Apa Sih Pemikiran Penjahat Kelas Kakap?

Sebagai psikiater forensik, Jaydip Sarkar sudah melihat banyak hal. Pemerkosa, pembunuh, pembunuh berantai hingga penjual narkoba lintas negara sudah dia hadapi.

Saat bekerja di Instituai Kesehatan Mental Singapura, Sarkar mengurus sejumlah kasus besar. Beberapa di antaranya adalah penyiksa anak, yang korbannya tewas dengan luka bakar dan penjual narkotika asal Nigeria yang hanya didakwa dua tahun.

Sarkar menilai dan memeriksa para pelaku yang akan diserahkan pengadilan kepadanya. Dalam kariernya yang sudah berjalan selama tiga dekade di empat negara, dia sering dipanggil untuk menenangkan situasi penyanderaan. Dia juga sering diminta mewawancarai pembunuh yang memutilasi korbannya.

Meski terdengar menyeramkan, Sarkar merasa bahwa tugasnya adalah untuk memanusiakan para monster tersebut. Dia mendengarkan cerita para pelaku agar bisa mengerti alasan di balik kejahatan mereka.

Dalam sebuah podcast berjudul Heavy Duty, Sarkar berbagi cerita di balik sisi kelam kliennya. Sarkar bercerita dengan biasa tanpa dramatisasi atau terkesan meremehkan. Dia hanya menjelaskan bagaimana tugasnya tanpa memberi penilaian pribadi. Sarkar bekerja di Singapura dari 2012 hingga 2018.

“Sebagai dokter, tugas kami bukan untuk menghakimi dan mengutuk mereka,” ujar Sarkar dilansir Channel News Asia (CNA).

“Banyak pelaku kejahatan sudah mengalami hal buruk sejak lahir,” ujar Sarkar, yang sekarang menjadi konsultan psikiater forensik dan spesialis gangguan kepribadian di Forensicare (Institut Kesehatan Mental Forensik Victoria) di Melbourne, Australia.

“Mereka mungkin memiliki orang tua yang kasar, acuh atau menggunakan narkoba. Dan banyak dari mereka belajar dari usia muda bahwa jika ingin hidup berdampingan, anda melakukan abusive,” tuturnya.

Abusive adalah istilah untuk menggambarkan hubungan di mana salah satu pihak berusaha untuk menguasai dan mengendalikan pihak lainnya dengan perilaku yang negatif. Hubungan ini biasanya dipenuhi dengan kekerasan verbal, fisik, bahkan seksual.

Dia menekankan, empati tidak berarti memaafkan tindakan mereka. Tetapi hanya memahami isi otak mereka. Kenapa Sarkar tertarik dalam pekerjaan ini?

Mereka mendapatkan terapi untuk membantu pemahaman psikologis mereka dan membantu mereka lebih mampu menoleransi dan berinteraksi dengan orang lain dengan aman.

Mereka mungkin juga menerima pelatihan keterampilan untuk memungkinkan mereka mencari nafkah setelah dibebaskan. Kecuali untuk segelintir kasus terkait “individu psikopat yang benar-benar tidak dapat diobati”. Sarkar percaya, setiap orang dapat disembuhkan dalam waktu yang berbeda-beda.

“Beberapa mungkin tidak pernah meninggalkan penjara atau rumah sakit,” katanya.

Salah satu kasus paling berharga dalam kariernya adalah merawat pria skizofrenia di Inggris. Pria itu berlari ke gereja suatu pagi dengan pedang dan melukai jemaah.

Dia sembuh setelah bertahun-tahun perawatan dan menerima pelatihan teknologi informasi di rumah sakit. Sarkar terakhir mendapat kabar, pasien itu menemukan pekerjaan setelah dibebaskan, menikah dan tinggal di komunitas yang baik.

Kasus lain yang menggembirakan adalah seorang Nigeria yang dituduh menyelundupkan narkoba di Singapura. Namanya Ilechukwu Uchechukwu Chukwudi. Ia ditangkap pada 2011 dengan sebuah koper yang ditemukan berisi obat-obatan dan kemudian dihukum pengadilan tertinggi di negara tersebut.

Dia menghadapi tiang gantungan atau penjara seumur hidup ketika Sarkar memeriksa dia antara 2016 dan 2017. Penilaian Sarkar adalah bahwa Ilechukwu menderita gangguan stres pasca trauma setelah melihat pembantaian suku di Nigeria pada usia lima tahun.

Pengacaranya berjuang agar Pengadilan Banding meninjau kembali vonis tersebut. Dia dibebaskan pada 2020, sembilan tahun setelah penangkapannya. “Temuan Sarkar adalah bukti yang kami butuhkan,” kata Johannes Hadi, salah satu pengacara Ilechukwu.

“Saya merasa dia terbiasa dengan beberapa aspek pengalaman manusia yang tidak dimiliki banyak orang di Singapura,” imbuhnya.

Hadi bertemu Sarkar ketika Sarkar terbang ke Singapura untuk memberikan bukti lebih lanjut ke pengadilan pada 2018. “Saya ingat setelah bertemu dengannya ada kepikiran juga untuk menjadi psikiater,” kisah Hadi sambil tertawa.

Bagi Sarkar, dia hanya melakukan bagiannya dalam proses peradilan pidana. “Saya tidak berada di pihak penuntut atau pihak pembela. Saya memberikan bukti karena itulah yang penting. Itu membuat hati nurani saya tetap bersih,” pungkasnya. [DAY/RM.ID]

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *