Mantan Direktur WHO Asia Tenggara Prof. Tjandra Yoga Aditama menyoroti kemunculan rekombinasi sub varian dari Omicron, serta gabungannya dengan varian Delta. Di tengah melandainya kasus Covid di Tanah Air.
Secara umum, rekombinasi ini juga dapat disebut dalam bentuk “tiga X”.
Yang pertama dan kedua adalah XD dan XF, rekombinasi dari varian Delta dan varian Omicron BA.1.
Sampai akhir Maret 2022, ada sekitar 49 kasus XD di dunia, sebagian besar di Prancis. Sementara di Inggris, sedikitnya ada 38 kasus XF.
“Yang sekarang lebih banyak dibicarakan adalah “X” yang ke tiga, yaitu XE, yang merupakan gabungan dari varian Omicron BA.1 dan BA.2,” kata Prof. Tjandra dalam keterangannya, Rabu (5/4).
Di Inggris, subvarian XE ini pertama kali dideteksi pada pertengahan Januari 2022.
Hingga 22 Maret 2022, sudah terlacak 763 sampel XE di Inggris. Selain itu, juga ada di China dan beberapa hari lalu di Thailand.
Karena jumlah kasus masih sedikit maka belum ada bukti ilmiah yang pasti tentang dampak ke “tiga X” ini.
“Tetapi, XE memang diperkirakan 10 persen lebih mudah menular,” ujar Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI/Guru Besar FKUI.
Sejauh ini, para pakar dunia masih terus meneliti tentang ada tidaknya dampak “tiga X” ini pada berat ringannya penyakit. Atau kemungkinan dampak pada alat diagnosis, obat, dan juga vaksin.
“Perlu diketahui, mutasi, varian baru dan rekombinasi dapat saja terjadi pada virus pada umumnya. Termasuk, SARS CoV2 penyebab Covid-19,” terang Prof. Tjandra.
Menurutnya, rekombinasi memang dapat saja terjadi, not an unusual occurrence, khususnya bila di populasi ada berbagai varian yang beredar.
Namun, mutasi, varian baru dan atau rekombinasi belum tentu punya dampak pada manusia. Sebagian besar malah tidak ada dampaknya dan akan hilang. Ini disebut sebagai most die off relatively quickly.
“Jadi, kalau ada berita varian atau rekombinasi baru, maka kita tidak perlu panik. Ikuti saja perkembangan ilmu yang ada dan berita dari sumber yang benar,” ucap Prof. Tjandra.
Di sisi lain, perlu juga diketahui bahwa virus Corona secara umum juga dapat saja melakukan rekombinasi dengan virus lain. Misalnya, virus influenza dan rotavirus.
“Tetapi sekali lagi, kalau nanti ini terjadi, maka belum tentu punya dampak berarti bagi kesehatan manusia. Mungkin hanya fenomena di virus,” pungkas mantan Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) dan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan. [HES/RM.id]
Tinggalkan Balasan