BAKSEL, BANPOS – Keberadaan praktik pertambangan Batu bara Tanpa Izin (PBTI) di kawasan Perhutani milik pengawasan Badan Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) kian hari kian marak.
Bahkan pihak petugas perhutani mengaku sudah berulang kali bersama pihak kepolisian melakukan penertiban, namun PBTI di kawasan itu masih saja marak.
“Iya masih terus ada pastinya. Terus terang ya karena warga di sini mayoritas hidup dari mata pencaharian menambang batubara. Kalau ini ditutup, ya mereka mau cari penghidupan lain pasti bingung,” ujar salah seorang warga Panyaungan yang sengaja dirahasiakan identitasnya, Senin (11/04).
Diketahui, pada bulan September 2021 lalu, Polisi Hutan Perhutani KPH Banten bersama Ditkrimsus Polda Banten telah melakukan operasi penertiban tambang batu bara tanpa izin di kawasan Perhutani BKPH Bayah. Akan tetapi selang beberapa hari setelah penertiban, aktivitas PBTI kembali beraktivitas.
Sebagaimana yang terjadi di Blok Sanggo, Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Panyaungan Timur, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Bayah, yang secara administratif Blok Sanggo ini berada di Desa Sukajadi, Kecamatan Panggarangan.
Tidak hanya di situ, PBTI di kawasan hutan Perhutani juga terjadi di blok Cibobos, Cibedil, Cilimus, Cikacapi, Cidahu dan juga Lame Copong, itu secara administratif berada di wilayah Desa Karang Kamulyan, Kecamatan Cihara.
Pantauan BANPOS beberapa hari lalu, banyak ditemukan puluhan pekerja tambang tengah melakukan praktik penambangan dan pengangkutan batu bara untuk dibawa ke penampungan. Sebagai jasa kurir, sepeda motor lalu lalang mengangkut batu bara dari mulut lobang ke penampungan.
Dari penampungan sementara, terlihat dump truk lalu lalang mengangkut batubara ke stockpile yang tersebar di beberapa titik di sepanjang jalan Nasional Malingping-Bayah.
Stockpile batubara tersebut tersebar di Kampung Cimandiri Laut, Desa Situregen di Kecamatan Panggarangan, Kampung Panyaungan Desa Panyaungan, Kampung Cihara Desa Cihara di Kecamatan Cihara.
Seorang pekerja lepas tambang mengaku bahwa dirinya disuruh oleh seseorang untuk melakukan penambangan batu bara. Ia pun menyebut bahwa petugas Perum Perhutani pun tahu akan aktivitas tambang di lokasi tersebut.
“Suka ada sih petugas yang datang ke sini. Tapi biasa aja kang. Tapi kalau soal uang koordinasi saya tidak tahu,” ungkapnya.
Aktivis lingkungan di Baksel, Sutisna Dharma Wijaya kepada BANPOS mengungkapkan soal masih maraknya tambang tersebut karena petugas terlalu lunak. Sutisna juga menduga sepertinya ada kerjasama terselubung.
“Memang pelaku ilegal pertambangan batubara ini sangat bandel. Walaupun sudah berkali-kali diusir dan dilaporkan terus saja melakukan aktivitas. Di sini saya meyakini dibalik ini saya menduga keras ada kerjasama permainan setali tiga uang antara pengusaha melalui danlob dan pihak perhutani. Karena kalau tidak ada itu kenapa dibiarkan aktivitas dan itu terlihat didepan mata petugas,” ujar Sutisna Senin (11/04).
Di tempat terpisah, Kepala KBKPH Bayah/Asisten Administratur Perhutani, Nurjeni kepada wartawan mengatakan bahwa kewenangan Perhutani sangat terbatas tidak bisa melakukan penangkapan apalagi menahan para penambang ilegal itu.
Dikatakannya, Kewenangan Perhutani sambung Nurjeni, hanya sebatas melakukan sosialisasi, melayangkan surat imbauan, memasang plang larangan, patroli dan pembuatan laporan pengaduan.
“Laporan pengaduan ke Polda Banten Sudah kami lakukan. Tetapi di laporan itu kita tidak bisa menyebutkan nama pelaku karena tidak tertangkap tangan. Kita hanya menyebutkan lokasi kejadian,” papar Asper BKPH Bayah.(WDO/PBN)
Tinggalkan Balasan