Menang Pilpres, Macron Jadi Presiden Pertama Prancis Yang Terpilih Kembali Dalam 20 Tahun Terakhir

Emmanuel Macron akhirnya berhasil memperpanjang masa jabatannya sebagai Presiden Prancis hingga lima tahun ke depan, usai menggulingkan Marine Le Pen yang tetap mendapat suara tertinggi dari kelompok sayap kanan, dalam Pilpres 24 April kemarin.

Macron yang menang meyakinkan dengan angka 58,55 persen adalah presiden pertama Prancis yang berhasil terpilih kembali, dalam 20 tahun terakhir.

Kepada para pendukungnya yang bersuka cita di kaki Menara Eiffel, politisi haluan tengah itu menegaskan, Pilpres telah usai. Dia berjanji akan menjadi Presiden untuk semua kalangan.

“Sebuah jawaban harus ditemukan atas kemarahan dan ketidaksepakatan, yang membuat banyak rekan senegara kita memilih sayap kanan ekstrem. Itu akan menjadi tanggung jawab saya dan orang-orang di lingkaran saya,” kata Macron dalam pidato kemenangannya di Champs de Mars, Minggu (24/4).

Kemenangan Macron disambut gembira oleh para pemimpin Eropa. Mereka lega. Karena sebelumnya mengkhawatirkan Marine Le Pen dari kelompok sayap kanan, muncul sebagai pemenang Pilpres. Maklumlah, selama ini, Le Pen selalu menawarkan serangkaian kebijakan anti-Uni Eropa.

“Bersama-sama kita akan memajukan Prancis dan Eropa,” kata Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen seperti dikutip BBC, Senin (25/4).

Sementara itu, Presiden Ukraina Volodymr Zelensky dari Ukraina, yang sebelumnya telah meminta warga Prancis untuk mendukung Macron, mengucapkan selamat kepada “teman sejatinya”.

Zelensky mengaku sangat menantikan Eropa yang kuat dan bersatu.

Perdana Menteri (PM) Inggris Boris Johnson juga menyambut baik kemenangan Macron.

“Selamat untuk @EmmanuelMacron, atas terpilihnya kembali sebagai Presiden Prancis. Bagi Inggris, Prancis adalah sekutu dekat dan penting. Saya siap mengeratkan kerja sama, baik untuk kedua negara ataupun global,” cuit PM Johnson via Twitter, Minggu (24/4).

Jumlah Pemilih Terendah

Jumlah pemilih dalam Pilpres Prancis tahun ini, hanya di bawah 72 persen. Terendah dalam Pemilihan Presiden sejak 1969.

Lebih dari tiga juta suara rusak atau kosong.

Saat Pilpres digelar, sebagian besar warga Prancis memang sedang berlibur. Namun, jumlah pemilih yang rendah juga mencerminkan sikap apatis pemilih, yang mengeluh tidak ada kandidat yang mewakili mereka.

Sebagian besar pemilih muda, disebut menghindari putaran kedua.

Pemimpin sayap kiri Jean-Luc Melenchon, yang keok tipis oleh Le Pen di putaran pertama pemungutan suara dua minggu sebelumnya, mengecam kedua kandidat.

“Kabar baik. Prancis menolak untuk mempercayai Marine Le Pen. Sementara Macron, terpilih dengan cara yang lebih buruk dibanding presiden lainnya. Dia mengapung di lautan abstain, dan surat suara kosong dan rusak,” cetusnya.

Belum Berakhir

Krisis biaya hidup yang dihadapi jutaan rakyat Prancis menjadi isu nomor satu kampanye pemilu. Kelompok anti Macron menuduhnya arogan, dan bertindak sebagai presiden orang kaya.

Namun, lewat siaran radio, Perdana Menteri Jean Castex mengatakan, pemilihan kembali presiden mengirim pesan kuat di tengah krisis yang dihadapi Prancis.

Selanjutnya, pemimpin politik Prancis akan berkumpul kembali dan bertarung dalam pemilihan parlemen, pada Juni mendatang.

Macron mungkin memiliki suara mayoritas untuk saat ini, tetapi kandidat yang kalah dari putaran pertama sudah memiliki kampanye baru di depan mata.

Melenchon siap menjadi ancaman, dan menegaskan keinginannya menjadi Perdana Menteri.

Dalam pidatonya pada Minggu (24/4) malam, Le Pen mengatakan kepada para pendukungnya, bahwa pertandingan belum sepenuhnya berakhir.

Dia bilang, risiko Macron untuk mempertahankan kekuasaan sangat tinggi. [HES/RM.ID]

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *