Menteri Luar Negeri (Menlu) Jepang Yoshimasa Hayashi mengecam kekerasan terhadap pembunuhan warga sipil di kota Bucha dekat Ibu Kota Ukraina, Kiev. Menurutnya, Jepang menanggapi dengan sangat serius fakta bahwa sejumlah besar warga sipil di Ukraina telah terbunuh akibat tindakan pasukan Rusia, dan sangat terkejut dengan pengungkapan ini.
“Pembunuhan warga sipil tak berdosa merupakan pelanggaran hukum humaniter internasional dan tidak dapat diterima dan Jepang sangat menecam tindakan ini,” kata Hayashi dalam keterangannya, Senin (4/4).
“Kebenaran tentang kekejaman ini harus diungkap dan Rusia harus bertanggung jawab,” tegasnya merujuk kepada langkah Negeri Sakura itu mengajukan tuntutan resmi ke Pengadilan Kriminal Internasional (International Criminal Court/ICC) terhadap Rusia atas kejahatan perang.
Moskow memilih untuk tidak menghadiri sidang pertama ICC pada Senin (7/3). Sementara, Ukraina telah mengajukan kasus genosida terhadap Rusia di International Court of Justice/ICJ).
Sebagai informasi, Mahkamah Internasional di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ada dua. Fungsi utama ICJ ini adalah untuk mengadili dan menyelesaikan sengketa antarnegara-negara anggota dan memberikan pendapat-pendapat bersifat nasihat kepada organ-organ resmi dan badan khusus PBB.
Contohnya sengketa antara Indonesia dengan Malaysia atas kepemilikan pulau Sipadan dan Ligitan. Pada 2002, Majelis Hakim Internasional Court of Justice (ICJ) di Den Haag akhirnya memutuskan bahwa Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan milik Malaysia. Mereka lebih mendasarkan putusannya tersebut karena Pemerintah kolonial Inggris jauh lebih aktif menggunakan kedua pulau tersebut ketimbang Pemerintah kolonial Belanda.
Sementara kewenangan ICC adalah untuk mengadili kejahatan paling serius yang mendapatkan perhatian internasional yang dilakukan secara individu. Kejahatan yang dimaksud terdiri dari empat jenis, yaitu the crime of genocide (pemusnahan etnis/suku bangsa), crimes against humanity (kejahatan terhadap kemanusiaan), war crimes (kejahatan perang), dan the crime of aggression (agresi).
Bantah Klaim Rusia
Pemerintah Ukraina dan berbagai laporan media telah mengungkapkan bahwa kekejaman, termasuk pembunuhan massal warga sipil tak berdosa, telah terjadi di Bucha, daerah dekat Kiev yang diduduki Rusia. Foto-foto dan rekaman pembantaian warga sipil di Bucha memicu kemarahan dari berbagai penjuru dunia.
Rusia menyangkal tuduhan bahwa pasukannya membantai warga sipil di Bucha. Temuan pembantaian ini terungkap usai pasukan Rusia mundur dari tempat itu dan jurnalis masuk ke sana. Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov menuding bukti-bukti pembantaian Bucha sebagai rekayasa provokasi anti Rusia.
Sedangkan juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov mengklaim, foto dan rekaman yang beredar memuat tanda-tanda pemalsuan video dan berbagai kebohongan. Otoritas Rusia menerbitkan sederet klaim yang menuduh bukti-bukti pembantaian di Bucha sebagai rekayasa Ukraina.
Klaim-klaim tersebut disebarkan ulang akun-akun media sosial pro Rusia. Akan tetapi, klaim-klaim Rusia itu ramai-ramai dibantah media pemeriksa fakta. Juru bicara Maxar Technologies Stephen Wood mengatakan, foto-foto satelit yang dirilis pada Senin (4/4) tampak membantah pernyataan Rusia.
Citra satelit pertengahan Maret dari jalan Bucha tampaknya menunjukkan beberapa mayat warga sipil tergeletak mati di dalam atau di luar jalan.
“Citra satelit Maxar beresolusi tinggi yang dikumpulkan di Bucha Ukraina (barat laut Kiev) memverifikasi dan menguatkan video dan foto media sosial baru-baru ini, yang mengungkapkan mayat tergeletak di jalan-jalan dan ditinggalkan di tempat terbuka selama berminggu-minggu,” kata Wood, Senin (4/4).
The New York Times menerbitkan analisis yang lebih teliti dari jalan Yablonska Bucha, dan menyimpulkan – setelah membandingkannya dengan rekaman video dari 1 dan 2 April, yang menunjukkan mayat di sepanjang jalan. Analis citra satelit dan temuan menunjukkan banyak mayat yang telah ada di sana setidaknya sejak tiga minggu lalu, ketika pasukan Rusia menguasai kota.
Fotografer AFP memasuki Bucha, barat laut Kyiv, pada Sabtu (2/4) dan secara langsung mengonfirmasi keberadaan sekitar 20 mayat. Semuanya berpakaian sipil, beberapa dengan tangan terikat.
Akun-akun media sosial pro Rusia menyebarkan versi video itu yang diperlambat, sambil membuat klaim bahwa salah satu jenazah menggerakkan tangan. Akan tetapi, analisis yang lebih hati-hati menunjukkan bahwa mayat itu sama sekali tidak bergerak.
Sekuens video yang menunjukkan mayat seolah bergerak berasal dari noktah di sudut kanan bawah kaca depan kendaraan. Menurut analisis BBC, noktah itu terlihat seperti rintik hujan atau setitik kotoran yang terciprat dari jalan.
Dalam fragmen lain video itu, Rusia mengklaim mayat yang terekam melalui kaca spion bergerak. Namun, penampakan itu hanyalah efek distorsi kaca spion yang juga berdampak ke bayangan rumah-rumah di sekitarnya.
“Kami khususnya khawatir semua mayat yang gambarnya dipublikasikan rezim Kiev tidak kaku setelah setidaknya empat hari,” demikian cuit Kementerian Luar Negeri Rusia.
Moskow berargumen bahwa, jika orang-orang itu terbunuh selama pendudukan Rusia, mengapa mayatnya tidak kaku? Rusia mengklaim, pasukannya meninggalkan Bucha pada 30 Maret 2022. Sedangkan Ukraina mengklaim Rusia mundur pada fajar 31 Maret 2022.
Menurut ahli patologi yang diwawancarai BBC, setelah empat hari, rigor mortis (kaku mayat) biasanya telah berkurang. Pakar ini pernah terlibat dalam investigasi kejahatan perang di Kosovo dan Rwanda, tetapi enggan identitas jelasnya dibuka.
Rusia juga mengklaim, rekaman mayat yang ditampilkan tidak menunjukkan noda mayat (cadaver stains) atau bekas pembunuhan yang jelas. Namun, Moskow enggan mengelaborasi lebih jauh.
Setidaknya 516 warga sipil telah tewas dan 908 lainnya terluka di Ukraina sejauh ini, menurut angka PBB, dengan jumlah korban sebenarnya dikhawatirkan akan lebih tinggi. Lebih dari 2,1 juta orang telah meninggalkan Ukraina ke negara-negara tetangga, menurut Badan Pengungsi PBB. [MEL/RM.ID]
Tinggalkan Balasan