Di Singapura Bisa Diuber Dan Dipulangin

Pemerintah Singapura akhirnya mengubah UU Ekstradisi, Senin (4/4). Langkah ini membuat para buronan yang lari ke Negeri Merlion bisa diuber dan dipulangin ke negara asalnya.

“Mekanisme ini akan menghemat sumber daya negara dan mencegah buronan ditahan lebih lama dari yang diperlukan di sini,” terang Menteri Hukum Singapura Edwin Tong di hadapan Parlemen, dikutip Channel News Asia, kemarin.

Tong mengatakan, tujuan dari amandemen adalah untuk memodernisasi rezim ekstradisi Singapura. Dia menambahkan, perubahan UU tersebut diharapkan dapat menciptakan keseimbangan yang tepat antara kerja sama hukum di skala internasional.

Berdasarkan UU ini, suatu pelanggaran dapat diekstradisi jika mengarah ke hukuman maksimum lebih dari dua tahun penjara. Meski demikian, ada pengecualian bagi sejumlah pelanggaran. Daftar pelanggaran yang masuk pengecualian ada di dalam Pasal pertama UU Ekstradisi.

“Kami tidak mengharapkan amandemen ini menghasilkan peningkatan permintaan ekstradisi,” ujar Tong.

Dia mencatat, sejauh ini, negara-negara yang minta melakukan ekstradisi biasanya karena ada individu terlibat pelanggaran yang terbilang serius.

“Langkah ini akan meningkatkan kredibilitas Singapura sebagai warga negara internasional yang bertanggung jawab, untuk memperkuat kemampuan kita memerangi kejahatan melalui kerja sama internasional,” terang Tong.

Beberapa pengamanan juga diperkenalkan untuk meningkatkan kemampuan Singapura untuk memfasilitasi permintaan ekstradisi dan melindungi individu yang diinginkan yurisdiksi asing.

Singapura memiliki perjanjian ekstradisi dengan Jerman, Amerika Serikat (AS) dan Hong Kong, dan juga merupakan bagian dari perjanjian ekstradisi dengan 40 Negara Persemakmuran, termasuk Australia, Inggris dan Kanada. Ada juga pengaturan timbal balik dengan Brunei dan Malaysia untuk pengesahan surat perintah penangkapan.

Tong mengatakan, Singapura juga telah menandatangani perjanjian dengan Indonesia, yang bila berlaku, akan memungkinkan buronan diekstradisi ke dan dari Indonesia. Kesepakatan ekstradisi Singapura dengan Indonesia sudah diteken akhir Januari lalu di Pulau Bintan, Kepulauan Riau.

Presiden Joko Widodo melakukan pertemuan dengan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong, di The Sanchaya Resort Bintan, Kabupaten Bintan, Provinsi Kepulauan Riau pada 25 Januari lalu. Sejumlah kerja sama penting diteken kedua negara, salah satunya perjanjian ekstradisi.

“Untuk perjanjian ekstradisi yang baru, masa retroaktif diperpanjang yang semula 15 tahun, menjadi 18 tahun sesuai dengan pasal 78 KUHP,” tutur Jokowi dalam konferensi pers yang disiarkan kanal YouTube Sekretariat Presiden.

Atas pencapaian kerja sama perjanjian ekstradisi antara pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Singapura, Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) menyampaikan apresiasi kepada kedua negara.

Ke depannya, MAKI berharap akan semakin banyak orang-orang Indonesia atau Singapura yang dapat dipulangkan ke kedua negara masing-masing terkait extraordinary crime.

Amandemen tersebut juga mengatur ekstradisi dapat ditolak. Ini termasuk menolak permintaan jika buronan dihukum karena ketidakhadirannya (absen), sedang dituntut karena pelanggaran militer, hanya memiliki sisa masa hukuman yang singkat, atau jika penuntutan buronan di negara peminta dilarang karena periode pembatasan.

Selain itu, mekanisme yang memungkinkan Jaksa Agung untuk mengajukan permohonan ke Pengadilan Tinggi untuk meninjau keputusan hakim untuk tidak melakukan ekstradisi buronan juga telah diperkenalkan.

Dengan amandemen ini, Tong menambahkan, Singapura dapat meningkatkan kemampuannya untuk memerangi kejahatan melalui kerja sama internasional. [DAY/RM.ID]

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *