Belakangan Indonesia tengah dipusingkan oleh desakan Barat. Yaitu agar memboikot Presiden Rusia, Vladimir Putin, dalam konferensi tingkat tinggi Group of Twenty, G20, di Nusa Dua, Bali pada 23 hingga 24 Oktober nanti.
Presiden Amerika Serikat dan beberapa pemimpin negara Barat lain bahkan mengancam, tidak akan menghadiri acara puncak G20, jika Putin tetap hadir di acara tersebut.
Terkait hal ini, Menteri Luar Negeri Kanada Melanie Joly mengakui, Indonesia sedang dalam tekanan dan tanggung jawab besar. Hal ini dia sampaikan dalam diskusi virtual bersama Dr Dino Patti Djalal, Pendiri dan Ketua Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI), Senin petang (11/4/2022).
“Ini tanggung jawab besar dan Indonesia menjalaninya dengan baik sejauh ini. Indonesia tidak pernah memperkirakan hal ini (invasi Rusia) bakal terjadi di masa keketuaannya,” ujar mantan Menteri yang bertanggung jawab atas Inisiatif Pembangunan Ekonomi Federal untuk Ontario Utara (2019–2021) ini.
Joly pun menyarankan, agar Indonesia mengundang Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky untuk hadir di KTT G20. “Sebagai jalan tengah, Indonesia sebaiknya undang Presiden Zelensky,” ujarnya.
Menurut Joly, invasi Rusia ke Ukraina pada 24 Februari telah mengubah dunia, dan isu ini sudah sepatutnya dibahas dalam berbagai kesempatan. “Pesan-pesan yang disampaikan Presiden Zelensky telah bergaung di seluruh dunia. Dampak dari pesan-pesannya harus terus dilanjutkan,” terangnya.
Perempuan yang juga pernah menjadi Menteri Pariwisata, Bahasa Resmi dan La Francophonie (2018–2019) ini menyatakan, invasi Rusia ke Ukraina telah membajak agenda-agenda penting, yang akan disampaikan Indonesia dalam KTT G20 2022.
“Sebelumnya saya bersama (Menlu) Retno telah membahas masalah ini, dalam mencari cara, bagaimana masalah ini bisa ditangani dengan baik,” ungkapnya, yang menilai agenda Rusia-Ukraina sebaiknya turut dibahas dalam KTT G20 nanti.
Mengenai ketegangan Rusia-Ukraina saat ini, Joly menekankan, sikap Kanada tidak berubah. Kanada terus memberikan tekanan maksimal kepada Rusia. Sikap ini terus disuarakan kepada semua negara mitra, termasuk Indonesia. “Kami tidak bisa melakukan business as usual dengan Rusia. Perang ini harus diakhiri dulu,” tegasnya, di kantor FPCI.
FPCI adalah organisasi politik luar negeri non partisan, non politik dan independen, yang didirikan untuk membahas dan memperkenalkan isu-isu hubungan internasional kepada banyak pihak terkait di Indonesia, seperti diplomat, duta besar, pejabat pemerintah, akademisi, peneliti, bisnis, media, dosen, think tank, mahasiswa dan media.
Didirikan pada 2014 oleh Dino Patti Djalal (Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat periode Agustus 2010 hingga 17 September 2013 dan Wakil Menteri Luar Negeri hingga Juli hingga Oktober 2014), juga dikutip dari laman resminya, FPCI dibentuk untuk mengembangkan internasionalisme Indonesia, agar lebih mengakar di seluruh nusantara dan memproyeksikan dirinya ke seluruh dunia. [DAY/RM.ID]
Tinggalkan Balasan