Sejak jadi pimpinan KPK, Lili Pintauli Siregar banyak masalahnya. Dalam dua tahun belakangan ini, mantan komisioner LPSK itu, sudah tiga kali berurusan dengan Dewan Pengawas (Dewas) KPK. Yang teranyar, Lili dilaporkan ke Dewas karena diduga menerima tiket nonton MotoGP di Sirkuit Mandalika, Lombok, NTB.
Lili dilaporkan atas dugaan penerimaan fasilitas berupa akomodasi hotel hingga tiket nonton MotoGP Mandalika pada 18-20 Maret 2022. Beberapa fasilitas tersebut didapatnya dari salah satu perusahaan BUMN.
Mendapat laporan itu, Dewas KPK bergerak cepat. Sejumlah pihak telah dimintai keterangan pada 6 April 2022. Dewas juga sudah meminta dokumen bukti pemesanan atau pembelian (sewa) penginapan di Amber Lombok Beach Resort, dan tiket MotoGP Mandalika pada Grandstand Premium Zona A-Red.
Anggota Dewas KPK, Syamsuddin Haris membenarkan pihaknya telah menerima laporan terkait dugaan gratifikasi yang diterima Lili Siregar. “Ya, benar ada pengaduan terhadap Ibu LPS (Lili Pintauli Siregar),” ujar Haris, kemarin.
Kata Haris, pihaknya tengah mempelajari laporan tersebut. Namun, ia tidak menjelaskan secara rinci mengenai isi laporan tersebut. Saat ini, kata dia, Dewas masih meminta data dan keterangan dari sejumlah pihak mengenai laporan terhadap Lili Pintauli. “Saat ini, Dewas sedang mempelajari pengaduan tersebut sesuai prosedur operasional baku yang berlaku,” sebut dia.
Dari internal KPK, menyatakan tidak akan ikut campur dalam kasus Lili ini. Juru Bicara KPK, Ali Fikri menyatakan, setiap pengaduan terhadap insan KPK merupakan kontrol publik terhadap pelaksanaan tugas pemberantasan korupsi. “KPK menyerahkan sepenuhnya kepada Dewas KPK atas proses tindak lanjut pengaduan ini,” ujar Ali Fikri, kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Jubir berlatar belakang jaksa ini mengajak masyarakat untuk tetap menghormati proses pemeriksaan yang sedang berlangsung. Pihaknya meyakini profesionalitas Dewas dalam memeriksa setiap aduan sesuai ketentuan, mekanisme, dan kewenangan yang diatur dalam Pasal 37B Undang-Undang KPK.
“Dewas KPK nantinya tentu juga akan menyampaikan hasil pemeriksaannya, apakah atas pengaduan tersebut terbukti adanya pelanggaran atau tidak,” imbuhnya.Sebelum masalah ini, Lili sudah dua kali disidang Dewas KPK. Pertama, gara-gara dia berkomunikasi dengan terdakwa korupsi yang juga mantan Wali Kota Tanjungbalai, Muhammad Syahrial. Di kasus ini, Lili diputus bersalah dan dihukum dengan pemotongan gaji 40 persen selama 12 bulan.
Kedua, Lili kembali berurusan dengan Dewas atas dugaan pelanggaran kode etik terkait penyebaran berita bohong empat mantan pegawai KPK, yakni Rieswin Rachwell, Benydictus Siumlala Martin Sumarno, Ita Khoiriyah, dan Tri Artining Putri. Empat mantan pegawai KPK ini menduga Lili telah berbohong saat sidang Dewas atas perkara dugaan berkomunikasi dengan Syahrial.
Dengan kondisi ini, Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas, Feri Amsari, mendesak Dewas segera memberikan sanksi berat terhadap Lili. Sebab, sudah terbukti Lili banyak masalahnya. “Lili sudah berulang kali melakukan pelanggaran etik. Semestinya sudah ada tindakan tegas dari Dewas,” pinta Feri, kemarin.
Feri juga mengaku tidak habis pikir dengan masalah-masalah yang terjadi di KPK. “Sulit dipercaya, KPK yang dulu marwahnya tinggi, sekarang diisi orang-orang tak beretika,” hardiknya.
Mantan pegawai KPK yang sekarang tergabung di IM57+ Institut, Rasamala Aritonang, ikut bicara. Dia sangat menyayangkan adanya dugaan gratifikasi yang diterima Lili. Apalagi jika kasus ini benar-benar terbukti. “Bisa menambah buruk citra KPK, di tengah banyaknya persoalan bangsa, khususnya masalah korupsi dan rendahnya kepercayaan publik terhadap KPK,” ujar Rasamala.
Perilaku tersebut, lanjutnya, tidak bisa ditolerir. “Dewas harusnya tegas. Karena kasus itu menandakan yang bersangkutan tidak pernah menyesal padahal yang lalu sudah pernah terbukti melanggar etik,” tekan dia. [UMM/rm.id]
Tinggalkan Balasan