Presiden AS Joe Biden mengumumkan bantuan militer untuk Ukraina sebesar 800 juta dolar AS (Rp 11,42 triliun). Sehingga, total bantuan militer AS untuk Ukraina telah mencapai 2,5 miliar dolar AS atau Rp 35,65 triliun.
Bantuan ini memperluas cakupan sistem untuk memasukkan artileri berat, menjelang serangan Rusia yang lebih luas, yang diperkirakan akan terjadi di wilayah timur Ukraina.
“Ini mencakup sistem artileri, peluru artileri, pengangkut personel lapis baja, dan kapal pertahanan pantai tak berawak,” kata Biden dalam pernyataannya, usai pembicaraan telepon dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky.
Biden menambahkan, pihaknya juga telah menyetujui transfer helikopter tambahan, untuk mempersenjatai Ukraina.
“Kita tidak bisa beristirahat sekarang. Saat saya meyakinkan Presiden Zelensky, rakyat Amerika akan terus berdiri bersama rakyat Ukraina yang berani, dalam perjuangan mereka untuk kebebasan,” kata Biden dalam sebuah pernyataan tertulis, seperti dikutip Reuters, Rabu (13/4).
Paket bantuan baru untuk Ukraina ini mencakup 11 helikopter Mi-17, yang sebetulnya telah dialokasikan untuk Afghanistan, sebelum pemerintah yang didukung AS runtuh tahun lalu.
Selain itu, juga ada 18 howitzer 155 mm, bersama dengan 40 ribu peluru artileri, radar kontra-artileri, 200 pengangkut personel lapis baja dan 300 drone switchblade tambahan.
Ini adalah pertama kalinya AS memberikan howitzer diberikan ke Ukraina.
Terkait hal ini, Juru Bicara Pentagon John Kirby mengatakan, beberapa sistem seperti howitzer dan radar, membutuhkan pelatihan tambahan untuk pasukan Ukraina, yang tidak terbiasa menggunakan peralatan militer Amerika.
Bantuan baru yang pertama kali dilaporkan Reuters pada Selasa (12/4) ini, didanai dengan menggunakan Otoritas Penarikan Dana Oleh Presiden (PDA).
Dalam hal ini, Presiden dapat mengizinkan transfer dan layanan dari saham AS, tanpa persetujuan kongres dalam menanggapi keadaan darurat.
John Spencer, pensiunan mayor Angkatan Darat AS dan ahli perang kota di Forum Kebijakan Madison, mengaku senang dengan kebijakan Biden mengirim artileri dan peluru artileri.
“Anda membutuhkan senjata yang lebih besar dan lebih kuat, untuk menyamai apa yang dibawa Rusia untuk merebut wilayah timur Ukraina,” kata Spencer.
Bersamaan dengan meluncurnya bantuan perang untuk Ukraina, para eksekutif pembuat senjata AS bertemu dengan pejabat Pentagon, untuk membahas tantangan industri. Terutama, bila konflik Ukraina terus berkepanjangan.
Eksekutif BAE Systems, General Dynamics, Lockheed Martin, Huntington Ingalls Industries, L3Harris Technologies, Boeing, Raytheon Technologies dan Northrop Grumman hadir dalam pertemuan tersebut.
Dalam sebuah pernyataan, juru bicara Pentagon Eric Pahon mengatakan diskusi itu
iskusi ini berfokus pada upaya percepatan produksi dan pembangunan lebih banyak kapasitas di seluruh basis industri, untuk senjata dan peralatan yang dapat diekspor dengan cepat, dikerahkan dengan pelatihan minimal, dan terbukti efektif di medan perang.” papar Juru Bicara Pentagon, Eric Pahon.
Sebelumnya, Zelensky telah memohon kepada para pemimpin AS dan Eropa, untuk menyediakan senjata dan peralatan yang lebih berat. Agar bisa menang melawan Rusia.
Ribuan orang tewas dan jutaan mengungsi dalam invasi Rusia ke Ukraina, yang telah berlangsung sejak 24 Februari lalu.
Dalam serangan tersebut, Rusia tidak dapat mencapai sebagian besar tujuan militernya. Karena Ukraina telah melakukan perlawanan yang lebih sengit dari yang diperkirakan.
Rusia menyebut tindakannya di Ukraina sebagai “operasi khusus” untuk menghancurkan kemampuan militer Ukraina, dan apa yang dilihatnya sebagai nasionalis berbahaya.
Namun, Ukraina dan negara-negara Barat mengatakan, Rusia memulai perang agresi yang tidak beralasan.
Rabu (13/4) kemarin, Rusia mengumumkan telah menguasai pelabuhan Mariupol di tenggara Ukrain. Lebih dari 1.000 marinir Ukraina disebut telah menyerah. [HES/RM.ID]
Tinggalkan Balasan